Indonesia Tertinggal sebagai Destinasi Wisata Medis
Jika melihat kembali pada kondisi Indonesia pada krisis tahun 1997 ditambah dengan penerapan desentralisasi pemerintah tahun 2001, keduanya memberi dampak besar pada sistem kesehatannya. Dengan diserahkannya produktivitas perawatan kesehatan kepada pemerintah daerah, kualitas jasa pelayanan kesehatan menjadi tidak merata antardaerah. Berbagai upaya pun dilakukan oleh pemerintah untuk memulihkan dampak dari sistem kesehatan tersebut.
Hal di atas menjadi tugas besar bagi Kementerian Kesehatan RI. Melalui pembuatan rencana kerja e-Health nasional yang dimulai pada 2015 hingga 2019 ini, penggunaan teknologi menjadi solusinya. Dengan menerapkan teknologi informasi (TI) di institusi kesehatan dapat membantu dokter mendiagnosis kesehatan pasien.
Sistem TI tersebut menjadi enabler yang memudahkan komunikasi antara dokter dan pasien melalui telemedia dan digitalisasi dokumen. Selain itu melindungi data kesehatan dan rekam medis pasien. “Penggunaan teknologi mutakhir di bidang kesehatan dapat menurunkan angka mal praktik hingga 80 persen,” ungkap Vish Padmanabhan, Advisory dari PwC Consultant Indonesia.
Program kesehatan nasional telah diluncurkan. Langkah-langkah perawatan kesehatan pun sudah dilaksanakan. Lalu, sejauh mana Indonesia ikut berpartisipasi di pasar pariwisata medis?
Saat ini diperkirakan kurang lebih satu juta orang Indonesia pergi ke luar negeri untuk tujuan perawatan kesehatan tiap tahun. Sedangkan jika melihat peringkat, Indonesia berada di peringkat 181 dari 190 negara dalam hal pengeluaran perawatan kesehatan dalam satuan persentase Product Domestic Brutto 2,7 persen.
Untuk biaya perawatan kesehatan pun Indonesia berada di bawah Thailand dengan dana US$ 201,80 dan Malaysia dengan dana sebesar US$ 382,80. Pada 2003, Indonesia menghabiskan US$ 26,80 per kapita. Angka ini meningkat menjadi US$ 95 tahun 2011.
Dari jumlah keseluruhan perawatan kesehatan pada tahun 2011 tersebut, sekitar 34,1 persen dibiayai dari lembaga sektor publik dan 65,9 persen oleh sektor privat. Sementara itu, 75,7 persen pengeluaran sektor privat merupakan pengeluaran out of pocket.
Vish mengatakan bahwa Indonesia cukup tertinggal namun masih memiliki peluang untuk berkembang dan menyusul negara-negara lain. Selain teknologi yang harus diperbaharui agar Indonesia menjadi tujuan destinasi pariwisata medis.
“Pemerintah pun perlu mengadopsi standar HIPAA (Health Insurance Portability and Accountability Act). Standar tersebut digunakan oleh beberapa negara maju khususnya yang telah mengintegrasikan e-Health untuk melindungi data rekam medis pasien,” tambahnya. (EVA)