Management Strategy

Sektor Industri Tahun 2016 Ditargetkan Tumbuh 5,7%

Sektor Industri Tahun 2016 Ditargetkan Tumbuh 5,7%

Pertumbuhan industri pada 2016 ditargetkan mencapai 5,7%. Pemerintah ingin terus menjaga konsistensi pertumbuhan industri lebih tinggi daripada angka pertumbuhan ekonomi nasional. “Tahun 2016, ditargetkan pertumbuhan industri mampu mencapai 5,7 %. Ini di atas target pertumbuhan ekonomi yang 5,3%,” kata Menteri Perindustrian, Saleh Husin,di Jakarta, Kamis (26/11/2015).

Sampai dengan triwulan III 2015, pertumbuhan industri pengolahan non-migas sebesar 5,21%. Sementara, kontribusi industri pengolahan non-migas terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) nasional diharapkan sebesar 18,5%. Pada 2014, realisasi kontribusi sektor industri mencapai 17,87%. Khusus sampai triwulan III 2015, capaian kontribusi mencapai 17,82%. Angka ini lebih tinggi dibanding periode yang sama tahun lalu yang sebesar 17,42%.

Nilai ekspor produk hasil industri (industri pengolahan non migas) sampai Agustus 2015 sebesar US$ 72,21 miliar dan impor produk komoditi industri sebesar US$ 72,49 miliar. Ekspor produk hasil industri (industri pengolahan non migas) hingga Agustus 2015 memberikan kontribusi 70,44% terhadap total ekspor nasional. Pangsa pasar ekspor utama produk industri menuju Amerika Serikat, Jepang, China, Singapura, dan India. “Optimisme kita masih realistis karena didasari arus investasi yang terus masuk dan termasuk realisasi ekspor serta produksi dari industri, menengah hingga kecil,” ia menguraikan.

Sektor industri (ilustrasi) (Foto: IST)

Sektor industri (Ilustrasi Foto: IST)

Selain itu, kata Saleh, dalam beberapa kali kesempatan bertemu dengan pelaku industri dan kunjungan pabrik, keyakinan pada prospek bisnis di Tanah Air masih kuat. Nilai investasi di dalam negeri atau PMDN sektor industri triwulan III tahun 2015 sebesar Rp 20,05 triliun atau tumbuh sebesar 7,45% persen dibanding periode yang sama tahun 2014 sebesar Rp 18,66 triliun. Sedangkan nilai investasi PMA sektor industri pada triwulan III tahun 2015 mencapai US$ 3,15 miliar, sehingga nilai total investasi yang masuk pada triwulan III pada tahun ini mencapai US$ 4,75 miliar

Menperin juga kembali menegaskan perlunya mendongkrak daya saing industri. “Rumusnya ya dengan menekan faktor yang menjadi beban. Ketersediaan energi listrik dan gas dengan harga yang bersaing, bunga bank yang kompetitif dan cost logistik yang murah,” ujarnya. Pihaknya telah lama mendesak hal ini. Harga gas misalnya, diakui memberatkan industri petrokimia yang merupakan pemasok ke industri lainnya. Begitu juga menekan industri pupuk dan keramik. “Syukurlah, Pemerintah telah menetapkan harga gas untuk pabrik dari lapangan gas sesuai kemampuan industri pupuk, US$ 7 per MMBTU. Ini berlaku Januari 2016,” katanya sembari mengungkapkan hal ini telah lama diwacanakan dan akhirnya berhasil diwujudkan. “Artinya, memang butuh kerja keras, nyatanya bisa juga asalkan punya semangat yang sama demi kepentingan sebanyak-banyaknya pihak,” ia menegaskan. nya.

Kemenperin juga mendorong industri ke luar pulau Jawa, dengan membangun 14 kawasan industri dan membangun 22 sentra industri kecil dan menengah, terbagi sebanyak 11 di kawasan timur dan 11 di Barat Indonesia. Ke depan, dukungan fasilitasi berbagai fasilitas fiskal (insentif perpajakan seperti tax holiday dan tax allowance), non-fiskal, dan moneter, serta penyediaan pembiayaan akan terus diupayakan bagi pengembangan industri. Menurutnya, pemerintah dan pelaku industri menyakini paket-paket kebijakan ekonomi yang diluncurkan sejak September semakin membuahkan hasil di tahun depan.

Fasilitas dan Insentif

Selain itu, pemerintah juga memberikan fasilitas insentif di berbagai sektor industri, di antaranya untuk industri baja. Untuk menjaga iklim industri besi baja tetap kondusif, Pemerintah telah menerbitkan kebijakan SNI Wajib untuk Produk besi baja, tata niaga impor besi atau baja, P3DN dan trade remedies. Selain itu, dalam rangka pengembangan industri besi baja nasional Pemerintah telah memberi fasilitas bagi investasi baru maupun perluasan industri berupa pemberian tax holiday dan tax allowance.

“Yang harus juga diperhatikan, pelaku industri baja harus mengembangkan diri, mengingat spesifikasi dari negara-negara eksportir terus berkembang seiring inovasi teknologi dan kebutuhan,” kata Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin, I Gusti Putu Suryawirawan. Terkait P3DN, Kemenperin berkoordinasi dengan berbagai instansi untuk peningkatan penyerapan produk baja nasional, terutama pada proyek-proyek infrastruktur pemerintah yang menggunakan APBN. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan produktivitas baja nasional.

Pembangunan infrastruktur, konstruksi dan terus tumbuhnya industri termasuk galangan kapal dan otomotif membutuhkan bahan baku baja. Kebutuhan baja kasar (crude steel) tercatat terus menanjak, dari 7,4 juta ton pada 2009 menjadi 12,7 Juta ton di tahun 2014. Guna memenuhi permintaan baja domestik dan menghindari ketergantungan yang tinggi terhadap baja impor, maka masih diperlukan banyak investasi di sektor baja. Hal ini diperlukan juga untuk dapat memenuhi kebutuhan pembangunan infrastruktur di Indonesia yang diperkirakan sekitar Rp 5 ribu triliun sampai dengan tahun 2019 dan membutuhkan baja sekitar 17,5 Juta ton/tahun.

Industri besi dan baja juga menjadi salah satu industri prioritas lantaran merupakan bahan baku dasar bagi industri lainnya antara lain industri galangan kapal, industri di sektor migas, alat berat, otomotif, dan eletronika. Selain itu, industri besi dan baja adalah salah satu pendukung utama dalam rangka pembangunan infrastruktur di Indonesia antara lain jalan, bandara, pelabuhan, rel kereta api, dan beberapa fasilitas lainnya.

Berdasarkan data Kemenperin, jumlah perusahaan industri baja nasional hulu dan hilir sebanyak 1167 perusahaan. Industri baja nasional hulu dan hilir mampu menyerap 300.309 orang tenaga kerja. Industri hilir besi baja nasional tumbuh lebih cepat dibanding dengan industri hulunya. Salah satunya disebabkan karena besarnya nilai investasi . Perbedaan kapasitas industri ini menyebabkan pasokan bahan baku domestik baik untuk industri intermediate maupun industri hilir saat ini masih belum mencukupi.

Saat ini, tumbuhnya industri baja hulu menunjukkan ke arah yang positif. Jika sebelumnya hanya diwakili PT. Krakatau Steel dengan teknologi HYLS/ Reduksi Langsung, namun sekarang telah tumbuh beberapa industri baja hulu antara lain PT. Krakatau Posco, PT. Indoferro, PT. Meratus Jaya Iron and Steel, PT. Delta Prima Steel, dan Gunung Steel Group melalui PT. Gunung Raja Paksi serta PT. Gunung Gahapi Sakti. (***)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved