Management Strategy

Krisis Ekonomi, Pelajaran Berharga untuk Indonesia

Krisis Ekonomi, Pelajaran Berharga untuk Indonesia

Indonesia sudah dua kali didera krisis ekonomi. Pertama, tahun 1997 silam yang begitu menguras keuangan negara seiring banyaknya bank yang harus diselamatkan. Berikutnya, Indonesia harus kembali menghadapi krisis tahun 2008 meskipun dampaknya tak sebesar yang pertama.

Dosen di Magister Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UGM, Widigdo Sukarman mengharapkan Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Indonesia merapatkan barisan untuk menghalau krisis yang bisa datang lagi dengan tiba-tiba. Beberapa tanda yang bisa menjadi lampu kuning adalah meningkatnya tekanan terhadap likuiditas perbankan saat ini. Tanda lainnya adalah melemahnya nilai tukar rupiah.

“Kualitas kredit menurun. Demikian juga CAR terus merosot. Risiko kini terpusat di bank-bank besar. Kita semua berharap krisis 1997 dan 2008 tak terulang. Jangan sampai baru melakukan pembenahan setelah krisis berlangsung,” ujarnya.

Pemerintah, berikut BI dan OJK mesti belajar dari krisis 1997 yang dipicu meluncurnya Paket Januari 1983 dan Paket Oktober 1988 berupa deregulasi di sektor perbankan. Kehadiran banyak bank baru saat itu tak dibarengi dengan peningkatan jumlah staf pengawasan. Minimnya pengawasan membuat alarm terjadinya krisis tak terdeteksi.

“Setiap pengeluaran paket kebijakan harus disertai dengan tindak lanjut yang memadai, terutama dari sisi pengawasan. Apalagi, industri perbankan saat ini kian terbuka seiring globalisasi. Krisis 2008 yang muncul dari Thailand pun akhirnya terasa dampaknya di Indonesia,” katanya.

Deputi Bidang Pengawasan OJK, Mulya E Siregar (Foto: IST)

Deputi Bidang Pengawasan OJK, Mulya E Siregar (Foto: IST)

Deputi Bidang Pengawasan OJK Mulya E Siregar menilai likuiditas perbankan nasional masih normal, belum terpengaruh pelemahan rupiah terhadap dolar AS. Pihaknya akan terus berada di pasar agar bisa segera mengambil tindakan bila diperlukan. “Kami terus mengamati. Di sisi itu, overall masih oke. Kami adalah pengawas bank. Kalau bank kena, kami yang akan memberi obat,” ujarnya.

Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Tirta Segara menjelaskan CAR perbankan tercatat sebesar 20,84% hingga Januari 2015. Angkah itu meningkat dibanding bulan sebelumnya di level 19,4%. “Angka itu juga jauh di atas ketentuan minimum, yaitu 8%,” katanya. Rasio kredit bermasalah (NPL) juga masih terjaga di level 2%, tak meningkat dibanding bulan sebelumnya.

Menurut Mulya, OJK telah siap melakukan pengawasan terintegrasi berdasarkan risiko serta menerapkan manajemen risiko serta tata kelola terintegrasi. “Saat ini, sudah ada 32 konglomerasi keuangan di Indonesia. Untuk tahap pertama, OJK sudah mengawasi 16 konglomerasi,” katanya. Konglomerasi keuangan adalah lembaga jasa keuangan yang berada dalam satu grup atau kelompok karena keterkaitan kepemilikan dan/atau pengendalian.

Total aset yang dikelola oleh industri jasa keuangan di Indonesia mencapai Rp 5.300 triliun dan terus bertambah, dimana grup-grup konglomerasi keuangan menguasai sekitar 70% dari total aset tersebut. Artinya, lebih dari Rp 3.700 triliun dana dimiliki oleh 32 kelompok usaha konglomerasi keuangan tersebut.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved