Book Review

Mengambil Keputusan ala Presiden AS

Mengambil Keputusan ala Presiden AS

Judul : Decision Points

Penulis : George W. Bush Penerbit : Crown, 9 November 2010

Tebal : 512 halaman

“You have to do what you think is right and accept the consequences. I tried to do that every day in my eight years in office”

Pertama-tama, buku best-seller yang telah dicetak 1,85 juta eksemplar ini lebih dari sekadar buku biografi ataupun buku politik. Buku ini mengandung sejumlah hikmah manajemen, kepemimpinan dan pengambilan keputusan yang dapat dipetik oleh semua pembacanya, termasuk dari kalangan bisnis dan profesional.

Di saat bersamaan, kita harus mengakui juga bahwa kepemimpinan George Bush merupakan salah satu kepemimpinan yang paling kontroversial di dunia sampai beliau pernah dilempari sepatu. Dengan demikian, dibutuhkan pikiran yang terbuka sewaktu membaca buku ini untuk mendapatkan perspektif baru dalam kepemimpinan dan manajemen. Bush sendiri mengakui tidak semua keputusannya benar. “I believe I got some of those decisions right and I got some wrong”. Demikianlah pengakuannya di bagian epilog buku ini.

Di bagian pengantar, Bush secara langsung menyatakan ada dua tujuan penulisan buku ini. Pertama, memberikan gambaran tentang kehidupan presiden selama delapan tahun. Kedua, memberikan perspektif mengenai mengambil keputusan dalam lingkungan yang kompleks. Semua keputusan presiden adalah keputusan yang sangat berat dengan konsekuensi yang memengaruhi nasib jutaan rakyat dengan pro dan kontra yang berimbang. Buku ini memaparkan bagaimana Presiden Bush menimbang opsi yang ada dan prinsip yang diikuti.

Bush juga mengatakan dengan jelas bahwa dia berharap perspektif yang ditawarkannya bermanfaat bagi kita dalam mengambil keputusan. Singkat kata, buku ini adalah mengenai bagian terberat dari pekerjaan apa pun: mengambil keputusan. Di sinilah, praktisi manajemen Indonesia dapat belajar teknik mengambil keputusan, manajerial dan kepemimpinan dari mantan pemimpin nomor satu di dunia.

Kepemimpinan yang besar semuanya dimulai dari kepemimpinan diri sendiri. Bush sendiri sangat menikmati alkohol. Dia pernah mabuk dan menanyakan kepada teman orang tuanya, “Bagaimana kehidupan seks sesudah berumur 50-an tahun?” Di sebuah titik kehidupannya, dia memutuskan tidak minum lagi. Keputusan tersebut merupakan salah satu keputusan terbesar yang pernah dibuatnya.

Presiden ke-43 Amerika Serikat ini telah menyadari pentingnya menstruktur dan menyusun staf organisasi dengan benar dari pengalaman bisnis, eksekutif baseball, gubernur dan dari ayahnya langsung. “Orang-orang yang Anda pilih mengelilingi Anda menentukan kualitas nasihat yang Anda terima dan cara tujuan Anda diimplementasikan”. Tantangan pertama sesudah pelantikan sebagai presiden adalah membentuk tim yang kohesif. Tantangan berikutnya, kapan harus me-reshuffle organisasi, bagaimana menerapkan manajemen perselisihan di antara staf, memilih kandidat terbaik di antara semua yang memenuhi kualifikasi, serta bagaimana menyampaikan berita buruk kepada orang yang kompeten dan telah berjasa.

Inilah cara Bush mengelola keputusannya tersebut: mendefinisikan diskripsi dan kriteria pekerjaan untuk kandidat yang ideal. Setelah itu, dia akan memulai pencarian secara luas dan mempertimbangkan opsi yang luas. Dari wawancara face-to-face langsung, Bush akan mengukur karakter, kepribadian, integritas, kompetensi, keegoisan, kemampuan mengatasi tekanan, selera humor, kerendahan hati dan kesadaran diri. Setelah itu, tugasnya adalah menciptakan budaya yang mendukung kerja sama tim dan loyalitas kepada negara.

Mantan Presiden AS dari partai Republik ini adalah seorang pemimpin yang sangat disiplin. Semua rapat dimulai tepat waktu. Baginya, tepat waktu merupakan hal yang paling mendasar untuk menjaga kinerja organisasi.

Bush menegaskan dan memberikan contoh akan pentingnya seorang pemimpin bertanya dan mendengarkan. Selain untuk mengklarifikasi persoalan, Bush juga memakai teknik pertanyaan untuk menguji pengetahuan staf ahlinya.

Kasus yang diutarakan adalah stem cell, sesuatu yang sangat kompleks. Sebelum mengambil keputusan, Bush memulai dengan mempertanyakan apa itu stem cell kepada sejumlah ahli. Dia akan mengklarifikasi guiding principle-nya dan mendengarkan ahli kedua belah pihak berdebat. Mendengarkan diskusi dan pandangan yang berbeda akan membantu mengklarifikasi opsi yang tersedia. Dari debat inilah, Bush akan mendapatkan kesimpulan sementara, dan mengujinya kepada pihak yang kompeten sebelum menfinalkannya.

Bush juga tidak mau mengambil keputusan di tempat, keputusan paling cepat hanya akan keluar keesokan harinya. Sesudah itu, dia akan menjelaskannya kepada rakyat AS mengenai keputusannya tersebut dan menetapkan proses untuk memastikan kebijakannya akan dijalankan.

Pentingnya ketenangan dari seorang pemimpin ditunjukkan Bush sewaktu pertama kali mendengarkan berita mengenai serangan 9/11. “The first step of any successful crisis response is to project calm”. Reaksi seorang presiden di saat krisis pasti akan direkam dan disiarkan ke seluruh dunia. Rakyat boleh syok, tetapi seorang pemimpin harus tetap tenang.

Dalam mengelola hubungannya dengan sesama pemimpin negara, Bush menegaskan pentingnya hubungan personal. Diplomasi personal berada pada prioritas tertinggi. Dia selalu mencoba mengenal personalitas, karakter dan masalah dari setiap pemimpin dunia. Prinsip ini dipelajari dari ayahnya, yang juga seorang presiden, serta dari Abraham Lincoln. “If you would win a man to you cause, first convince him that you are his friend”.

Terlepas dari dapat dibenarkan atau tidaknya serangan ke Irak dan Afganistan, presiden dari Texas ini membeberkan pemikiran dasarnya. Sejarah hanya akan mengetahui konsekuensi dari aksi yang kita lakukan, tetapi tidak mengambil aksi juga memiliki konsekuensi.

Dari badai Florida 2004 dan badai Katrina, Bush mengambil kesimpulan, persiapan penuh sebelum bencana merupakan hal yang sangat krusial untuk meraih respons yang sukses.

Pada saat mengetahui badai Katrina menuju New Orleans, Pemerintah AS telah mempersiapkan 3,7 juta liter air, 1,86 juta makanan siap saji dan 33 tim medis. Untuk menunjukkan keseriusannya dalam menangani bencana, Presiden tidak segan-segan turun tangan menghadiri briefing sekalipun yang bersifat level staf.

Buku ini juga mengutip hallmark kepemimpinan Presiden Lincoln yang menciptakan keterikatan yang kuat dengan tentara lapangannya. Dalam masa kelam peperangan, Lincoln banyak menghabiskan waktu bersama tentara yang terluka di Washington.

Buku ini dibagi berdasarkan tema, misalnya personel (bab 3), Irak (bab 8) dan Katrina (bab 10). Pembagian berdasarkan tema ini memudahkan pembaca melihat proses pemikiran Bush dalam mengambil sebuah keputusan besar yang memengaruhi nasib jutaan rakyat AS dan juga arah dunia. Dengan perkataan lain, buku ini dapat dianggap sebagai kumpulan studi kasus pengambilan keputusan.

Karena gaya bahasanya yang berupa story-telling dan sangat ringan, buku ini dapat dinikmati dengan santai ditemani secangkir kopi.

Bagi yang serius, tentu saja buku ini dapat dibaca dengan serius dengan mencatat berbagai pelajaran kepemimpinannya dalam jurnal.

Membaca buku setebal 500-an halaman jelas membutuhkan waktu dan usaha yang tidak sedikit.

Walaupun demikian, semua waktu dan usaha yang dihabiskan untuk menikmati buku ini tidak akan sia-sia. Tidak akan ada penyesalan untuk waktu tidak kurang dari 6 jam yang dibutuhkan untuk membacanya. Bukankah ini yang akhirnya akan menjadi parameter kualitas sebuah buku?(*)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved