Management Strategy

Kredit Perikanan Minim karena Bank Sangat Hati-hati

Kredit Perikanan Minim karena Bank Sangat Hati-hati

Perbankan perlu memperbanyak analis kredit yang yang paham betul tentang sektor perikanan. Dengan begitu, perbankan bisa lebih memahami kultur sektor perikanan guna menghasilkan skema khusus pembiayaan di sektor itu tanpa berakhir dengan kredit macet. Ketua Harian Asosiasi Pengusaha Ikan dalam Kemasan (APIKI) Ady Surya mengatakan, jumlah sumber daya manusia (SDM) perbankan yang mumpuni akan sektor perikanan sangat minim. Padahal, SDM seperti itulah yang tahu betul seluk belum sektor perikanan.

Dampaknya, sampai saat ini banyak bank yang masih bertanya-tanya negara maritim dan bahari seperti apa, potensinya seberapa besar, bagaimana kemampuan teknologinya, seperti apa kelayakan bisnisnya, proses penangkapan seperti apa, kondisi industri bagaimana, seperti apa pabrik besar dan kecil di perikanan. “Ini dari pengalaman saya melakukan pelatihan industri perikanan dengan salah satu bank BUMN yang dihadiri analis kredit mereka, ternyata SDM perikanan di bank kurang,” kata dia.

Menurutnya, sektor perikanan jauh berbeda dengan sektor lainnya karena sifatnya yang tergantung musim. Dalam hitungan di sektor perikanan, setahun ada musim angin buruk 2-3 bulan, tiap bulan ada satu minggu terang bulan, artinya ikan tidak ada dan nelayan tidak melaut. Jadi, hanya tujuh bulan dalam setahun waktu yang bisa digunakan untuk menangkap ikan, belum terpotong hari raya. Padahal, kredit bank secara normal harus dibayar 12 bulan. “Kalau pas paceklik, nelayan ditagih, ya berantem. Dengan memahami ini, bank akan menggunakan skema khusus. Misalnya, saat tangkapan banyak, cicilan kredit dinaikan, mereka (nelayan) mau kok,” kata dia.

Ketua Harian Asosiasi Pengusaha Ikan dalam Kemasan (APIKI) Ady Surya

Ketua Harian Asosiasi Pengusaha Ikan dalam Kemasan (APIKI) Ady Surya

APIKI berharap semua bank bisa menjalankan skema khusus pembiayaan yang ramah bagi nelayan. “Jangan hanya galangan kapal yang didukung bank, tapi juga nelayannya. Bank harus paham kultur perikanan, sekarang ini masih kurang dipahami sehingga nelayan sering terjerat utang,” ujarnya.

Dari data yang dihimpun SWA, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan kredit maritim untuk sektor kelautan dan perikanan (KP) sampai akhir 2014 baru mencapai Rp 17 triliun, itupun sebagian besar untuk modal kerja. Padahal, total kredit yang disalurkan perbankan untuk sektor maritim mencapai Rp 85 triliun pada periode yang sama, atau 2,38% dari total kredit perbankan.

Deputi Komisioner Bidang Pengawasan Perbankan OJK Irwan Lubis menyatakan, rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) di sektor KP saat ini sebenarnya sudah cukup membaik, rata-rata 3-3,5%. Pada 2010, NPL di sektor KP masih di atas 5%, sedangkan NPL ideal di kisaran 2-2,5%.

Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman Hadad yakin program poros maritim dunia yang dicanangkan pemerintahan Jokowi-JK akan meningkatkan kepercayaan perbankan pada sektor KP. Untuk meningkatkan kredit di sektor KP, OJK bersama pengusaha yang tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri (Kadin) akan membentuk sejumlah kelompok kerja di sektor KP guna mengevaluasi beberapa usaha perikanan yang layak mendapat fasilitas pembiayaan.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved