Management Strategy

PHK Marak, Ini Penyebabnya

Oleh Admin
PHK Marak, Ini Penyebabnya

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati mengungkapkan penyebab pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terjadi awal 2016. Menurut dia, pemutusan hak kerja, restrukturisasi, atau relokasi beberapa perusahaan seperti Ford, Panasonic, Toshiba, dan Chevron, murni karena pertimbangan bisnis.

“Sebenarnya tidak hengkang, karena kalau hengkang berarti ada permasalahan investasi di Indonesia. Tetapi ini murni pertimbangan bisnis, tapi punya implikasi terhadap pengangguran,” kata Enny saat dihubungi Tempo, Selasa 9 Februari 2016.

Yang harus jadi perhatian pemerintah, kata Enny, adalah sekalipun investasi meningkat, tapi dominasinya ada di capital intensive atau industri yang padat modal. “Bukan di industri padat karya,” ujar dia.

Suasana Kerja di pabrik Deyeko produk bulu mata palsu

Suasana Kerja di pabrik Deyeko produk bulu mata palsu

Enny menjelaskan, industri padat karya ini tidak mampu menggaet investor karena ada permasalahan perburuhan. Menurut dia, pemerintah harus segera menyelesaikannya untuk memperbaiki iklim investasi dalam negeri. “Kalau dilihat fenomena PHK, yang jadi keluhan investor adalah konsistensi kebijakan dan perburuhan,” kata dia.

Enny menambahkan, pemerintah melalui Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri harus segera menyelesaikan persoalan perburuhan dengan berkomunikasi dengan berbagai asosiasi tenaga kerja. Dia menilai seluruh pihak yang terlibat harus menyamakan persepsinya. Di satu sisi, buruh ingin memperjuangkan nasibnya. Di sisi lain, tuntutan ini bisa semakin menjauhkan investasi padat karya di Indonesia.

“Lucunya sekarang, asosiasi pekerja menuntut tidak ada PHK tetapi sekaligus menuntut kenaikan gaji. Siapa tahu suatu saat menuntut tidak bekerja tetapi digaji,” tutur dia.

Enny mengatakan tantangan akan semakin berat dengan adanya Masyarakat Ekonomi ASEAN yang membebaskan pengusaha memiliki basis produksi di beberapa negara, tapi dapat berpenetrasi pasar di Indonesia. “Jadi kalau gaduh terus, sementara insentif di kawasan industri dan bea logistik tetap mahal, orang tidak salah kalau merelokasi di negara lain,” tuturnya.

Tempo


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved