Management Strategy

Ini Dia “Penyakit” yang Mematikan Desa Wisata

Ini Dia “Penyakit” yang Mematikan Desa Wisata

Konsep wisata tematik sedang tren saat ini. Wisatawan lokal maupun mancanegara terus mencari sesuatu yang baru dari kunjungannya ke Indonesia dan negara-negara lainnya di Asia. Uniknya budaya setempat menarik perhatian para pelancong untuk datang. Itulah kenapa pemerintah memberi perhatian lebih pada pengembangan desa wisata di Tanah Air.

Untuk meningkatkan animo warga menggali potensi budaya setempat, pemerintah daerah gencar menggelar ajang Festival Desa Wisata. Misalnya, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisatanya yang menetapkan Desa Wisata Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara sebagai Desa Wisata Terbaik 2014.

Satu persatu desa wisata baru pun bermunculan. Dukungan pemerintah dari sisi infrastruktur utama, dan bantuan swasta untuk infrastruktur pendukung seperti hotel, agen perjalanan, dan lainnya akan menjadikan desa wisata lebih mandiri. Kedatangan turis lokal maupun asing berdampak positif pada kenaikan pendapatan asli daerah (PAD).

Namun, Wakil Dekan Prasetiya Mulya Business School, Agus W. Soehadi mengingatkan adanya penyakit mematikan yang membuat desa wisata tak bisa berkembang, yakni minimnya kapasitas dan kesadaran warga setempat. “Penyebabnya, bisa karena takut dieksploitasi, hanya dijanjikan tanpa bukti. Mereka tak tertarik pada sesuatu yang sifatnya abstrak,” katanya.

Agus W. Soehadi

Agus W. Soehadi

Menurutnya, setiap desa wisata memiliki kelompok sadar wisata (Pokdarwis). Merekalah yang harus berada di garda terdepan. Jika terlalu mengakomodir kultur dari luar, keunikan desa wisata tidak akan terlihat. Akibatnya, tak banyak lagi turis lokal maupun asing yang tertarik berkunjung. Di sinilah, pentingnya peran kepala adat.

Kerjasama Pokdarwis dengan swasta dan pemda juga penting, terutama untuk membuat desain strategi pengembangan desa wisata. Dengan begitu, wisatawan tak hanya datang berkunjung, tapi juga mengeluarkan uang untuk setiap program wisata yang ditawarkan seperti kuliner, kerajinan tangan khas daerah, dan lainnya.

Beberapa pemda tampak antusias mengembangkan konsep desa wisata, sementara yang lain masih belum tertarik. Jika dijalankan dengan serius, pengembangan model wisata ini akan meningkatkan PAD. Menurut Agus, banyak pemda terjebak pada target kunjungan turis asing. Padahal, Indonesia dengan jumlah penduduk sekitar 250 juta jiwa adalah pasar yang juga harus dikembangkan.

“Ini pasar yang besar. Bagaimana cara menarik uang mereka keluar. Bisa lewat produk kerajinan khas daerah, kuliner, dan lain-lain. Pasar tradisional harus menjadi bagian destinasi wisata,” katanya.

Untuk mendorong pengembangan desa wisata, pemerintah harus memberi informasi yang jelas tentang destinasi wisata secara rinci. Dengan demikian, para wisatawan lokal maupun asing bisa dengan mudah berkunjung. Pemerintah juga harus memberikan semacam insentif kepada setiap tour guide yang datang. Selama ini, hanya pemilik toko atau tempat wisata yang memberikan insentif sejenis.

“Yang membedakan Malaysia dan Indonesia adalah bagaimana cara berpromosi dan siapa saja yang berpromosi. Perdana Menteri Malaysia berpromosi secara langsung untuk Visit Malaysia 2015. Hebatnya lagi, mereka juga menyekolahkan penduduknya untuk mendapatkan tenaga profesional di bidang pariwisata,” katanya.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved