Listed Articles

Debut Cemerlang Marc Steinmeyer di Jagat Perhotelan

Oleh Admin
Debut Cemerlang Marc Steinmeyer di Jagat Perhotelan

Beberapa waktu lalu, Harris Hotel & Resort Batam dipilih sebagai The Best Family Resort in Asia oleh HotelClub.com. Sementara Harris Hotel Kuta mendapat nilai A+ untuk sertifikat Akreditasi Tri Hita Karana yang diprakarsai Bali Travel News dan Dinas Pariwisata Bali. Ajang bergengsi tahunan ini diikuti 130-an hotel.

Menutup tahun 2008, manajemen Harris Hotel menggelar Harris Day dengan programnya Pay What U Want. Siapa saja yang ingin bermalam di jaringan Harris Hotel membayar sesuai dengan harga yang dianggap pantas. Tahun sebelumnya, 2007, Harris Hotel juga menggebrak jagat perhotelan dengan meluncurkan Harris Slippers. Sandal jepit yang didesain unik dengan dominasi warna oranye sebagai cirikhas Harris Hotel & Resort ini dibuat dalam jumlah terbatas.

Inovasi dan kreativitas yang dibarengi dengan kualitas pelayanan membuat tingkat hunian jaringan Harris Hotel terbilang tinggi. Saat high season, tingkat hunian bisa mencapai 100%, sedangkan hari-hari biasa 80%-90%. Mengusung konsep simple, unique and friendly, jaringan Harris Hotel terbilang pemain baru di dunia perhotelan di Tanah Air. Pertama kali hadir pada 2002 lewat Harris Hotel & Resort Batam, sejatinya jaringan hotel yang dibangun Tauzia Hotel Management (THM) ini merupakan hotel internasional yang dibangun pertama kali di Indonesia. Ya, Harris Hotel adalah merek Indonesia. Diakui Marc Steinmeyer, Presdir THM, di satu sisi, nama Harris terkesan Barat, tapi di Indonesia nama ini juga populer dan menyentuh semua orang karena merujuk nama siapa saja. Steinmeyer memang ingin nama hotelnya seperti nama orang.

Keunikan Steinmeyer terlihat pula dari pemilihan lokasi. Ketika hampir semua jaringan hotel internasional merangsek kawasan Sudirman-Thamrin, Jakarta, untuk melebarkan sayapnya di Indonesia, THM malah memilih mengembangkan jaringan Harris Hotel di Tebet. Agenda ekspansi ke depan pun, Harris Hotel memilih mengembangkan hotel di Kelapa Gading, Sentul dan Tangerang — selain, tentu saja, di kota-kota lain di luar Jabodetabek.

Saat ini, ada lima jaringan Harris Hotel & Resort yang dikembangkan THM, yakni Harris Hotel Tebet, Harris Resort Batam, Harris Hotel Tuban dan Harris Resort Kuta, Bali, serta Harris Riverview Kuta, Bali. Menurutnya, Harris Hotel lebih ditujukan bagi pasar domestik. Target pelanggan Harris Hotel adalah 60% pasar domestik, 30% pasar Asia dan 10% pasar internasional.

THM dibesut Steinmeyer pada 2001. Sejak awal, ia ingin menciptakan produk baru. Ia tidak ingin Tauzia dipersepsikan sebagai nation management company, melainkan sebagai penyatuan dari dua budaya, Eropa dan Asia. Ia menjelaskan, nama Tauzia diambil dari nama salah satu spesies pohon oak yang berjumlah sekitar 1.000 spesies. Penggemar fotografi dan melukis ini mengatakan, dirinya sangat menyukai alam, termasuk pohon-pohon. Bahkan, di dekat rumahnya di Prancis, ada pohon oak yang telah berumur 250 tahun. “Tauzia itu nama salah satu spesies yang berada di wilayah Afrika Utara. Saya memilih nama tersebut karena bunyinya yang Arabic,” tutur penikmat teh ini sambil tertawa.

Produk pertama THM kemudian ia beri nama Harris Hotel, yaitu hotel yang berkonsep simple, unique and friendly. Moto tersebut, menurutnya, tecermin pada desain hotel, pendekatan pemasaran yang digunakan, serta etika pegawai, manajemen dan nilai-nilai yang diberlakukan. “Saya menawarkan konsep tersebut kepada investor yang bersedia memercayai saya. Karena kami memulai benar-benar dari nol, mereka tentunya harus percaya kepada saya.”

Begitulah, Steinmeyer berusaha meyakinkan para investor untuk mengembangkan hotel dengan konsep yang telah dirancangnya dan memercayainya untuk mengelola dana mereka. Selanjutnya, THM tinggal memberikan brand dan manajemennya diserahkan ke sang investor. Dalam hal ini, properti hotel adalah milik para investor dan THM hanya memberikan konsep Harris Hotel kepada mereka. THM memberikan asisten teknis untuk memastikan bahwa konsep yang diterapkan benar-benar sesuai dengan konsep Harris Hotel. THM pula yang merekrut staf dan tim manajemen hotel. Selanjutnya, THM tinggal menerapkan seluruh prosedur, sistem kontrol, dan standard operating procedures (SOP) sesuai dengan konsep yang ditetapkan.

Sayang, Steinmeyer tidak mau menyebutkan siapa saja investor atau pihak-pihak yang telah bekerja sama dengannya dalam mengembangkan brand Harris Hotel. “Yang pasti, para investor tersebut merupakan investor lokal,” katanya. Ia menyebutkan, Harris Hotel & Resort Batam adalah proyek pertama yang dikembangkan di bawah THM, barulah Harris Hotel Kuta dan Harris Hotel Tebet, serta menyusul yang lain.

Keberhasilan mengembangkan jaringan Harris Hotel membuat THM mulai diperhitungkan di dunia perhotelan. Apalagi, sebelum debut Harris Hotel, Tauzia sejatinya sudah dipercaya Accor International untuk mengembangkan jaringan hotel Accor di Indonesia. Dijelaskan Steinmeyer, saat didirikan pada 8 Agustus 2001, Tauzia baru merupakan lembaga konsultan yang murni hanya memberikan jasa konsultasi kepada kliennya.

Begitu didirikan, Tauzia Consulting langsung mendapatkan kontrak eksklusif dari Accor Group untuk mengembangkan jaringan hotel Accor di Indonesia selama lima tahun. Selama 2001-06, jaringan hotel Accor yang terdiri atas Novotel, Sofitel, Ibis dan Mercure dikembangkan di bawah Tauzia Consulting. Bukan pekerjaan mudah, memang. Namun, pengalaman Steinmeyer di industri perhotelan, bahkan menjadi CEO Accor Group Asia pada 1992-2000, membuatnya mampu dengan mulus menggelindingkan merek-merek tersebut di Indonesia.

Ia menjelaskan, ada 18 hotel yang berada di bawah jasa konsultasi Tauzia Consulting. Untuk Accor Group, yang berada di bawah Tauzia Consulting antara lain Novotel Mangga Dua, Mercure Kuta, Sofitel Seminyak, Mercure Surabaya, Mercure Ancol, Ibis Bandung, Novotel Palembang dan Novotel Semarang. Pada 2001-03, Tauzia juga mendapatkan kontrak eksklusif untuk mengembangkan Divisi Katering Accor (Compass).

Ketika tengah menjalankan jasa konsultasi pengembangan jaringan hotel dan properti, pada 2002 Tauzia memutuskan mendirikan THM dan membuat brand sendiri yang kemudian diberi nama Harris Hotel & Resort. Tak berhenti sampai di situ, pada 2004 Tauzia juga mendirikan Tauzia Building Management Services yang menangani manajemen properti. Proyek pertama yang disabet adalah properti milik Ciputra di Hanoi, Vietnam.

Budiarsa Sastrawinata, Direktur Pengelola Grup Ciputra Subholding I, mengatakan bahwa sejak awal dibangunnya Ciputra Hanoi International City (CHIC) di Vietnam pada 2002, pihaknya langsung menggunakan jasa Tauzia Estate Management untuk apartemen-apartemen yang dibangunnya. Ia kebetulan kenal dengan Steinmeyer, pemilik Grup Tauzia. Dipilihnya Tauzia karena Steinmeyer dinilai telah memiliki banyak pengalaman di bidang manajemen properti seperti perhotelan, terutama di Accor Group. “Kami pakai technical assistant dari Tauzia karena kami lihat track record dia tentunya,” ujar Budi.

Selain itu, Budi menegaskan, pada saat awal membangun apartemen, pihaknya memang membutuhkan asisten teknis untuk membentuk manajemen yang berkualitas, meskipun apartemen tersebut nantinya diserahkan ke penghuni. “Tapi untuk awalnya kami tetap harus men-setting dengan bagus. Apalagi, di sana orang belum terbiasa dengan maintenance building yang berkualitas, baik dari segi kebersihan, keamanan, maupun kebutuhan sehari-hari lainnya.”

Budi menambahkan, di Vietnam, apartemen juga merupakan gaya hidup baru. Karena, meskipun di sana telah ada apartemen, kualitasnya belum bagus. Jadi, Ciputra harus dapat benar-benar menunjukkan kualitas yang baik dalam pembangunan dan menajemen apartemennya. “Karena, kami ingin kualitas yang baik dan harga yang tinggi dari konsumen. Dengan demikian, tidak mungkin kami tidak memberikan servis yang baik,” katanya tandas.

Direktur Grup Ciputra Subholding I, Agussurja Widjaja, menambahkan bahwa pihaknya ingin menjadikan estate management pada properti-properti Ciputra di CHIC tersebut berstandar internasional. Selain itu, CHIC tergolong proyek properti yang terbaik di Hanoi karena dilengkapi berbagai fasilitas seperti sekolah internasional. Karena itu, Ciputra ingin membuat estate management pada apartemen di CHIC lebih baik daripada properti-properti yang telah dibangun sebelumnya.

Itu sebabnya, Ciputra menggandeng Tauzia yang dinilai telah berpengalaman di Accor Group dengan harapan Tauzia dapat menerapkan manajemen bintang lima. “Jadi, yang melaksanakan estate management seperti security dan maintenance adalah Tauzia dengan standar internasional,” kata Agus. General manager untuk penanganan apartemen di CHIC berasal dari Tauzia. Selanjutnya, GM dan direktur yang berasal dari pihak Ciputra bersama-sama merekrut pegawai. “SOP di sana juga dari Tauzia,” imbuhnya.

Dalam beberapa waktu mendatang, CHIC masih akan menggunakan jasa estate management Tauzia untuk apartemennya karena kerja sama antara Ciputra dan Tauzia lebih bersifat kemitraan strategis. Kelebihan Tauzia, menurut Agus, terletak pada standar yang tinggi, sumber daya manusia yang baik, dan manajemen yang baik. Adapun kekurangannya terletak pada lingkupnya yang masih skala Asia dan belum terlalu internasional. “Kalau Tauzia itu nantinya bisa ke luar Asia juga, brand-nya tentu bisa lebih bagus, dan networking-nya juga lebih kuat,” ujar Agus.

Sayangnya, baik Budi maupun Agus tidak bersedia menceritakan pembagian pendapatan antara pihaknya dan pihak Tauzia secara lebih rinci. Mereka hanya mengatakan, memang ada perjanjian mengenai pembagian pendapatan tersebut, tetapi pihaknya tidak dapat memublikasikan berapa pembagiannya. “Soal pembagian pendapatan itu perjanjiannya memang ada, tapi kami tidak bisa ungkapkan,” ujar Budi dan Agus seraya tertawa.

Diakui Steinmeyer, pengetahuan dan pengalamannya mengembangkan jaringan perhotelan menjadi keunggulan yang mungkin menjadi pertimbangan para klien untuk memilihnya. “Mereka memilih kami sebagai konsultan manajemen, mungkin yang pertama karena pengetahuan kami tentang negara ini dan bagaimana masyarakat di sini. Selain itu, kami juga telah memiliki networking yang cukup luas,” katanya. Memang, Steinmeyer telah berpengalaman di bidang perhotelan baik di Eropa maupun Asia. Ia bahkan mengetahui Indonesia dan masyarakatnya dengan baik. Ia juga memiliki jejaring yang baik dengan para pemilik hotel yang ditanganinya, mengingat ia telah 20 tahun bekerja untuk Accor Group dan kontrak eksklusif pertamanya pun berasal dari Accor Group.

Steinmeyer menambahkan, yang juga menjadi keunggulan Tauzia adalah success story karena sebagian besar kliennya merupakan repetitive partners. “Pada umumnya, setelah kami bekerja sama dengan mereka, kemudian sukses menjalankan manajemen hotel mereka, maka lima tahun kemudian biasanya mereka datang kembali kepada kami dan kembali menawarkan kerja sama untuk proyek lainnya,” tuturnya.

Kelahiran Prancis 56 tahun lalu ini belajar perhotelan di Jurusan Manajemen Hotel Institute International de Glion, Swiss, pada 1976-79. Dipilihnya jurusan itu karena ia sangat menyukai traveling dan melihat hal-hal baru dengan berkeliling dunia. Setelah menyelesaikan pendidikannya pada 1979, ia tidak langsung bekerja, tetapi jalan-jalan ke beberapa negara. “Saya jalan-jalan saja, melihat hal-hal baru. Saya sangat menyukai Amerika Selatan dan Asia,” ujar ayah tiga anak yang terlihat energik ini.

Setelah itu, barulah ia bergabung dengan Accor Group pada 1981. Ia memulai kariernya di Accor Group sebagai Manajer Area di bagian Katering di Paris. Kariernya di Accor Group terus meningkat sehingga ia, yang sebelumnya berkarier di Accor Group Eropa, dipercaya menjadi Chief Executive Officer Accor Group Asia, 1992-2000. Selama 1993-2000 ia mengembangkan dan mengoperasikan jaringan hotel Accor di Indonesia, Malaysia dan Singapura.

Tahun 2001, ia keluar dari Accor Group dan memulai bisnisnya sendiri di bidang perhotelan. Keputusan ini diambil saat ia telah menjadi CEO Accor Group Asia. Saat itu ia ingin tantangan baru dan menjalankan perusahaan sendiri. “Seperti Anda ketahui, ketika itu saya menjabat sebagai CEO. Hidup saat itu tentulah fantastis. Saya dapat membeli apa saja yang saya inginkan. Namun, saya menginginkan suatu tantangan baru dengan mendirikan perusahaan saya sendiri, menjadi pengusaha, membuat konsep saya sendiri, dan membangun tim saya sendiri,” tuturnya.

Rupanya, keinginannya justru didukung atasannya di Accor Group. “Dia adalah guru saya. Saya katakan kepadanya, saya akan memulai lagi segalanya dari awal. Saya tidak berharap konsep saya dapat menyamai Accor, tapi saya hanya ingin menjadi seorang entrepreneur. Saya menikmati pekerjaan saya saat itu, tetapi saya ingin mencari tantangan baru. Saya suka menciptakan sesuatu yang baru. Saya suka menciptakan konsep dan karier, saya suka menciptakan SDM dan produk,” tutur pehobi traveling ini.

Tahun 2001, dimulailah peran baru Steinmeyer sebagai wirausaha. Pilihannya memang tidak keliru. THM terus bersinar di jagat perhotelan. Ia berencana terus mengembangkan jaringan Harris Hotel di seluruh Indonesia dan membawa konsepnya ke luar Indonesia, tepatnya di Asia, misalnya Vietnam, Kamboja dan Malaysia. “Konsep Harris sendiri memang lahir di Indonesia. dan akan kami bawa keluar negeri nantinya. Itu mimpi saya,” ujarnya. Ia mencontohkan, banyak brand lain yang berasal dari luar negeri dan dikembangkan di Indonesia, sebut saja Aston dari AS. “Tetapi Harris memang benar-benar lahir di Indonesia dan akan dikembangkan hingga ke luar negeri,” katanya.

Rencana jangka panjangnya adalah mengembangkan konsep hotel lainnya, yaitu preference hotel, termasuk charm boutique hotel. Konsep ini akan diluncurkan tahun ini. “Kami ingin bergerak dari industri perhotelan yang seperti Harris, Novotel, Ibis ke properti yang lebih charming,” ungkapnya. Lewat konsep tersebut ia akan mengembangkan The Heaven di Seminyak, Bali, Bvilla di Bali, dan Amanjaya di Pnomph Penh, Kamboja. Target pasar yang dituju: 30% pasar domestik, 40% pasar Asia, serta 30% pasar Eropa dan Amerika.

Berbeda dari Harris, konsep preference hotel memiliki properti yang otentik dan gaya tersendiri. Steinmeyer berencana mengembangkan konsep ini di Indonesia, tetapi saat ini sudah mulai dikembangkan di luar negeri yaitu di Pnomph Penh, Kamboja (Amanjaya). Diakuinya, pengembangan preference hotel di luar negeri secara lebih luas juga menjadi tujuan THM. Namun, saat ini THM masih akan mengonsolidasikannya dan merencanakan pengembangannya. Di samping itu, Harris Hotel pun akan terus dijalankan dan dikembangkan.

Rencana lainnya, Tauzia akan terus melaksanakan building management services. Beberapa proyek Harris Hotel lainnya masih dalam pengembangan. Dengan adanya krisis finansial global yang masih melanda, pembukaan Harris Hotel Kelapa Gading terpaksa ditunda 6 bulan akibat krisis. Semula akan dibuka Maret 2009, tapi ditunda dan diharapkan dapat dibuka pada September 2009. Selain itu, pembangunan Harris Hotel Sentul sebetulnya akan dimulai tahun ini dan tahun depan (2010) dapat dibuka. Namun karena krisis ini, pembangunannya baru akan dilakukan akhir 2009 dan ada kemungkinan baru dibuka tahun 2010 atau 2011.

Steinmeyer menegaskan, pengembangan jaringan Harris Hotel masih menunggu krisis mereda. Saat ini, Harris Hotel Tangerang dalam tahap perancangan dan baru akan memasuki tahap pembangunan. “Saya belum tahu kapan akan dimulai pembangunannya. Selain itu, kami juga memiliki satu proyek di Hanoi, Vietnam, dan satu proyek lagi di Kamboja. Proyek di Vietnam dibatalkan, dan proyek yang di Pnomph Penh, Kamboja, terpaksa ditunda,” katanya.

Saat awal mendirikan Tauzia Consulting, investasi Steinmeyer hanya sekitar ratusan ribu US$. Ia tidak menyebutkan angka pastinya. “Tidak sampai US$ 1 juta,” ujarnya. Dana yang 100% berasal dari koceknya sendiri ini digunakan untuk berinvestasi pada SDM dan logistik, sebagaimana mayoritas investasi di bidang manajemen umumnya. Ia tidak meminjam dana ke bank ataupun mengajak mitra.

Dalam pengelolaan properti miliknya, seperti Harris Hotel dan preference hotel-nya, barulah ia menggandeng mitra dan ada pembagian saham di dalamnya. Diakuinya, kontribusi pendapatan terbesar Grup Tauzia berasal dari jasa hotel management. Saya perkirakan, 60% revenue berasal dari hotel management, 15% dari building management, dan 25% sisanya dari jasa konsultasi,” ungkapnya. Namun, ketika ditanyakan pendapatan Grup Tauzia per tahun, ia berkilah dirinya harus mengecek kembali data keuangan perusahaannya.

Yang pasti, menurutnya, tantangan terbesar yang dihadapinya adalah beradaptasi dengan lingkungan yang tidak pernah berhenti berubah. “Dulu ada bom di Bali dan image Indonesia menjadi kurang baik di mata internasional. Dan sekarang, ketika keadaan itu sudah lebih baik, justru terjadi krisis finansial global di dunia. Tetapi, saya pribadi tetap memiliki pandangan positif terhadap semua itu. Saya selalu positive thinking,” katanya tandas.

Selain itu, menurut Steinmeyer, tantangan yang dihadapi lebih pada bagaimana mengembangkan diri sendiri. Ia merasa harus menemukan cara untuk tumbuh cepat tanpa kehilangan kualitas pelayanan dan produk. Karena, terkadang, suatu perusahaan dapat tumbuh cepat, tetapi tidak konsisten dalam kualitas produknya. Yang juga penting, menurutnya, membuat produk yang berbeda jika ingin berkompetisi. Dan, produsen harus mampu membuat produk dan konsep yang kuat. Jaringan kerja sama juga dilakukannya dengan menggandeng 15-20 biro perjalanan, antara lain Wita Tour dan Primajasa.

Di mata Yanti Sukamdani, Ketua Umum Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia, Steinmeyer memang profesional di bidangnya. Steinmeyer telah berpengalaman cukup lama di Accor Group. “Jadi, Marc Steinmeyer itu sudah tahu betul mengenai bisnis hotel sehingga dapat dikatakan kemampuannya di bisnis ini tidak perlu diragukan lagi,” ujarnya.

Yanti mengakui, bisnis hotel management di Indonesia tengah berkembang cukup pesat seiring dengan berkembangnya industri pariwisata di negeri ini. Hampir semua merek produk, baik domestik maupun internasional, menunjukkan industri pariwisata di Indonesia juga berkembang dengan baik. “Sebagai contoh Hotel Bvlgari. Hotel ini cuma ada di Italia dan di Indonesia. Itu suatu hal yang luar biasa sekali. Jadi, saya kira keputusan Marc Steinmeyer memulai usaha hotelnya dari Indonesia sudah tepat karena industri pariwisata di Indonesia berkembang dengan bagus dan Indonesia ini adalah negara yang besar dengan lahan yang besar, sehingga kesempatan yang ada juga besar,” paparnya.

Yanti menilai, Harris Hotel memiliki sasaran pasar anak-anak muda, karena hotelnya sangat trendi dengan konsep minimalis dan stylish, tetapi tetap mengutamakan kenyamanan. Hal ini terlihat dari dekorasi hotel yang banyak menggunakan warna cerah dan seragam karyawannya yang cukup unik dan trendi. “Produk Tauzia seperti Harris Hotel itu punya market sendiri, yaitu anak muda kelas menengah-atas. Atau, kalau di Amerika, biasa disebut yuppies, yaitu anak muda yang kondisi perekonomiannya cukup berada,” ungkapnya.

# Tag


    © 2023-2024 SWA Media Inc.

    All Right Reserved