Management Strategy

Desa Wisata Yogyakarta Berbenah Ikuti Standar MEA

Desa Wisata Yogyakarta Berbenah Ikuti Standar MEA

Pengelola homestay dan desa wisata Pentingsari di Desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Sleman, Doto Yogantoro mengatakan, untuk memenuhi standar MEA, pengelola desa wisata harus memenuhi sejumlah hal.

Di antaranya kamar homestay desa wisata tidak boleh lebih dari lima. Selain itu, homestay desa wisata harus menyatu dengan pemilik rumah. Ini yang membedakan dengan pondok wisata dan hotel. “Ada interaksi dengan tuan rumah. Itu ciri khas homestay,” kata Doto, Kamis, 11 Februari 2016.

Standar homestay memasuki MEA itu telah ada di Kementerian Pariwisata. Tapi, standar itu belum disosialisasikan. Pelayanan homestay desa wisata juga harus memenuhi standar minimal, yakni penguasaan Bahasa Inggris. Kementerian Pariwisata telah menyiapkan pelatihan bahasa asing.

Menurut Doto, desa wisata Pentingsari menawarkan program tinggal bersama untuk tamu di rumah pemilik rumah dan menikmati keseharian masyarakat desa. Misalnya bertani. Ada juga kegiatan seni budaya. Di antaranya menari, membatik, bermain gamelan. Tamu juga bisa membuat kerajinan dan membuat kuliner bersama masyarakat. Mengamati keseharian masyarakat, kata Doto selama ini juga jadi unggulan wisata Malaysia.

Desa Wisata Pentingsari

Desa Wisata Pentingsari

Doto menyatakan homestay desa wisata punya standar harga yang tidak boleh seperti hotel. Dia menyayangkan banyaknya homestay di Yogyakarta yang menerapkan standar seperti hotel. Misalnya soal harga sejumlah homestay menerapkan harga Rp 700 ribu hingga Rp 1,5 juta.

Sedangkan homestay desa wisata rata-rata Rp 50 ribu-Rp 200 ribu. Harga itu untuk fasilitas menginap, makan. Sedangkan, bila tamu menginginkan paket wisata harganya bervariasi antara Rp 150 ribu-Rp 200 ribu. Paket ini sudah meliputi menginap, makan, dan kegiatan seni budaya.

Kepala Dinas Pariwisata DIY, Aris Riyanto mengatakan, desa wisata di daerah ini tumbuh pesat. Jumlah desa wisata bertambah dari 80 pada 2014 menjadi 112 pada 2015. Wisatawan asing banyak yang antusias melihat keseharian masyarakat pedesaan. Misalnya bertani, membajak sawah, dan membatik. “Kehidupan pedesaan diminati turis asing,” kata Aris.

Menurut dia, MEA membuat pengelola desa wisata harus bekerja keras untuk membenahi fasilitas yang mereka tawarkan untuk wisatawan. Misalnya kebersihan toilet. Pengelola desa wisata juga harus punya kemampuan Bahasa Inggris.

Aris menyatakan Pemerintah DIY menargetkan jumlah kunjungan turis asing sebanyak 274 ribu orang pada 2016. Sedangkan, pada 2015 jumlah kunjungan turis asing mencapai 254 ribu orang atau naik 17 persen dibanding tahun lalu. Urutan jumlah turis asing yang paling banyak berkunjung itu berasal dari Belanda, Jepang, Malaysia, Prancis, Amerika Serikat, Jerman, Australia, dan Korea Selatan.

Tempo


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved