Management Editor's Choice Strategy

Desa Wisata Krebet Tonjolkan Batik Kayu

Desa Wisata Krebet Tonjolkan Batik Kayu

Desa wisata tak harus identik dengan keindahan alam. Modal ketrampilan yang dimiliki masyarakat bisa menjadi daya tarik tersendiri yang layak jual. Seperti halnya yang terjadi di Desa Wisata Krebet.

Membatik pada umumnya menggunakan media kain dan menghasilkan aneka produk batik tulis maupunn cap yang bernilai seni tinggi. Tapi tidak demikian dengan warga yang ada di Dusun Krebet, Senadangsari, Pajangan, Kabupaten Bantul ini. Sebagian besar warga dusun ini, berprofesi sebagai pembatik, tapi media yang mereka gunakan adalah kayu, bambo dan kulit.

Kemiskidi dengan kreasi aneka kerajinan batik kayu

Kemiskidi dengan kreasi aneka kerajinan batik kayu

Industri kerajinan batik kayu di Krebet, sudah dirintis sejak tahun 1970-an silam. Pada awalnya, produk mereka masih terbatas pada topeng dan wayang saja. Tapi seiring perkembangan kemampuan yang dimiliki, mereka kini telah menghasilkan aneka karya seni, yang jumlah itemnya mencapai ribuan. Produk yang dihasilkan memang beraneka ragam, mulai dari tempat tisu, lemari, meja, patung, topeng, hewan-hewan, dll.

Produk kerajinan batik kayu asal Krebet ini, telah tersebar ke mana-mana. Tak hanya pasar lokal, tapi hingga manca negara. Untuk pasar lokal, produk mereka sebagian besar masuk ke gallery-gallery seni yang ada di Indonesia. Bali adalah salah satu pasar terbesar produk dari Krebet tersebut.

Berbeda dengan membatik di atas kain, proses membatik dengan media kayu tentu akan membutuhkan keterampilan tersendiri. Karena polanya dibuat secara manual, bukan dicetak, maka membatik dengan media kayu membutuhkan tingkat ketelitian yang tinggi.

Batik yang dihasilkan juga tidak asal-asalan, karena ada moti yang harus dianut seperti batik kain. Saat ini, moti yang banyak dihasilkan antara lain, parangrusak, parangbarong, kawung, garuda, sidorahayu, sidomukti, dan motif lainnya.

Berbagai produk kerajinan yang dihasilkan oleh warga Krebet adalah seperti topeng, wayang, almari, asesoris rumah tangga, patungkayu, kotakperhiasan, danhiasan batik kayu lainnya dengan kisaran harga mulai dari yang murah hingga jutaan. Untuk pemasarannya pun tidak hanya di dalam negeri, tetapi telah merambah pasar mancanegara.

Desa wisata Krebet juga menawarkan fasilitas homestay bagi wisatawan yang ingin mengenal lebih jauh tentang proses pembuatan kerajinan batik kayu atau sekedar ingin menikmati suasana alam pedesaan Krebet yang masih asri atau untuk belajar produksi pengolahan makanan atau kerajinan diluar batik, seperti pembuatan gula merah dan pembuatan pisau dapur. Tari homestay kisaran Rp 40.000 – 100.000 per malam.

Batik Kayu

Menjadi pengrajin, memang menjadi pilihan hidup warga dusun Krebet. Maklum mereka tinggal di kawasan perbukitan berbatu kapur. Mereka tak hanya mengandalkan hasil pertanian, karena tanah mereka hanya tanah tadah hujan. Mereka hanya bisa bertani bila musim penghujan tiba, itupun hasilnya tidak seberapa karena kondisi alam, dimana lebih banyak batu daripada tanahnya.

Dengan semangat mempertahankan kehidupan,sebagian warga akhirnya terjun ke kerajinan batik kayu. Meski lambat, batik kayu kini telah menjadi ikon Dusun Krebet. Saat ini, jumlah sanggar yang memproduksi batik kayu tercatat ada 58 lokasi. Sementara jumlah pengrajin yang terlibat mencapai 450 orang.

Dari ketrampilan yang dimiliki warganya dalam seni batik kayu, Krebet mulai mendapat perhatian dari warga di luar daerah. Dusun ini sering mendapat kunjungan mereka yang ingin melihat proses aktifitas para pengrajin maupun memesan produk secara langsung.

Karena semakin pengunjungnya semakin ramai, maka pada tahun 2002 Krebet dinobatkan sebagai DEsa wisata oleh Pemda Bantul. Sejak itulah, dilakukan berbagai penataan agar desa ini menjadi lebih menarik. Paket-paket wisatapun dipersiapkan. Tamu yang datang ke sini, pada umumnya rombongan pelajar. Mereka datang dari berbagai daerah dalam bentuk karya wisata.

Kemiskidi, salah satu pemilik sanggar yang juga menjadi pengelola Desa Wisata Krebet menuturkan, sejak diresmikan menjadi Desa Wisata, jumlah pengunjung yang datang wilayahnya terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

Kemiskidi menggambarkan, ada tiga Fase perjalanan Desa wisata Krebet. Fase pertama Tahun 1970-an yang merupakan fase perintisan, Kedua tahun 1990 yang merupakan fase perkembangan dan Ketiga Tahun 2000- Fase keramian karena mulai banyak pengunjung yang datang ke Krebet. “Karena itulah tahun 2002 kami memberanikan membentuk desa wisata,” kata Kemiskidi.

Secara pertumbuhan Desa Wisata Krebet memang terus mengalami peningkatan. Sebagai gambaran Tahun 2012, ada 18 ribu pengunjung, tahun 2013 ada 27 ribu pengunjung, sementara tahun 2014 mencapai 33 ribu pengunjung. Selama ini, tidak ada retribusi khusus bagi tamu yang masuk ke Krebet. Mereka baru ditarik biaya bila mengikuti paket yang telah disiapkan.

Saat ini, paket workshop pelatihan selama 3 jam masing-masing peserta ditarik Rp 30 ribu. Ini sebenarnya ongkos penggganti saja, karena peserta bisa membawa pulang hasil karya yang dibuatnya sendiri untuk kenang-kenangan. Paket lain adalah, Paket pelatihan 4 jam, dimana setiap peserta diminta mengganti bahan senilai Rp 80 ribu dengan minimal pesert 5 orang. Peserta akan mendapat pelatihan mulai dari membatik, membuat gula merah, pembuatan pisau dan jelajah wisata ke air terjun Pulosari yang jaraknya sangat dekat dengan lokasi. Ada juga paket 6 jam dengan biaya Rp 115 ribu untuk minimal 6 orang. Mereka akan mendapat pelatihan mengukir wayang, membuat gula merah atau

Sementara ada juga paket menginap yang telah disiapkan. Tarifnya Rp 235 rib. Mereka akan menginap di homestay. Pada siang harinya akan mendapat pelatihan membatik topeng, kesenian karawitan dan tari-tarian dan kuda kepang. Mereka juga disiapkan fasiltias pementasan seni hasil pelatihan. Peserta yang pentas akan direkam dengan video dan bisa dibawa pulang.

Yulianto ketua DEsa Wisata Krebet, menuturkan paket pelatihan tersebut menarik minat banyak sekolah dari berbagai daerah. Saat ini, Krebet telah menjadi langganan sekolah mulai dari TK hingga SMA dari berbagai kota di Indonesia. “Kami sudah menjadi bagian dari paket tour mereka bila ke Jogja,” kata Yulianto yang juga pemilik sanggar Yu-An ini. (***)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved