Management Strategy

FLPP 2016 Capai Rp10 Triliun

FLPP 2016 Capai Rp10 Triliun

Data Bappenas dan BPS menunjukkan, hingga tahun 2014 lalu masih ada backlog (selisih kebutuhan/permintaan dan pasokan) perumahan rakyat sebesar 13, 5 juta unit berdasarkan konsep kepemilikan. Dari data tersebut, menurut Direktur Perencanaan Pembiayaan Perumahan, Direktorat Jendral Pembiayaan Perumahan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Ir. Poltak Sibuea, M.Eng.Sc, bisa menjadi kunci untuk tiga masalah pokok perumahan rakyat.

Pertama, sekitar 60 % dari 13,5 juta unit tersebut adalah mereka (masyarakat) yang berpenghasilan di bawah Rp2,6 juta per bulan, sehingga mereka hanya mampu menyewa rumah, tetapi umumnya rumah dengan kondisi tidak layak huni. Sebagian dari mereka juga ada yang menghuni rumah milik sendiri tetapi juga tidak layak huni. “Mereka ini menjadi tanggungjawabnya pemerintah, bukan pengembang perumahan,” ujar Poltak.

Solusi yang disediakan pemerintah adalah program bedah rumah dan atau membangun unit baru baik rumah susun maupun rumah sangat sederhana.

Ir Poltak Sibuea, M.Eng, Direktur Perencanaan Pembiayaan Perumahan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat

Ir Poltak Sibuea, M.Eng, Direktur Perencanaan Pembiayaan Perumahan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat

Sementara itu, sekitar 30 % dari 13,5 juta unit tadi adalah kebutuhan dari kelompok masayarakat yang berpenghasilan sampai dengan Rp 5,2 juta per bulan, “Kebutuhan mereka ini bisa dilihat sebagai potensi pasar bagi pengembang perumahan dan juga tanggung jawab pemerintah karena mereka masih berhak mendapatkan bantuan subsidi dengan pola FLPP,” jelas Poltak.

Kelompok masyarakat ini, kebutuhannya mencapai 7,5 juta unit per tahun. Melalui pola fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) yang sudah berjalan sejak 2010 lalu pemerintah memberikan subsidi sebesar 90 % bagi pembangunannya, sehingga bank penyalur kredit hanya menanggung 10 %.

Tetapi, menurut Dadang, pada tahun 2015 lalu dari alokasi dana FLPP Rp 5,1 triliun hanya mampu membiayai 80 ribu unit rumah saja, masih jauh dari dari total kebutuhan yang mencapai 7,5 juta tersebut. Pada tahun 2016, pemerintah akan alokasikan Rp 10 triliun FLPP yang diprediksi akan mampu membiayai hingga 200 ribu unit.

Guna mewujudkan pencapaian Program Sejuta Rumah, Kementerian Pekerjaan Umum dan Pekerjaan Rumah (PUPR) melalui Ditjen Pembiayaan Perumahan menawarkan bantuan pembiayaan melalui skema Bantuan Uang Muka (BUM) dan Subsidi Selisih Angsuran (SSA) bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), yang bermaksud memiliki rumah dengan fasilitas Kredit Pemilikan Rumah (KPR).

Pemberian BUM dan SSA itu dilakukan karena Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) masih mengalami kendala memperoleh rumah melalui KPR karena kesulitan menyediakan uang muka. BUM diberikan kepada MBR yang memiliki Surat Penegasan Persetujuan Penyediaan Kredit (SP3K) KPR bersubsidi dan memiliki keterbatasan dalam melunasi uang muka yang dibuktikan dengan surat pengakuan kekurangan bayar uang muka KPR bersubsidi dari MBR kepada pengembang.

Untuk tahun 2016, lanjut Dirjen Pembiayaan Perumahan itu, telah dialokasikan BUM sebesar Rp 1,2 triliun untuk 306.000 unit rumah, serta Subsidi Selisih Bunga (SSB) sebesar Rp 2,039 triliun (termasuk untuk membiayai tahun ke-2 SSB) untuk memfasilitasi 386.644 unit rumah.

Saat ini menurut data PUPR, terdapat 100 juta atau 40% penduduk Indonesia yang tidak memiliki kemampuan untuk membeli rumah layak huni. Disisi lain, masih ada sekitar 25 ribu penduduk yang tidak memiliki rumah. 40% atau sekitar 200 juta penduduk punya kemampuan tapi harus dibantu. Sisanya, hanya 20% yang mampu membeli sendiri, namun dengan cara mengangsur (bukan cash). Sementara belanja sektor perumahan sangat kecil yakni antara 0,5 – 1 % dari PDB. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved