Entrepreneur

GDILab, Mainan Baru Billy Boen

GDILab, Mainan Baru Billy Boen

Selain berkesempatan menjadi pemimpin di banyak perusahaan, rupanya Billy Boen sangat antusias terhadap dunia teknologi. Salah satu yang buktinya adalah transformasi karya tulisnya Young On Top (YOT) yang menjadi best seller menjadi sebuah perusahaan YOT Digital Media Network lewat bendara PT YOT Nusantara.

Tidak hanya itu, memasuki usia yang ke 38 tahun, Billy terus mengepakkan sayap bisnisnya di ranah digital. Salah satu bendera bisnis yang ia kibarkan adalah PT Generasi Digital International (GDI Lab). Menurut pria berkaca mata itu, sejak dibangun pada tahun 2013, kehadiran GDILab diharapkan dapat menggapai visinya menjadi perusahaan yang bisa menolong para pelaku usaha untuk memaksimalkan potensi bisnis mereka melalui teknologi dan analitik data.

Billy Boen (dok Swa)

“Sebenarnya sudah lama saya passionate terhadap dunia teknologi. Namun, baru 3 tahun lalu mendapat mitra kerja yang tepat,” jelas Billy pada SWA Online lewat surat elektronik beberapa hari yang lalu.

Dari GDILab, lahir satu perusahaan bernama GNews. Ini adalah sebuah platform digital yang mampu mengumpulkan berbagai berita yang menjadi trending topik di media sosial dalam satu tempat. Dengan menggunakan mesin belajar teknologi analisis yang disebut Genesis, Gnews menjadi platform yang sangat mudah untuk mengumpulkan berbagai informasi dari berbagai media.

Selain Gnews, GDILab juga melahirkan sebuah platform analitik berbasis media sosial yang dinamakan GDI Analitycs yang ditargetkan untuk para UKM atau Koporat di Indonesia. Lewat sebuah mesin pintar yang bernama LEAP (Listen-Engage-Analyze-Predict) Technology, 80-90% proses analisa dikerjakan oleh mesin.

“Namun demikian, sentuhan manusia masih tetap diperlukan, khususnya untuk mengajarkan mesin (machine learning) untuk mengkurasi sentimen atau nada suara pada sosial media,” lanjut Billy.

Sehingga dalam prosesnya, mesin tersebut dapat mengumpulkan data segala ‘percakapan’ yang ada di media sosial. Lalu dari data tersebut dibuat struktur yang dapat dimengerti oleh manusia, menganalisa mana data yang berguna dan tidak berguna bagi klien. Kemudian memprediksi dan merekomendasikan agar sampai pada tahap action.

Billy mengklaim, bahwa mesin yang digunakan untuk analisa data dari media sosial tersebut adalah karya dari anak bangsa Indonesia.Ia juga mengklaim bahwa saat ini sudah ada ratusan mitra yang menggunakan GDI Analityc, baik secara langsung maupun melalui strategic partner.

Karena pertumbuhannya semakin besar, maka di tahun ini Billy bersama 20 tim nya akan memfokuskan GDI Analytic sebagai SaaS (software as a service) untuk pelaku UKM. Sebagai perusahaan analitik SaaS pertama dari Indonesia, Billy berambisi untuk membawa GDI Analitycs sebagai perusahaan yang mampu bersaing minimal di pasar Asia.

Bagi Billy di era sekarang ini, penggunaan big data adalah kunci dasar persaingan dan pertumbuhan perusahaan.Ia juga menjelaskan bahwa pemanfaatan big data secara terus menerus dapat meningkatkan margin perusahaan sebesar 60%.

Setiap keputusan, baik strategi pemasaran dan juga keputusan-keputusan taktis yang dibuat, seharusnya berdasarkan data-driven. Menurut Billy, data-driven seperti sebuah peta dalam sebuah perjalanan bisnis. Dengan memiliki peta tersebut, maka dapat menciptakan keputusan-keputusan yang tajam dan fokus pada masalah. Bukan berdasarkan asumsi yang dibuat.

Tidak hanya Gnews dan GDI Analitycs saja yang Billy kembangkan. PT YOT Nusantara juga sudah memiliki anak perusahaan bernama PT Top Karir Indonesia yang meluncurkan sebuah platform digital topkarir.com yang bergerak di bidang portal karir yang dikhususkan untuk anak muda Indonesia.

YOT sendiri sekarang sedang terus mengembangkan eksistensinya di dunia digital, diantaranya: meluncurkan platform pembuatan Curriculum Vitae (CV) secara gratis di cvcreator.youngontop.com, portal youngontop.com juga terus berbenah diri, dalam waktu dekat akan membuat aplikasi yang dapat menghubungkan semua YOTers di seluruh Indonesia.

“Bersama Rieke Caroline, saya juga mendirikan sebuah startup bernama www.buatkontrak.com lewat bendera PT Teras Perjanjian Digital. Yaitu sebuah platform digital yang memberikan jasa pembuatan dan peninjauan kontrak bagi UKM Indonesia dengan harga yang sangat terjangkau,” lanjut Billy.

Bagaimanapun juga membangun bisnis tentu ada saja kendalanya, sebagaimana yang Billy akui bahwa edukasi market adalah kendala terbesarnya dalam membangun GDI Lab. Memberikan informasi dan pemahaman kepada publik dan pelaku bisnis bahwa data adalah sebuah kebutuhan mendasar untuk bertindak, bersaing dan berinovasi adalah kendala tersendiri dalam pengembangan bisnisnya.

Dengan melakukan berbagai kerja sama dengan dengan berbagai departemen dan para digital agency sebagai strategic partner terkait edukasi dan training mengenai pemanfaatan sosial media analitik. Billy optimis kendala tersebut akan mudah diatasi.

Baginya, berasumsi terlebih dahulu sebelum mengambil tindakan adalah perkara yang sudah perlu lagi dipakai di era sekarang ini. Begitu juga sebelum action, harus mengandalkan Focus Group Discusion (FGD) atau pun survey. Sekarang ini adalah eranya untuk ‘mendengarkan’ seluruh percakapan yang ada di media sosial. “Bukan lagi mendengarkan segelintir orang sebagai sampling yang mungkin prosentasenya tidak sampai 1% dari penduduk Indonesia,” jelas Billy.

Mengenai investasi, alumni University of West Georgai, Amerika itu juga mengaku sejak awal berdiri GDI Lab, tidak ada investor. Namun, seiring berjalannya waktu, sekarang ini ada beberapa Angel investor yang mananamkan dananya di GDILab. Sayang, nilai investasinya tidak ia sebutkan.

Prinsipnya dalam berinvestasi, Billy tidak inginseperti kebanyakan startup lain yang fokusnya mencari funding demi menaikkan valuasi perusahaan. Billy lebih fokus untuk membuat produk yang bermanfaat bagi para pelaku usaha dengan bisnis model yang sangat jelas dari awal. Dan hasilnya? Di tahun ini GDI Lab sudah akan melewati Return on Investment (ROI) poinnya.

“Saat ini fokus kami mencapai 10-20 ribu project setiap bulan dengan masing-masing projek seharga minimal Rp500 ribu. Kalau ini tercapai, saya dan para shareholder sudah ‘cukup puas’ untuk terus kami miliki dan terus kami kembangkan. Namun kalau ternyata sampai ada yang ingin mengakuisisi, terbuka untuk negosiasi,” ungkap Billy membuka diri untuk akuisi perusahaan. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved