Management Strategy

Gebrakan OJK Dorong Pertumbuhan Ekonomi

Gebrakan OJK Dorong Pertumbuhan Ekonomi

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan kebijakan yang bertujuan menciptakan stimulus bagi pertumbuhan perekonomian nasional dengan menerbitkan dan menyesuaikan sejumlah peraturan di bidang perbankan, pasar modal dan industri keuangan non bank (IKNB).

Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad mengatakan kebijakan ini dikeluarkan OJK agar industri keuangan sebagai lokomotif bisa menarik rangkaian gerbong perekonomian nasional berjalan lebih cepat dan stabil guna meningkatkan kesejahteraan rakyat.

“Kebijakan-kebijakan ini diyakini akan mampu menjaga pertumbuhan kredit perbankan, pertumbuhan pasar modal dan perkembangan Industri Keuangan Non Bank agar bisa mendorong pertumbuhan ekonomi tetap tumbuh sesuai target,” kata dia dalam rilisnya.

Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad (kiri)

Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad (kiri)

OJK mengeluarkan 35 kebijakan dalam rangka mendorong stimulus perekonomian yang terdiri dari 12 kebijakan di sektor perbankan, 15 kebijakan di sektor Pasar Modal, empat kebijakan di sektor Industri Keuangan Non Bank (IKNB) dan empat kebijakan di bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen. Beberapa kebijakan ini bersifat temporer selama dua tahun dengan melihat perkembangan kondisi perekonomian ke depan.

Inilah 12 Kebijakan Baru di Sektor Perbankan: 1. Tagihan atau kredit yang dijamin oleh Pemerintah Pusat dikenakan bobot risiko sebesar 0 (nol) persen dalam perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) untuk risiko kredit; 2. Bobot risiko untuk Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) ditetapkan sebesar 75% dalam perhitungan ATMR untuk risiko kredit; 3. Penerapan penilaian “Prospek Usaha” sebagai salah satu persyaratan restrukturisasi kredit tanpa mempertimbangkan kondisi pasar maupun industri dari sektor usaha debitur; 4. Pelaksanaan restrukturisasi kredit sebelum terjadinya penurunan kualitas kredit; 5. Penurunan bobot risiko kredit beragun rumah tinggal non program pemerintah ditetapkan sebesar 35%, tanpa mempertimbangkan nilai Loan To Value (LTV) dalam perhitungan ATMR untuk risiko kredit; 6. Penurunan bobot risiko KPR Rumah Sehat Sejahtera (RSS) dalam rangka program Pemerintah Pusat Republik ditetapkan sebesar 20%, tanpa mempertimbangkan nilai Loan To Value (LTV) dalam perhitungan ATMR untuk risiko kredit; 7. Penurunan bobot risiko Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang dijamin oleh Jamkrida dapat dikenakan bobot risiko sebesar 50%; 8. Penilaian kualitas kredit kepada 1 (satu) debitur atau 1 (satu) proyek hanya berdasarkan ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga dinaikkan dari paling tinggi Rp 1 milyar menjadi paling tinggi Rp 5 milyar hanya didasarkan atas ketepatan pembayaran pokok dan atau/ bunga; 9. Penilaian kualitas kredit kepada UMKM dengan jumlah lebih dari Rp 5 milyar yang dikaitkan dengan peringkat penilaian Kualitas Penerapan Manajemen Risiko (KPMR) dan Peringkat Komposit Tingkat Kesehatan bank; 10. Penetapan kualitas kredit setelah dilakukan restrukturisasi; 11. Penetapan kualitas kredit setelah dilakukan restrukturisasi dengan tenggat waktu pembayaran (grace period) pokok, selama masa grace period; 12. Persyaratan Peringkat Komposit Tingkat Kesehatan bagi bank yang melakukan penyertaan modal dalam rangka: a) Pendirian perusahaan yang akan mengambil alih aset kredit bermasalah dari bank yang sama sepanjang kepemilikan bank maksimum 20% (dua puluh persen) dan tidak menjadi pengendali; atau b) Tambahan penyertaan untuk penyelamatan perusahaan anak berupa bank.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved