Management

Probolinggo: Mewujudkan Kota Hijau Berkelanjutan

Probolinggo: Mewujudkan Kota Hijau Berkelanjutan

Kota Probolinggo, Jawa Timur, menjadi salah satu dari lima pemenang Indonesia Green Award (IGRA) 2012 kategori Kota. Probolinggo berada di peringkat ketiga, dengan skor 85,30, di bawah Kota Surabaya yang berada di peringkat pertama dan Yogyakarta di peringkat kedua. Bagaimana program lingkungan hidup di Kota Probolinggo? Walikota H.M Buchory, SH. M.Si, menuturkannya kepada Gustyanita Pratiwi dari SWA:

Bagaimana program lingkungan hidup di Kota Probolinggo, di seputar

HM Buchori

pengelolaan sampah, pengelolaan hutan dan perkebunan, Pemanfaatan lahan dan pengelolaan taata ruan, dll?

Berkaitan dengan kegiatan ini saya sudah sembilan tahun mengemban amanah sebagai walikota. Latar belakang saya sebelumnya di swasta selama 25 tahun di perusahaan perkayuan. Saya pernah lama melanglang buana melihat penebangan kayu di sana-sini. Saya sangat prihatin. Di Kalimantan, Sulawesi, dll, yang pernah saya datangi karena penugasan, saya melihat perusakan seperti itu. Kebetulan selama saya di perusahaan juga aktif di politik. Setelah saya diberi amanah, cita-cita saya diawali oleh bagaimana Kota Probolinggo menjadi kota yang hijau royo-royo.

Pemerintah Kota Probolinggo mempunyai komitmen yang kuat untuk mewujudkan Probolinggo sebagai kota yang berkelanjutan melalui Kota Hijau. Dan ini bisa kami lakukan bersama-sama dengan legislatif. Kami turun bersama, sehingga kami punya payung hukum yang kuat untuk melaksanakan kegiatan ini yaitu adanya Perda Rencana Tata Ruang Wilayah, RT/RW, Perda Hutan Kota, Perda Kawasan Lindung, Perwali tentang Penetapan RTHKP serta Rencana Aksi Kota Hijau.

Dalam mewujudkan rencana Aksi Kota Hijau ini, dengan dibantu staf, kami mempunyai prinsip dasar mengedepankan keterlibatan masyarakat dan pemberdayaan sumber daya lokal. Keterlibatan masyarakat termasuk diantaranya mensinergikan program pemerintah kota dengan program CSR (corporate social responsibility). Ini yang kami gaungkan. Setiap tiga bulan sekali kami megadakan coffee morning, kami mengundang perusahaan, perbankan, kami ajak bersama-sama, termasuk forum ormas kepemimpinan daerah supaya mereka terlibat dalam menjadikan Probolinggo sebagai Kota Hijau. Alhamdulilah setelah kegiatan ini dimulai, tiga bulan sekali, banyak tawaran-tawaran dari perbankan, perusahaan, untuk sharing dan menyiapkan bibit pohon. Pelaksananya malah ada tawaran dari Batalyon Zipur, Kodim, Polres, yang siap setiap saat apabila dibutuhkan. Setiap ada kegiatan-kegiatan pemerintah kota, kami tidak lepas dari kegiatan penanaman.

Di samping itu, kami juga berkomitmen dengan anggran yang setiap tahun bertambah. Ada bentuk keterlibatan masyarakat diantaranya, 10 kelompok atau Forum Masyarakat Peduli Tata Ruang (Formastaru), ada juga Forum Jaringan Manajemen Sampah (Forjamasa), ada pula Dewan Pembangunan Berkelanjutan (DPB), paguyuban atau pesantren, Forum Kota Sehat, Paguyuban Peduli Sampah (Papesa), dll. Dan ini setiap tahun kami anggarkan supaya berkelanjutan sehingga kegiatan yang mereka lakukan tidak sia-sia. Tidak hanya setelah dilantik, selesai. Tapi ada program terus dalam rangka membantu program pemerintah.

Untuk mendukung implementasi kebijakan program kota hijau, kami selalu melakukan komunikasi dengan masyarakat melalui kegiatan cangklukan.Cangklukan ini dilaksanakan satu bulan dua kali. Di tiap-tiap kelurahan kami juga mengadakan forum partisipan daerah, semua partai politik, ormas, RT/RW, di sana ada dialog. Diawali dengan kesenian, kalau di Probolinggo dengan istilah ludrukan namanya. Kepala daerah menampilkan juga ludrukan, ada juga nandak. Akhirnya kami dialog dan kami sisipkan pentingnya bagaimana kami menanam.

Kedua, kami juga melibatkan tukang becak dengan Kongres Tukang Becak. Satu-satunya di Indonesia ada kongres tukang becak ya hanya di Probolinggo. Kongres ini dilaksanakan selama dua hari. Jadi di Probolinggo ada 4.986 tukang becak, hampir 5000 tukang becak. Apa tujuan kongres ini? Tujuannya bagaimana agar keterlibatan mereka menjadikan Kota Probolinggo sebagai kota nyaman, tertib, dan hijau. Selama dua hari dibahas mengenai bagaimana menjadi kota hijau, dan bagaimana menjadi kota tertib. Alhamdulilah, ini ada hasilnya. Wahana Tata Nugraha, tertib lalu lintas dan tertib angkutan, Probolinggo berturut-turut tiga tahun menjadi Kota Terbaik Kota Sedang WTN di tingkat nasional. Ya, ini kami mengajak tukang becak karena semrawutnya kota tak lepas dari tukang becak yang sulit diatur. Kebetulan Probolinggo itu 80% warga Madura. Dengan kongres ini, kami mendatangkan narasumber, dialog dengan mereka. Kami ajak bicara.

Yang ketiga, juga ada dialog setiap pagi, kepala daerah dengan masyarakat, bukan hanya masalah lingkungan tapi juga masalah kemiskinan dan kesehatan. Pada waktu dialog selama satu jam di Swara Kota Radio yang pemerintah kota punya itu, kami juga didampingi oleh Kapolres, Pak Dandim. Jadi, di dalam acara itu ditindaklanjuti apakah ada permasalahan hukum, permasalahan kriminal, permasalahan lalu lintas yang tidak beres. Saat itu juga ada kapolres, Pak Dandim, kami ajak bersama-sama. Bila saat di dalam dialog misalnya ada permasalahan dengan Kantor Pos, PLN, dll, besoknya saya undang mereka. Kepala Kantor Pos, misalnya, saya undang supaya bisa menjelaskan ke masyarakat apa yang terjadi. Inilah, supaya Pemkot ikut membantu, bagaimana bicara pelayanan yang betul-betul prima.

Di samping itu juga ada kegiatan walikota bicara setiap pagi masalah lingkungan, agama, dll, saya jawab dengan masyarakat, karena ini penting. Saya awali dengan surat Al Anbiya tadi, Rasullulah diturunkan untuk membawa rahmat bagi yang namanya mahluk, tumbuh-tumbuhan binatang, juga manusia. Ini yang saya gaungkan.

Ada juga beberapa kegiatan/aksi yang sudah dilaksanakan sambil berjalan sampai sekarang, yaitu tamanisasi. Probolinggo punya ikon ‘Kota Seribu Taman’. Jadi kalau sudah masuk kota, kanan kiri sudah ada taman-taman. Bagus itu. Selain dimotori Kesatuan Kerja Dinas Pemkot, juga parpol, ormas, pondok pesantren, perusahaan, perbankan, semua terlibat. Kami beri surat ke mereka, agar mereka partisipasi, sehingga berikutnya mereka minta kaveling. Sekarang sudah ada sembilan kawasan yang sudah tamananisasi. Selain jalan utama Panglima Sudirman, jalan-jalan utama di pinggiran juga sudah dilakukan seperti itu, dan ini terus-menerus. Kalau tidak salah setiap tahun ada 40 taman yang dibangun.

Di samping itu ada ‘Abang Becak Bersihkan Sampah Ditukar Sembako’ diselenggarakan oleh WLH. Setiap tahun ada dua kali. Jadi berlomba-lomba tukang becak mencari sampah.

Juga ada kegiatan bersepeda namanya ‘blusuk’, dengan anggota 450 orang. Setiap hari Sabtu, kami bersepeda sejauh 30 km, keliling, bagaimana menikmati alam. Setiap dua bulan sekali kami ke luar kota. Kami anjangsana ke daeah. Dan dari 38 daerah di Jatim, 32 daerah sudah kami datangi. Kegiatan ini juga didukung oleh Muspida. Setiap kegiatan bersepeda, satu bulan sekali, anggota ‘blusuk’ ini bersepeda sambil menanam. Jadi masalah lokasi, biar WLH yang menentukan lokasi di mana, finish-nya kami nanti sambil menanam.

Dari kegiatan-kegiatan itu, alhamdulilah Pemkot Probolinggo mendapat penghargaan Adipura berturut-turut 6 kali, kegiatan Adiwiyata 2011, mungkin di Jatim terbanyak. Jenjangnya mulai dari SD sampai SMK dengan 10 Adiwiyata, meskipun kotanya kecil tapi terbanyak. Tiga kali berturut-turut WTN juara nasional, dan saya pribadi pernah mendapat penghargaan Walikota Peduli Kehutanan Terbaik Nasional.

Itulah yang bisa kami lakukan. Pertama, karena kami sebagai kepala daerah diberi amanah, yang paling utama adalah bagaimana Probolinggo, sebagai contoh dekat pantai, yang katanya kalau dekat pantai kotanya gersang, kotor. Alhamdulilah, di daerah Pantura, Probolinggo berturut-turut mudah-mudahan sampai tahun ini dapat Adipura. Laporan yang saya terima, setiap tahun kunjungan dari daerah-daerah yang hadir untuk melihat bagaimana keberhasilan Adipura/Adiwiyata cukup banyak.

Saya berangkat dari bawah, terus terang waktu saya sekolah, empat tahun mbecak, ikut orang tua. Saya mulai kecil tidak pernah di rumah, saya di langgar malam hari. Sore saya mbecak setelah sekolah. Empat tahun saya mbecak. Mulai dari SLTP sampai lulus STM Negeri. Setelah itu saya melamar di sana banyak belajar disiplin pada waktu saya penugasan di Jepang. Pada waktu dilantik pertama, mengajak semua: mari Probolinggo sebagai model Kota Hijau. Masalah action, ada dua warga yang sudah kami laporkan kepada polisi masalah pengrusakan mangrove. Sekarang satu masih diproses. Dan ada beberapa warga yang dipanggil, diberi pembinaan, karena potong seenaknya. Alhamdulilah, sebagai shock therapy sudah tidak ada pemotongan kayu seenaknya. Kami tegakkan betul perda yang ada.

Ini Bapak sudah tahun ke sembilan sebagai walikota, tinggal 1 tahun lagi. Nanti setelah Bapak selesai tugas, Bapak ingin melihat 5-10 tahun lagi melihat Probolinggo seperti apa?

Saya ingin melihat Probolinggo sebagai Kota Berkelanjutan. Jadi pengganti kami nantinya bisa melanjutkan apa yang sudah menjadi capaian kami. Kami mengutamakan green open space, Ruang Terbuka Hijau (RTH). Green open space kami per kecamatan ada. Setiap 29 kelurahan sudah ada RTH, malah ini ada fungsinya selain untuk RTH juga untuk kepentingan publik.

Ada satu kebanggaan bagi kami, yaitu RTH menjadi kebun bintang mini. 20 tahun yang lalu itu adalah tempat lokalisasi. Setelah ditiadakan, ditanamlah di sana tanaman yang betul-betul subur. Sehingga pada waktu kami dilantik, kami bawa staf-staf terkait, mari kita manfaatkan RTH ini untuk kepentingan anak-anak sekolah, anak cucu kita ke depan, sehingga kami mengajak semuanya yang ada di Probolinggo, yang punya satwa, mari dikirimkan ke tempat ini.

Kebun binatang ini dibangun enam tahun lalu luasnya 1,2 hektare (ha). Dulu lokalisasi cukup banyak, saya lupa, tapi ada 200-an. Sekarang sudah ada satwa 200 lebih. Termasuk untuk outbond. Sebelahnya rencana untuk taman botani.

Jadi, mungkin selain kebun binatang Surabaya, taman safari, ketiganya di tempat kami. Kalau hari-hari besar, liburan menjadi tumpuan, tempat kedatangan turis lokal.

Yang ketiga bagaimana membawa SKPD kepada masyarakat, kami sebelum subuh, para camat kumpul dulu, sholat subuh bersama, dan keluar selama tiga jam, keliling dengan jalan kaki, kalau sudah capek satu jam, kami naik mobil, keliling, takziah. Utamanya takziah yang kami datangi. Kadang-kadang kami selama dua jam, mendatangi takziah. Di sanalah kami bertemu dengan mereka, kami datang ke tempat yang kena musibah, di sana sudah berkumpul Pak RT, Pak RW. Kesempatan bertemu dengan kepala daerah, mereka curhat. Misalnya di sini tidak aman, tolong dipasang lampu, di sini tempat kami kesulitan MCK, di sini kalau hujan, sekitar 30 menit langsung banjir, dll. Siangnya, Satker terkait kami panggil, untuk merencanakan dan dibuat anggaran. Kalau memang di anggaran kegiatan yang dimaksud oleh masyarakat tidak mencukupi, karena memang terbatas, baru kami rencanakan ke depan. Itu yang banyak dilakukan dengan pihak kami turun ke bawah. Dan kegiatan-kegiatan ini, rata-rata satu hari, kami keliling 25-26 titik kami datangi. Jadi Insya Allah kebijakan dari kepala daerah berkaitan dengan pelayanan, masyarakat Probolinggo bisa menerima, dan mereka sangat membantu sekali. Termasuk berkaitan dengan kegiatan lingkungan kota hijau ini. Malah kami banyak mempersiapkan usulan dari masyarakat, pondok pesantren, minta kaveling, untuk penanaman pohon. Di tempat kaveling itu ada nama, misalnya pondok, perusahaan, parpol, dll. Sehingga kami sangat bangga, karena bicara tentang kota hijau, semua masyarakat terlibat dan kami ajak bicara. Dan tidak ada kritik, tidak ada protes, malah mereka memberikan masukan kepada Pemkot.

Saya ada standar 75%, ini sudah saya wanti-wanti di lapangan. 25% di meja.

Sebagai kota pesisir kan tidak hanya memiliki kekayaan darat, tapi juga memiliki kekayaan laut. Ini isu lingkungannya dua. Ada green city-nya, tapi juga pesisirnya iya. Apakah ada isu-isu lingkungan yang menarik di sisi laut?

Berkaitan dengan lahan mangrove atau lahan pantai, di Probolinggo sudah dibangun pelabuhan perikanan pantai terbesar kedua wilayah timur, yang diresmikan oleh Bapak Presiden. Di sana, bagaimana keterlibatan para nelayan dapat terlihat dan juga sekarang sedang dibangun wisata mangrove. Nantinya kalau sudah selesai, menjadi yang terbesar di Jatim, dengan kami mendatangkan investor dari luar. Alhamdulilah tidak merusak mangrove. Juga supaya keutuhan mangrove dan ketebalan mangrove ini bertambah, setiap tiga bulan sekali, kami melakukan penanaman mangrove. Kami kerjasama dengan Kodim dan batalion, dan anak-anak sekolah, karena kami butuh tenaga.

Bagaimana kebijakan Pemkot Probolinggo di sektor pertanian?

Lahan pertanian yang sudah ada ini sudah berkurang, kami Perwali sudah membuat larangan untuk membangun lahan pertanian untuk lahan properti dengan luasan tertentu. Karena sebelumnya, kira-kira 2-3 tahun lalu, sebelum ada kegiatan Perwali ini, mereka-mereka yang punya lahan, dengan kerjasama dengan mereka yang membeli, seenaknya saja membangun lahan pertanian yang produktif dengan luasan 1000-2000 m2, sekarang sudah luasan 5000 m2 minimal. Tapi dengan adanya larangan dari Perwali itu, sekarang jarang sekali lahan yang produktif dibangun untuk perumahan.

Ketiga, berkaitan dengan biogas dan sampah, masyarakat pesisir dan nelayan, kami libatkan bagaimana mereka punya kepedulian dari waktu ke waktu semakin meningkat untuk mempertahankan kelestarian komuitas yang ada di pesisir, termasuk mangrove, dan juga pemberdayaan pertanian. Terkait dengan lahan pertanian, kami juga menjalankan Amanat Undang-Undang 20 tentang Tata Ruang, dan juga Undang-Undang yang berkaitan dengan Lahan yang Berkelanjutan, itu juga sudah disebutkan. Kondisi yang sekarang ini dari 5.600 ha, kurang lebih 30% lahan pertanian, sesuai dengan Perda RT/RW, kami harapkan kurang lebih 1.500-1.600 ha harus tetap bertahan sebagai lahan pertanian, karena kalau 2028 di Amanat Perda RT/RW sudah ada peraturan mengukur. Kami harapkan lahan pertanian bisa menjadi berkelanjutan.

Pengolahan sampah, kita harapkan sesuai Undang-Undang 18, sudah diperdakan UU No 5 tahun 2010, amanahnya pelibatan masyarakat di setiap sumber sampah melalui program GKR. Jadi di pemukiman, perhotelan, dan sebagainya, ada proses pemilihan sampah. Dan yang sudah dipilah tidak hanya sebatas organik, tapi yang anorganikpun dipilah, plastik, kertas, dan juga logam. Plastik, kami lakukan untuk pengolahan menjadi bahan baku bijih plastik, yang kardus juga bisa didaur ulang. Regulasi coba kami implementasikan. Di sana sudah terbentuk kelompok masyarakat, Papesa. 72 kelompok masyarakat ini yang sudah memulai mengumpulkan menjadi bank sampah. Sehingga bisa mendatangkan nilai ekonomis. Kalau ada kebutuhan membayar listrik, bisa dari hasil bank sampah di masing-masing ormas. Yang masuk di TPA ini sudah ada kalkulasi penurunan. Ada reduksi. Total 2006 kurang lebih 100 ton yang masuk. Tahun terakhir sudah 37 ton. Ada reduksi, sampai masuk TPA karena ada perilaku di tingkat kelompok masyarakat untuk melakukan pemilahan sampah.

Untuk biogas, ada beberapa kawasan yang mempunyai 3-4 ekor ternak, bisa mendapatkan empat titik pengapian, kemudian juga di kawasan pondok pesantren. Gasnya sendiri, gas metannya coba kita tangkap, menghasilkan api dan juga untuk beberapa lampu di kawasan TPA. Jadi kalau membuat kopi, teh, merebus jagung di TPA, tidak perlu gas mekanik. Dan itu kami kembangkan sebagaimana program kota terus hijau, dan memberdayakan sumber daya lokal.

Menarik sekali, terkait dengan Perwali yang Bapak sampaikan, untuk pertanian. Tapi ini akan sulit penerapannya, karena lahan pertanian ini kan lahan privat. Apakah dalam penerapannya ada kompensasi yang diberikan. Kalau petani terus tidak boleh mengalifungsikan untuk menjual, apakah memberikan kompensasi atau memang kesadaran masyarakat petani sendiri untuk tidak mengalihfungsikan?

Sampai saat ini Perwali sudah berjalan, kompensasinya hanya diberikan insentif keringanan pajak, diberikan kemudahan usaha. Ini kami sosialisasi terus pada mereka kalau mereka mengajukan permohonan untuk berubah fungsi, kami panggil, kami jelaskan. Karena yang sudah terjadi, dengan 2000 meter, malah ini bicara infrastruktur dan tata kota tidak bagus. Ini kami jelaskan dengan membawa staf terkait supaya mereka paham. Dan alhamdulilah mereka bisa menerima. Insentifnya hanya keringanan pajak. Dan kami berikan kemudahan karena mereka ada usaha lain. Dan tidak ada protes sama sekali.

Terkait dengan pelibatan pihak swasta, di banyak daerah program CSR itu justru kemudian tidak macthing atau terintegrasi dengan program pemerintah. Bisa berjalan sendiri atau tiba-tiba ada yang tumpang tindih, dsb. Bagaimana strateginya sehingga bisa berjalan dengan baik?

Masalah CSR ini kan banyak tantangan di luar, di tempat kami kan tiga bulan sekali ada coffe morning, coffee morning itu juga ada penjelasan tentang kerusakan-kerusakan tanah. Yang aktif melakukan CSR. Biar tahu. Perbankan, perusahaan, instansi. Ada dari perbankan sama sekali tidak melakukan itu. Ya misalnya kan sudah tertulis, sehingga secara psikologis mungkin mereka malu. Setelah coffe morning dilaksanakan, berikut mereka menawarkan kegiatan itu. Ya saya sampaikan CSR bukan untuk saya, untuk masyarakat. Supaya mereka kegiatannya barokah kegiatan dengan menghasilkan ini sisihkan sebagian untuk mereka. Alhamdulilah ini sangat membantu sekali. Sehingga cukup banyak kegiatan CSR yang dilakukan perusahaan-perusahaan di Probolinggo. Tahun 2011, Jatim bekerja sama dengan Universitas Brawijaya, melakukan monitoring kegiatan CSR apakah itu swasta ataupun pemerintah. Probolinggo ranking 3 di Jawa Timur, dan untuk perusahaan/ swasta, PT Kutai Timber Indonesia, ranking 3 di Jatim. Walaupun di sana ada ribuan perusahaan, sama-sama di wilayah Probolinggo. Kebetulan Perusahaan Kutai Timber Indonesia adalah perusahaan punya karyawan 4.000. Malah ini selalu setiap bulan mengadakan bintang CSR, terutama masyarakat sekitar sana, ada juga anak asuh. Setiap tahun, perusahaan tersebut mengambil anak asuh 20 orang untuk dibiayai. Alhamdulilah program CSR menjadi prioritas pemkot. Ini sangat membatu ketersediaan terbatasnya APBD Probolinggo. Bicara tentang anggaran lingkungan di APBD 5%. Katakanlah total APBD 600 miliar, itu 30 miliar untuk lingkungan.

Dari semua green program yang dilakukan, mana yang paling menantang, dan bagaimana mengatasi tantangan tesebut?

Tantangan untuk ke depan ini adalah mewujudkan green open space berkualitas, bagaimana penataan sampah yang ramah lingkungan. Karena kotanya kecil 56 km persegi. TPA-nya hanya 4 ha. Penduduknya hanya 217 ribu jiwa.

Mimpinya kira-kira apa ke depan?

Gambarannya Probolinggo hijau royo-royo, diantaranya ada keharmonisan antara aspek psikologi, sosial, ekologi. Dan ketika ada kota hijau yang ramah ini, akhirnya akan mendorong orang untuk berinvestasi. Penanggulangan kemiskinan juga bisa terbantu dalam hal ini.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved