Management Strategy

Tahun Ini, Jiwasraya Bidik Premi Rp 11 Triliun

Tahun Ini, Jiwasraya Bidik Premi Rp 11 Triliun

Asuransi jiwa pelat merah, PT Jiwasraya menargetkan pendapatan premi sebesar Rp 11 triliun pada tahun ini. Direktur Utama Jiwasraya Hendrisman Rahim mengatakan kondisi perusahaan saat ini telah jauh lebih matang dibanding tahun 2008 lalu. “Perusahaan ini cukup unik, tertua dan beberapa tahun ke belakang pernah mengalami masalah yang cukup besar dengan utang Rp 6,7 triliun, yang sebenarnya adalah liability dan aset,” katanya.

Jalan keluar paling mudah adalah dengan penanaman modal negara. Tapi, sulit mendapatkan suntikan modal pada saat itu. Perseroan akhirnya memilih langkah restrukturisasi hingga akhirnya masalah pun selesai dalam waktu lima tahun. Saat ini, perseroan sudah masuk dalam kategori perusahaan yang bebas masalah. “Masalah lainnya, kami harus berjuang lebih keras di pasar agar berkembang,” ujarnya.

Kalau pada tahun 2008, laba perseroan hanya sekitar Rp 13-30 miliar, lanjut dia, saat ini, Jiwasraya mampu meraup keuntungan jauh lebih besar, hingga Rp 200-600 miliar. Pada saat itu, perseroan kesulitan menghimpun premi sebesar Rp 1 triliun. Kini, pendapatan premi perusahaan yang menjadi asuransi resmi klub sepakbola asal Inggris, Manchester City, itu sudah mencapai Rp 6 triliun.

Direktur Utama PT Jiwasraya (Persero) Hendrisman Rahim

Direktur Utama PT Jiwasraya (Persero) Hendrisman Rahim

“Untuk saat ini, Jiwasraya sudah cukup beruntung dengan menempati posisi ke-6 di industri asuransi. Kalau untuk kategori perusahaan lokal, Jiwasraya tetap nomor satu. Kalau yang lima di atas Jiwasraya merupakan perusahaan yang sudah joint venture dengan asing,” katanya.

Hendrisman yakin perseroan bisa menembus lima besar. Caranya, dengan meningkatkan kompetensi sumber daya manusia dalam menghadapi pasar saat ini. Apalagi, era pasar bebas ASEAN (MEA) sudah akan dimulai pada tahun ini. Adopsi teknologi terbaru juga penting untuk meningkatkan layanan kepada nasabah. “Banyak orang berpikir modal adalah kendala utama. Tapi, dalam pandangan saya, modal bukan satu-satunya. Kuncinya adalah mau membuka diri dengan perubahan yang ada di pasar,” katanya.

Ya, pasar asuransi tumbuh pesat selama satu dekade terakhir. Kalau dulu industri asuransi adalah product driven, dimana perusahaan memperkenalkan produk tanpa memikirkan kebutuhan nasabah. Kini, telah bergeser menjadi customer driven, dimana produk datang sesuai permintaan nasabah. “Inilah yang masih menjadi kendala bagi para pemain lokal di industri asuransi. Saat ini, tingkat penetrasi industri asuransi jiwa baru 2,16%, sebuah angka yang kecil untuk pasar asuransi yang besar saat ini,” katanya.

Jika tingkat penetrasi asuransi jiwa bisa dikatrol hingga 5%, mantan Dirut Reasuransi Indonesia itu yakin pendapatan premi perseroan bisa naik dengan signifikan dan menembus peringkat 10 besar perusahaan asuransi terbesar di dunia. Dengan pasar Indonesia yang sangat besar dan peluang pertumbuhan minimul bisa mencapai 15-16% per tahun, itu adalah target yang realistis. “Inilah yang harus dipelajari perusahaan asuransi di Indonesia karena perusahaan joint venture sudah lebih dulu melihat potensi ini. Kuncinya, asuransi lokal harus fokus meningkatkan penetrasi asuransi menjadi lebih dari 5%,” katanya.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved