Management Editor's Choice Strategy

Kisah Zunianto “Menemukan” Sunrise di Posong

Kisah Zunianto “Menemukan” Sunrise di Posong

Zunianto, penggerak Desa Wisata Posong berpendapat, untuk menjadikan desa sebagai destinasi wisata, maka dalam desa tersebut harus memiliki tiga model. Pertama, model desa sebagai pusat pendidikan, kedua sebagai tempat industri dan yang terakhir sebagai tempat wisata. Dan Zun, sapaan akrab Zunianto, sebagai pengelola Desa Wisata dengan obyek wisata sunrise di Posong mampu memberikan penghasilan bagi Desa Tlahab.

Bagi Zun, meski Pemda tidak menikmati langsung hasil Desa Wisata di Tlahab khususnya Posong ini, toh Temanggung sudah memiliki hiasan dan kebanggaan tersendiri sebagai wilayah yang menjadi destinasi wisata di Temanggung, Jawa Tengah.

Pemandangan sunrise Desa Wisata Posong, Temanggung, Ja-Teng (wordpress.com)

Pemandangan sunrise Desa Wisata Posong, Temanggung, Ja-Teng (wordpress.com)

Sunrise di Posong yang menjadi badan usaha milik desa (BUMDes) tersebut sudah mampu memberikan penghasilan tambahan bagi desa dan warga juga sudah menikmati hasil jerih payah Zun dan teman-temannya lewat komunitas pecinta alam Djokorekso dengan 13 anggota. Berikut hasil wawancara Syukron Ali dari SWA Online dengan Zunianto yang juga sebagai pendiri Pokdarwis Sendang Arum:

Bagaimana proses berdirinya Desa Wisata Sunrise Posong di Desa Tlahab?

Jadi, awalnya di tahun 2007 saya bekerja di hotel dan menjadi guide bagi tamu hotel yang berkunjung ke Borobudur sampai Dieng. Mayoritas lokasi yang dituju adalah sunrise. Seperti di Bukit Situmbu dekat Borobudur dan beberapa lokasi di kawasan Dieng. Sebagai pekerja hotel yang bertugas malam hingga pagi, setiap pulang ke rumah setelah subuh saya selalu berhenti di sekitar Pom bensin Kecamatan Kledung, Temanggung. Di dataran tinggi Kledung ini saya melihat sunrise yang indah dan sebagai pecinta fotografi saya selalu mengabadikan hasil sunrise yang saya lihat itu.

Bayangan saya waktu itu, kalau semakin tinggi lokasinya maka pemandangan sunrise-nya pasti akan lebih bagus. Di tengah-tengah eksperimen pencarian lokasi sunrise, ayah saya menyuruh saya untuk membantu panen jagung di lahan yang d sewanya di Posong. Begitu sampai di lokasi Posong saya berubah pikiran melihat keindahan dan keistimewaan sunrise di Posong. Lalu kemudian ayah saya marah-marah: “Kamu ini piye toh, bukannya bantu ayah panen jagung malah asyik foto-foto!” katanya waktu itu. Nah, waktu itu saya bergumam dalam hati, suatu hari nanti akan banyak mobil mewah yang parkiri di lokasi ini.

Hasil foto saya cetak di atas kertas HVS dan saya pajang di lobi hotel. Dari situ banyak tamu yang bertanya tentang lokasi sunrise. Lalu saya jelaskan lokasi sunrise tersebut berada di Posong yang jalurnya berbatuan, sekitar 5 km dari lokasi hotel. Melewati jalan aspal 2 km lalu naik sekitar 3km dari jalur utama.

Bagaimana strategi Anda mengembangkan desa wisata di Posong?

Dari ke 13 orang komunitas pecinta alam tadi, mayoritas adalah pendaki gunung. Bagi mereka tujuan utama mendaki gunung adalah mencapai puncak yang tertinggi, lalu saya ubah pendapat mereka dengan argumen saya bahwa tujuan utama mendaki gunung itu bukannya mencapai puncak tertinggi, tetapi adalah dapat pulang kembali ke rumah dengan selamat. Meski tiga kali mendaki kembali, puncak gunung itu tidak akan berpindah ke lain tempat. Tapi, kalau sudah berada di puncak gunung dan tidak bisa kembali ke rumah, artinya kita tidak selamat.

Lalu saya menjelaskan kembali maksud argumen saya tadi adalah meski kita di komunitas ini ingin mengelola Desa Wisata dan mendapatkan hasil yang setinggi mungkin. Tapi kita harus tetap kembali ke keluarga kita, kita harus bisa menjadikan Desa Wisata ini sebagai bagian dari penghasilan untuk keluarga kita. Setelah saya wacanakan itu, teman-teman tambah semangat.

Kemudian saya ajak mereka selalu ke atas Posong. Kegiatan pecinta alam saya arahkan di atas Posong dengan menanam biji kopi yang saya dapat dari CSR Lembaga Masyarakat Desa hutan desa Tlahab (LMDHal) Giri Mulyo. Sebanyak 49.000 bibit. Lalu juga penanaman bibit ecolotus, tanaman yang dijadikan sebagai bahan pembuatan minyak kayu putih.

Jika ada tamu yang datang melihat aktivitas kami di atas Posong teman-teman komunitas Djogorekso yang menjadi pemandunya. Dari situ mereka dapat uang dan kami makin solid untuk merealisasikan Desa wisata.

Lalu pada tahun 2009 akhir, agar tambah kuat dan solid, hasil foto yang saya simpan tentang sunrise Posong saya ajukan ke Dinas Pariwisata Temanggung. Dengan harapan agar infrastruktur dan fasilitas objek wisata dapat dibangun sehingga impian menjadikan Desa Tlahab sebagai Desa Wisata segera terwujud.

Bagaimana tanggapan Dinas Pariwisata Temanggung?

Awalnya saya tidak ditanggapi. Lalu setelah ada pergantian yang menjabat kepala Dinas Pariwisata adalah bapak Bekti Priyono. Nah, kebetulan pak Bekti ini pecinta alam dan suka mendaki gunung. Dari foto-foto yang saya perlihatkan pada beliau, akhirnya memori lama tentang tersesat di Posong saat pendakian itu kembali diingat. Setelah melihat lokasi Posong secara langsung, Pak Bekti tertarik dan langsung menyarankan saya untuk membuat proposal pembangunan tentang Desa Wisata senilai Rp 500 juta.

Tahun 2010 kami masukan proposal, tahun 2011 keluar anggaran dari pemerintah sebanyak Rp 500 juta tapi bukan hibah. Pada waktu itu jika anggaran sebanyak Rp 500 juta harus tender dari pemerintah. Artinya, jika uang sebanyak itu dikeluarkan untuk desa, maka Posong itu bukan milik desa lagi tapi milik Pemda Temanggung.

Agar harapan masyarakat dapat tercapai dan Desa Wisata yang langsung dikelola oleh desa segera terwujud, maka saya menyarankan pada Pemda agar memberikan uang hibah di bawah Rp 500 juta. Alhamdulillah, uang yang diberikan (hibah) turun senilai Rp 275 juta.

posong

Apa yang Anda kerjakan setelah itu?

Setelah uang hibah itu turun, kami membeli tanah 1.000 m2 dari Desa Kuadungan Gunung. Lalu kami bangun di atas Posong itu tempat parkir, toilet dan tiga gazebo. Lalu kami kelola Posong dengan kemampuan kami sendiri. Termasuk di dalamnya penjualan tiket.

Setelah melihat perkembangan Posong, di tahun 2012 saya mengajukan proposal lagi ke Pemda senilai Rp 1,5 miliar. Dari jumlah yang dianggarkan, uang yang turun dalam bentuk hibah ke desa sebanyak RP 900 juta. Dana tersebut kami gunakan untuk pelebaran jalan, pembuatan pos jaga di jalan, pembelian peralatan outbound dan campset (peralatan kemah).

Lalu, bagaimana cara Anda mempromosikan desa wisata?

Karena Desa Tlahab ini bagian dari wilayah Pemda Temanggung dan Pemda juga yang ikut serta memberikan dana hibah, maka sebagai kebanggaan Pemda pula Desa Wisata Posong ini dibantu promosinya, baik lewat iklan, reklame dan lainnya. Selain itu, kami juga kembangkan promosi Desa Wisata Posong di Tlahab ini lewat website. Bahkan teman-teman perantauan yang ada di berbagai kota besar juga ikut serta mempromosikan Posong baik lewat media sosial atau blog. (***)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved