Book Review Strategy

Seni Bercerita untuk Menang

Seni Bercerita untuk Menang

Judul : Tell to Win

Penulis : Peter Guber

Penerbit : Crown Publishing, 2011

Tebal : xiii + 255 halaman

Dalam DNA setiap manusia, ada ketertarikan untuk menceritakan ataupun mendengarkan cerita. Dalam risetnya perihal mirror neuron, Prof. Iacobani menemukan fakta menarik mengenai kekuatan cerita. Mirror neuron adalah neuron yang memungkinkan kita membaca lawan kita, baik secara fungsional maupun emosi. Emosi yang dihasilkan dari neuron ini mengakibatkan kita seolah-olah memasuki dan merasakan pengalaman orang lain. Pada saat kita menceritakan sebuah cerita dengan tatap wajah langsung, mirror neuron pendengar kita akan terbangkitkan sehingga mereka merasakan apa yang kita ceritakan. Hal ini akan memungkinkan pendengar untuk meniru, belajar, dan merasakan tujuan yang ingin dicapai melalui rasa empati dan koneksi. Dengan demikian, cerita akan membangkitkan pengalaman yang kuat dan empatik.

Buku ini adalah mengenai bagaimana memanfaatkan kekuatan cerita untuk memenangi tujuan yang ingin kita capai. Data dan statistik memberikan informasi, tetapi cerita memiliki kekuatan untuk mengerakkan hati, pikiran, bahkan kaki dan dompet pendengarnya. Berita baiknya, kita tidak membutuhkan gelar, uang atau privilese tersendiri untuk memiliki kemampuan tersebut.

Peter Guber, penulis buku ini, memiliki latar belakang yang penuh cerita. Selain sebagai mantan CEO Polygram Entertainment dan CEO Sony Pictures, dia juga produser film terkenal seperti Gorillas in the Mist dan Batman, pemilik tim NBA Golden State Warriors, kontributor Harvard Business Review, serta profesor di University of California at Los Angeles. Sewaktu melihat balik perjalanan hidupnya, Peter mengatakan bahwa kemampuan dia akan telling to win untuk memengaruhi konsumen, karyawan, pemegang saham, media dan mitra merupakan sumber kesuksesannya.

Wolfgang Puck, pemilik jaringan restoran fine dining, memakai cerita dalam memotivasi karyawan dalam hal jaminan kualitas. Wolfgang selalu mengatakan kepada karyawannya bahwa setiap malam di restonya adalah opening night. Bagi karyawannya, ini adalah call to action. Bagi konsumennya, ini adalah sebuah cerita bahwa mereka akan merasakan pengalaman makan seperti opening night setiap kali mereka makan di resto tersebut. Pada gilirannya, mereka akan menceritakan pengalaman opening night-nya lagi kepada teman-temannya.

Sebuah cerita harus memiliki struktur sehingga tujuan kita dapat tercapai. Bagian depan cerita menjelaskan tantangan atau masalah kita, bagian tengah mengenai perjuangan dalam menghadapi tantangan tersebut, dan bagian akhir adalah mengenai resolusi yang membangkitkan pendengar kita untuk beraksi. Sebuah cerita juga harus memiliki ketertarikan, tujuan atau masalah yang sama antara pembicara dan pendengarnya. Hal ini akan membangkitkan empati pendengarnya sekaligus memudahkan pendengarnya mengerti cerita tersebut.

Dalam menyampaikan cerita, persiapan adalah hal yang paling penting. Executive search Bill Simon mengatakan bahwa kurangnya persiapan merupakan alasan utama mengapa kandidat eksekutif gagal dalam wawancara. Arogan dan rasa percaya diri yang tinggi yang menyebabkan para eksekutif berpikir bahwa mereka tidak membutuhkan persiapan. Demikian pula halnya dalam bercerita untuk memengaruhi. Persiapkan dengan matang, tunjukkan keotentikan dan keserasian, masukkan unsur emosi dalam cerita, tertariklah terhadap apa yang menarik bagi pendengar, dan antisipasi prejudice pendengar yang dapat membajak cerita kita.

Pengalaman yang kita rasakan atau saksikan langsung merupakan bahan baku yang paling baik untuk cerita kita. Gunakan metafora, analogi, narasi buku, video atau sejarah untuk memasukkan unsur emosi. Pada saat masuk sebagai CEO Six Flags, salah satu jaringan theme park terbesar di dunia, Mark Shapiro harus menghadapi utang US$ 2 miliar dan reputasi yang menurun. Mark merumuskan misi Six Flags dengan menceritakan masa kecilnya yang melihat Six Flags sebagai Disneyland di halaman belakangnya. Mark juga memakai video klip dari film The 40-Year-Old Virgin, The Godfather, Rocky, dan sebagainya untuk memprovokasi emosi karyawannya. Emosi seperti ini yang diiinginkan Mark dialami pengunjungnya, baik sensasi fisik maupun roller-coaster emosi.

Tell to win adalah sebuah dialog, bukan monolog. Tell to win adalah mengenai attitude (sikap/perilaku), bukan aptitude (keahlian). Bagaimana kita mendengarkan sama pentingnya dengan bagaimana kita menceritakan. Sebagai storyteller, kita harus mendengarkan pendengar kita dengan semua indera kita, mengukur emosi, perhatian dan daya tarik pendengar kita setiap waktu. Semakin kita mendengarkan pendengar kita dengan rasa empati, mereka akan semakin tertarik pada cerita kita sehingga semakin besar kemungkinan mereka akan berubah ataupun bertindak sebagaimana yang kita harapkan. Kita juga harus siap menghilangkan script kita bila situasi memaksa demikian.

Berdayakan pendengar kita untuk menceritakan cerita kita kepada lingkungannya. Ciptakan efek multiplier dengan memiliki sejumlah pendengar inti yang akan menyampaikan cerita kita. Sesudah ditolak oleh jaringan toko buku Borders, Traversy, pendiri penerbit Barefoot Books, melakukan penjualan sendiri. Cerita yang dikembangkan Barefoot adalah mengenai dua ibu dengan anak yang memperhatikan kualitas buku anak-anak dengan mempertimbangkan kualitas perkataan dan ilustrasinya. Mereka juga mengembangkan program Living Barefoot Ambassador di mana para ibu dapat bekerja dari rumah sambil menjual buku-buku Barefoot. Singkat kata, Barefoot adalah mengenai koneksi, komunitas, membaca, berbagi, kreativitas dan kesadaran. Cerita ini berkembang terus-menerus karena cerita yang diceritakan para ambassador adalah cerita dari pendiri Barefoot yang difilter melalui pengalaman para duta tersebut.

Buku ini sendiri memakai pendekatan cerita untuk mengajarkan seni memakai cerita untuk memenangi hati pendengar. Banyak cerita yang berlatar belakang bisnis dan banyak juga cerita yang penuh humor. Sewaktu menonton film Rain Man di bioskop Chiang Mai, Peter terkejut melihat bahwa bayangan orang lewat ternyata ada dalam film (yang berarti film tersebut adalah bajakan!). Peter kemudian berkunjung kepada Raja Thailand. Terkesima dengan baju seseorang, Peter mengira orang tersebut adalah Raja sebelum disadarkan bahwa orang tersebut adalah pengawal dan Raja sesungguhnya berada di sisi lain dalam ruangan tersebut. Setelah menceritakan keluhannya, Raja menceritakan bahwa dia mengetahui ada raja yang mengeluarkan rekaman musiknya. Sebanyak 65 ribu keping laku terjual di negaranya sendiri, tetapi 55 ribu adalah bajakan dan raja yang karyanya dibajak tersebut adalah Raja yang sedang berbicara dengan Peter.

Distance inevitably puts me at a disadvantage. Demikianlah hasil refleksi Peter. Apabila memang sangat penting, dia akan berjalan, mengemudi atau terbang agar bisa bertemu wajah dengan pendengarnya. Pause, kontak mata, bahasa tubuh, dan bahasa isyarat pada saat bertemu akan membuat pendengar merasakan “Saya mengerti ceritamu, saya mau berinventasi dalam dirimu”. Jangan mengandalkan state-of-the-art technology dalam berhubungan dengan manusia, tetapi andalkan state-of-the-heart.

Di bagian depan, Peter mengatakan misi buku ini adalah untuk menjadi catalyst, coach dan champion untuk meningkatkan kemampuan storytelling kita. Sesudah membaca buku ini sampai selesai, kita akan dengan mudah menyimpulkan bahwa misi buku tersebut tercapai dengan baik. Tak mengherankan, buku yang mendapat kata sambutan dari mantan Presiden AS Bill Clinton ini sempat menjadi best-seller nomor 1 di The New York Times.

Tell to win. Use it well. Use it purposefully. Use it to your greatest advantage.(*)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved