Management Strategy

Jaga Rupiah, BI Mesti Hati-Hati

Jaga Rupiah, BI Mesti Hati-Hati

Seperti mata uang lainnya, nilai tukar rupiah masih bergejolak terhadap dolar AS. Dari data Bank Indonesia (BI), depresiasi nilai tukar yang terjadi pada periode Desember 2014-Maret 2015 mencapai 6%. Executive Director Mandiri Institute, Destry Damayanti mengatakan, BI perlu hati-hati dalam menjaga stabilitas kurs rupiah. “Rusia sampai mengorbankan US$ 85 miliar, tapi tetap tak bisa mengangkat nilai rukarnya. Malaysia sampai harus menghabiskan lebih dari US$ 20 miliar, tapi tetap saja ringgit terpuruk. Artinya, pasar tidak bisa dilawan,” katanya.

Menurutnya, pemerintah, BI, dan Otoritas Jasa Keuangan perlu segera menyusun strategi jitu untuk mengatasi suplai dolar di dalam negeri. Pada tahun 2005, kebutuhan dolar untuk ekspor-impor hanya sekitar US$ 5 miliar per bulan. Kini, angkanya naik tiga kali lipat menjadi US$ 15-16 miliar. Repatriasi pendapatan naik dari US$ 3 miliar pada 2004 per kuartal, kini naik menjadi US$ 7-8 miliar per tiga bulannya. “Kebutuhan dolar untuk pembayaran utang valas juga semakin tinggi. Jadi, dari sisi jumlah kebutuhan dolar semakin meningkat, tapi yang tersedia di pasar terbatas. Itu kenapa rupiah sangat rentan,” ujarnya.

Salah satu kebijakan yang perlu dikaji adalah mempertimbangkan kembali Undang Undang Devisa Bebas dan menerapkan sistem nilai tukar bebas secara selektif. Destry mencontohkan kebijakan Malaysia, Thailand, dan India yang mengharuskan eksportir menyimpan valas di bank domestik dan mengkonversi valas ke mata uang nasional dalam periode tertentu.

Executive Director Mandiri Institute, Destry Damayanti

Executive Director Mandiri Institute, Destry Damayanti

Dari data PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), total kepemilikan asing di saham masih mendominasi yakni 65% atau sebesar Rp 1.864,9 triliun hingga kuartal IV-2014. “Kita juga harus mempercepat penerbitan instrumen investasi jangka panjang, seperti obligasi infrastruktur dengan insentif yang menarik untuk menarik modal jangka panjang,” katanya.

Dari data BI, cadangan devisa per akhir Maret 2015 turun US$ 3,9 miliar menjadi US$ 111,6 miliar dari posisi bulan sebelumnya sebesar US$ 115,5 miliar. Gubernur BI Agus Martowardojo pernah mengatakan cadangan devisa turun lebih karena adanya pembayaran utang jatuh tempo dan intervensi pasar untuk menstabilkan nilai tukar rupiah.

Rencana penghentian stimulus dari Bank Sentral Amerika Serikat (tapering off) memicu migrasi besar-besaran dolar AS dari pasar keuangan global, termasuk dari Indonesia. Dolar AS yang pulang kampung tersedot spekulasi rencana The Fed inilah yang membuat hampir semua mata uang dunia terkapar.

Sepanjang Maret 2015, tekanan terhadap rupiah memang cukup berat sebagai dampak dari rencana kenaikan suku bunga The Fed. Faktor lainnya adalah sehubungan akan dimulainya quantitative easing di Eropa. Untuk saat ini, The Fed masih menunda kenaikan suku bunga dan menyebabkan investor kembali meminati aset-aset di negara berkembang, termasuk Indonesia. Dampaknya, nilai tukar rupiah bergerak menguat.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved