Management Strategy

Ekonomi Melambat, Bisnis Cardig Tumbuh Tipis

Ekonomi Melambat, Bisnis Cardig Tumbuh Tipis

Cardig International berdiri pada tahun 1973 lewat kiprah para mantan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU). Saat itu airport internasional Indonesia pindah dari Kemayoran ke Halim Perdanakusuma. Para purnawirawan angkatan udara itu diberi kesempatan untuk mengelola gudang di Halim Perdanakusuma. Bisnis mereka mulai berkembang sejak tahun 1984 berbarengan dengan dibukanya Bandara Internasional Soekarno- Hatta, Cengkareng.

“Awalnya, kami memiliki 8 jenis bisnis, salah satunya dengan Mandala Airlines dan terakhir berpartner dengan Tiger Air dari Singapura. Namun, mereka menghentikan kerjasama. Sejak itu, kami mulai mengembangkan bisnis kami ke arah yang lain, seperti ground handling, maintenance, perawatan pesawat dan training pilot,” kata President & Chief Executive Officer Cardig, Diono Nurjadin.

President & Chief Executive Officer Cardig, Diono Nurjadin

President & Chief Executive Officer Cardig, Diono Nurjadin

Menurut dia, Cardig kini memiliki dua bisnis inti yakni jasa pendukung penerbangan, seperti ground handling, cargo handling, katering, perawatan, dan pelayanan lainnya untuk maskapai penerbangan. Kedua, adalah jasa training untuk pilot seiring bertambahnya jumlah pesawat di Indonesia. Kebutuhan pilot akan terus meningkat di masa yang akan datang seiring banyaknya maskapai, seperti Garuda Indonesia dan Lion yang telah memesan pesawat dalam jumlah cukup banyak.

“Untuk training ini, kami akan investasi di salah satu training centre yang sudah berdiri dan akan dikembangkan yang ada di daerah Cengkareng. Kami akan investasi di simulator untuk para pilot. Pilot setiap enam bulan harus refresh dan kembali ke simulator. Untuk menjadi seorang pilot dan mendapat surat ijin untuk mengendarai pesawat tertentu harus latihan di simulator,” katanya.

Pada tahun ini, pendapatan perseroan ditargetkan tumbuh 10-15% dibanding tahun lalu. Dengan kondisi ekonomi makro yang melambat seperti sekarang, target tersebut sulit tercapai. Bisnis penerbangan dan pendukungnya sangat bergantung pada kebijakan pemerintah dan kondisi makroekonomi. “Pertumbuhan pasti ada, tapi tampaknya akan slowdown dibandingkan tahun lalu. Semuanya tergantung policy pemerintah,” ujarnya.

Dia menjelaskan, Cardig juga masih fokus di jasa penerbangan lain, seperti katering pesawat. Kalau sebelumnya mereka memberikan layanan untuk maskapai ternama seperti Singapore Airlines dan Cathay Pacific, kini mereka fokus menggarap maskapai berbiaya murah (LCC). Maskapai jenis ini berkembang pesat seiring makin banyaknya konsumen kelas menengah yang memilih terbang bersama mereka. Umumnya, mereka memilih layanan yang efisien tanpa menghilangkan kualitas layanan.

Selain itu, Cardig juga memiliki lini bisnis untuk katering pesawat dan perusahaan tambang di daerah Kalimantan. Perusahaan tambang biasanya memiliki kamp yang berisi 1.000-2.000 pegawai dan lokasinya sangat jauh dari keramaian, bahkan sampai di tengah hutan. Untuk perusahaan tambang skala besar, Cardig bisa mendapatkan 100-200 orang untuk satu kontrak katering. Mereka juga membutuhkan layanan logistik yang memadai.

“Kami kuat di logistik, sehingga kami gabungkan dengan katering. Dari sana, kami mendapat margin tinggi. Selain mengelola makanannya, kami juga mengelola kamp-nya, maintenance, house keeping dan semua kegiatan yang dibutuhkan perusahaan tambang. Kami akan terus berinvestasi di lini bisnis ini,” ujarnya. (Reportase: Istihanah)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved