Management Editor's Choice Strategy

Handianto Tjokrosaputro, Pertahankan Ciri Indonesia di Batik Keris

Handianto Tjokrosaputro, Pertahankan Ciri Indonesia di Batik Keris

Batik Keris telah berdiri sejak 90 tahun yang lalu. Hingga kini, keindahan batik tak lekang ditelan zaman. Inovasi dan terobosan baru yang hadir mampu menjaga kehormatan batik sebagai warisan asli Indonesia. CEO Batik Keris, Handianto Tjokrosaputro mengatakan, perseroan dituntut untuk berevolusi dan mencipta terus-menerus karena berkaitan dengan model.

“Jika motif tradisional terus, lama-lama orang akan bosan. Kami harus menciptakan desain serta warna yang sesuai dengan tuntutan zaman, tanpa meninggalkan ciri khas ke-Indonesiaan. Disitulah tantangannya. Kami harus modern, tapi benang merahnya harus Indonesia,” kata pria lulusan SD Kanisius di Solo, SMP dan SMA Kanisius di Menteng Jakarta ini.

Untuk menggali motif baru, lanjut dia, perseroan menggandeng desainer lulusan Universitas Negeri Solo dan Akademi Seni Rupa Yogyakarta. Mereka semua bertugas menggali motif-motif terbaru dari semua daerah, mulai dari Sumatera hingga Papua. Sehingga, Batik saat ini tak terbatas hanya dari Solo, Yogya dan Pekalongan, tapi seluruh Indonesia.

CEO Batik Keris, Handianto Tjokrosaputro

CEO Batik Keris, Handianto Tjokrosaputro

Terobosan selanjutnya, mulai tahun 1987, Batik Keris menjual kerajinan tangan. Langkah ini mendapat respons positif dari para pelanggan. Namun, sekali lagi, pembuatan kerajinan tangan ini tak menanggalkan ciri khas ke-Indonesiaan. Untuk menghasilkan produk yang berkualitas tinggi, perseroan menggandeng sekitar 300 pengrajin.

“Kami menganggap mereka itu semua anak angkat. Biasanya para pekerja kecil terkendala modal kerja, pemasaran, dan standar kualitas. Sejatinya, semua orang bisa membuat barang yang bermutu tinggi. Namun, yang susah adalah menjaga konsistensi. Kami harus terus mengingatkan soal konsistensi kualitas,” katanya.

Untuk meningkatkan nilai merek, Batik Keris menggelar peragaan busana (fashion show) yang dirintis mendiang ayahnya, I Kasom Tjokrosaputro. Namun, Handianto melakukan pengayaan dengan menambahkan lagu-lagu perjuangan, tarian daerah, serta latar belakang pemandangan asli Indonesia.

Untuk meningkatkan penjualan, perseroan juga mengembangkan mata rantai distribusi ke mal-mal, bandar udara, selain jaringan distribusi yang tersebar di 22 kota-kota besar di Indonesia. Itu sudah termasuk toko yang berdiri sendiri, yakni di Nonongan Solo. Malang Ria (Malang). Keris Galeri (Menteng Jakarta) dan Gajah Mada Plaza (Semarang).

“Saya beruntung, waktu masuk pertama kali tidak ada halangan berarti. Generasi saya masih nurut. Budaya Solo beda. Karyawan banyak nurut-nurut. Perusahaan belum terlalu besar waktu itu. Kalau perusahaan besar dan banyak profesional memang akan banyak yang kritis. Tapi, kita tetap harus bekerja keras,” kata pria usia 61 tahun ini.

Dimulai dari produk Batik rumahan, Batik Keris kini menjadi pabrik garment yang besar dan memiliki jaringan distribusi di seluruh Nusantara. Filosofi perusahaan adalah “melestarikan budaya nusantara”. Batik Keris berupaya melestarikan budaya nusantara melalui desain dan produk (koleksi pakaian dan kerajinan). Inovasi untuk menciptakan produk modern dilakukan tanpa meninggalkan ciri khas Batik yang unik.

Diantaranya, koleksi sutera, primisima, polyester, dan lainnya, dengan model yang up to date untuk pria, wanita, remaja dan anak-anak. Dengan berkembangnya produksi handycraft dan souvenir yang meliputi, kayu, keramik, rotan, produksi kerajinan tas, kerajinan untuk perlengkapan griya, perseroan mengembangkan merek “ Keris Griya “. (Reportase: Suhariyanto)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved