Management Editor's Choice Strategy

Indonesia Berpotensi Jadi Eksportir Kopi Terbesar Dunia

Indonesia Berpotensi Jadi Eksportir Kopi Terbesar Dunia

Indonesia berpotensi menggeser Brazil dan Vietnam sebagai negara pengekspor kopi terbesar di dunia. Luas perkebunan kopi Indonesia cukup luas dan memiliki jenis kopi terbaik di dunia. Pemerintah, melalui Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Pertanian bekerjasama dengan asosiasi kopi untuk mewujudkan hal ini melalui intensifikasi lahan perkebunan kopi guna meningkatkan produktivitas petani.

Indonesia adalah negara penghasil kopi terbesar ketiga setelah Brazil dan Vietnam. Produksi kopi nasional pada 2014 sebanyak 685 ribu ton atau 8,9% dari jumlah total produksi kopi global. Produksi kopi robusta sebanyak 76,7% dari jumlah total produksi nasional tersebut. Sisanya bersumber dari kopi arabika 23,3%. Permintaan akan kopi Indonesia dari waktu ke waktu terus meningkat lantaran kopi robusta asal Indonesia lebih unggul, Pun demikian dengan kopi arabika yang mempunyai karakteristik serta cita rasa unik.

Kopi

Menteri Perindustrian, Saleh Husin, mengatakan, kopi merupakan komoditas ekspor unggulan yang menjadi penyumbang terbesar keempat devisa negara setelah kelapa sawit, karet, dan kakao. Nilai devisa kopi mencapai US$ 1,4 miliar. ‪ Menurutnya, lahan perkebunan kopi cukup luas, yakni mencapai 1,24 juta ha. Luas tersebut dibagi dengan luas lahan perkebunan kopi robusta 933 ribu ha dan perkebunan kopi arabica 307 ribu ha. Rata-rata luas kepemilikan lahan petani sebanyak 0,6 ha. Produktivitas tanaman kopi robusta sebanyak 741 kg biji kopi per hektar tiap tahunnya. Sedangkan produktivitas kopi arabika 808 kg/ha per tahunnya. “Lahan yang luas itu Kemenperin akan mengupayakan pertumbuhan ekspor dan memperkenalkan kopi-kopi Indonesia ke seluruh dunia. Dengan kopi kita akan tingkatkan devisa kita,” ungkapnya disela-sela Pencanangan Hari Kopi Internasional di Indonesia di Gedung Kementerian Perindustrian, Jakarta.

Akan tetapi luas lahan itu tak didukukung oleh produktivitas yang tinggi. Sebagai perbandingan, rata-rata produktivitas petani kopi Brazil sebanyak 2.000kh/ha/tahun dan Vietnam 1.500/kg/ha/tahun. Saleh menjelaskan Indonesia harus mampu meningkatkan produksi kopi dengan kulaitas terbaik agar mampu menyaingi kedua negara tersebut. “Produkivitas ini harus ditingkatkan, mengapa kita tidak bisa, negara lain saja bisa,” tegasnya.

Saleh juga menyinggung mengenai budaya minum kopi. Tujuannya, mempromosikan peningkatan konsumsi kopi di dalam negeri dan mendongkrak ekspor produk kopi ke pasar internasional yang pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan seluruh rantai nilai perkopian Indonesia dari petani, industri sampai dengan penyedia jasa retail kopi.

“Kita dorong budaya minum kopi agar bisa meningkatkan devisa,” kata Saleh. Menurut Saleh, aneka jenis kopi juga perlu disosialisasikan untuk semakin dikenalkan kepada masyarakat Indonesia sendiri. Lebih lanjut dia mengatakan kreativitas produsen kopi diperlukan untuk meningkatkan kualitas kopi di pasar ekspor dan brand kopi asal Indonesia. “Kemudian kami akan melakukan gerakan meningkatkan produktivitas dan kualitas kopi Nusantara, serta mempromosikan peningkatan konsumsi kopi Nusantara ke luar negeri. Jadi, Kami menghimbau para produsen untuk terus meningkatkan produk kopi berkualitas, tujuan agar dapat meningkatkan pendapatan devisa negara,” Saleh menguraikan.

Faiz Ahmad, Direktur Industri Minuman dan Tembakau Kemenperin, menambahkan, 5 dari 10 kopi terbaik di dunia berasal dari Indonesia. Untuk itu, ia cukup optimistis, kopi Indonesia akan semakin diminati di luar negeri. Hanya saya, kata Faiz, kualitasnya dan produktivitasnya harus ditingkatkan agar bisa bersaing dengan Brazil dan Vietnam. “Kemenperin sedang menyusun road map industri kopi nasional, mudah-mudahan akhir tahun ini akan dipublikasikan. Dan kita bisa bertahap untuk menggeser Brazil dan Vietnam,” ucapnya.

Dia mengatakan, Indonesia berpotensi besar mewujudkan ambisinya menjadi pemasok kopi nomor satu di dunia karena areal perkebunan kopi Indonesia sangat luas. Luas perkebunan kopi Vietnam hanya 550 ribu ha. Selain itu, tambah Faiz, kualitas kopi robusta Indonesia lebih unggul daripada Vietnam.

Faiz menyebutkan intensifikasi tanaman sebagai salah satu solusi meningkatkan produktivitas dan kualitas kopi. “Cara petani menangani kopi setelah panen adalah hal yang penting. Seperti menyangrai dan mengemasnya. Kemudian, memilihi biji kopi seharusnya yang berwarna merah dan kuning. Selama ini, petani memetik semua biji kopi merah, kuning dan hijau sehingga bisa menurunkan kualitas kopi,” ucapnya.

Selain itu, dia menambahkan, petani kopi menggenjot produksinya dengan menggantikan tanaman yang tua yang umurnya berkisar 20-30 tahun dengan tanaman yang muda. “Hampir 40% dari luas lahan perbekunan itu usianya sudah tua,” katanya. Apabila intensifikasi itu dijalankan dengan baik maka Indonesia perlahan-lahan bisa menggeser negara lainnya. Sebab produktivitas akan naik,yaitu bisa menembus 1 ton/ha dari sebelumnya 800-an ribu/ha. “Hitungan saya kita bertahap bisa menggeser Vietnam dalam 5 tahun ke depan, setelah itu kita bisa menggeser Brazil,” kata Faiz.

20151001 Menperin Hari Kopi 32

Adapan, perlambatan ekonomi global mengendorkan harga produk komoditas Indonesia, termasuk ekspor kopi. Walau demikian, industri kopi nasional masih bernapas lega karena volume ekspornya masih menanjak lantaran negara-negara tujuan ekspor masih meminati kopi Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai ekspor kopi selama semester I-2015 mencapai US$ 579 juta, naik dari Mei sebesar US$ 91,16 juta.

Gabungan Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (GAEKI) memproyeksikan ekspor kopi di tahun ini akan tumbuh dua digit. Volume ekspor biji kopi Indonesia di tahun 2015 berpeluang menyentuh angka 400 ribu ton, atau tumbuh 10% dibanding tahun lalu sebesar 385 ribu ton. Rata-rata volume ekspor kopi Indonesia, menurut GAEKI berkisar 350 ribu ton per tahun meliputi kopi robusta (85%) dan arabika (15%). Sekitar 50 negara menjadi tujuan ekspor, beberapa diantaranya adalah negara ekspor utama yaitu Amerika Serikat, Jepang, Jerman, Italia, dan Inggris.

Kopi spesial yang dimiliki Indonesia punya potensi yang bagus. Jenis kopi spesial yang dimiliki Indonesia lebih banyak daripada jenis kopi yang dimiliki negara lain. Indonesia bisa menjadi nomor satu pemasok kopi spesial karena di beberapa negara hanya punya satu sampai dua jenis kopi spesail. Beberapa daerah yang berpotensi untuk memasok kopi spesial, misalnya Mandailing, Gayo, dan Toraja.

Kopi Olahan

Ekspor kopi di tahun ini bisa bertambah gemuk apabila menghitung ekspor kopi olahan. Nilai ekspor kopi olahan di tahun 2014 mencapai US$ 332,24 juta, meningkat 9,9% dari tahun 2013. Apabila digabung dengan ekspor kopi olahan sebesar 90 ribu ton dan biji kopi di tahun 2014, maka volume total ekspor kopi sebanyak 475 ribu ton. Ekspor kopi olahan didominasi produk kopi instan, ekstrak, esens dan konsentrat kopi ke berbagai negara, semisal Filipina, Malaysia, Thailand, Singapura, China, dan Uni Emirat Arab.

Demi memperkuat industri kopi olahan, Kemenperin menerapkan SNI kopi instan yang berlaku efektif pada Januari 2016 untuk melindungi konsumen dari kopi olahan bermutu rendah. Pada 2015, pemerintah melakukan harmonisasi tarif bea masuk produk kopi olahan berupa kopi sangrai, bubuk, instan, dan mix, menjadi 20% dari sebelumnya 5%. Itu tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 132 Tahun 2015. Tujuannya memberikan iklim bisnis yang sehat bagi industri kopi nasional.

Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin, Panggah Susanto mengatakan pengembangan industri pengolahan kopi di dalam negeri masih cukup prospektif. Sebab, konsumsi kopi masyarakat Indoneisa rata-rata baru mencapai 1,1 kg per kapita/tahun, lebih rendah dari negara-negara tujuan ekspor kopi Indonesia. Konsumsi masyarakat AS, misalnya, mencapai 4,3 kg. Kemudian Jepang 3,4 kg, Austria 7,6 kg, Belgia 8 kg, Norwegia 10,6 kgdan Finlandia 11,4 kg/kapita/tahun. “Industri kita baru mampu menyerap sekitar 35 persen produksi kopi dalam negeri dan sisanya sebesar 65 persen masih diekspor dalam bentuk biji. Artinya, peluang pengembangannya masih terbuka lebar,” ujarnya. Dia mengatakan industri kopi nasional masih perlu ditingkatkan karena saat ini menyerap sekitar 35% produksi kopi dalam negeri. Sisanya sebesar 65% diekspor dalam bentuk biji kopi. Ke depannya, industri pengolahan kopi melakukan diversifikasi produkkopi tidak hanya dikembangkan sebagai minuman, namun juga dakam bentuk produk lainnya, semisal komestik, farmasi, dan essen makanan. (***)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved