Marketing

Jurus Indovision Menaklukan Pasar Pay TV

Oleh Admin

Rudy Tanoesoedibjo

Hampir 20 tahun Indovision mengibarkan benderanya di pasar televisi berlangganan (pay TV) Indonesia. Selama itu pula Indovision mengalami kegagalan berulangkali. Tak hanya akibat model bisnis yang salah dan terlilit hutang krisis moneter, Indovision pernah berada di posisi terendah di jajaran pay TV lantaran strategi marketing yang tidak tepat. Kini dengan 1,168 juta pelanggan Indovision bersama TopTV dari PT MNC SkyVision (MSV) justru menguasai 65 persen pasar pay TV Indonesia.

Tahun 2004 CEO MSV, Rudy Tanoesoedibjo melakukan restrukturisasi keuangan. Ia juga mengubah model bisnis Indovision yang tidak lagi memaksa pelanggan membeli peralatan pay TV seperti parabola. Jumlah pelanggan Indovision pun melesat 8 kali lipat dari 800 menjadi 6500 pelanggan per bulan.

Namun pesatnya pertumbuhan pelanggan Indovision memunculkan masalah baru. Saat itu Rudy merupakan penganut suatu teori manajemen yang taat. Teori tersebut mengatakan bahwa struktur organisasi yang semakin ramping akan semakin baik untuk perusahaan. Ketika pertumbuhan pelanggan naik tajam, jumlah karyawan Indovision tetap 300 orang. Mereka bahkan tak jarang harus bekerja 24 jam. Bukan itu saja, Indovision juga banyak mengandalkan tenaga outsource termasuk urusan penjualan dan penasehat teknis.

“Tahun 2005 jumlah pelanggan turun lagi karena kami tidak siap. Apalagi kompetitor masuk, dealer dikasih komisi Rp 450 ribu per pelanggan, kita cuma Rp 200 ribu per pelanggan,” kenang Rudy pada Media & Financial Partner Gathering MSV.

“Saya kemudian berpikir, kalau ada orang lagi masuk kasih Rp 600 ribu, gimana nasib kita?” lanjutnya.

Tak lama setelah itu, kompetitor ternyata memberikan tawaran yang sangat menggiurkan pada pasar. Kompetitor tidak mengenakan biaya apapun untuk berlangganan. Mereka hanya diminta mengumpulkan salinan kartu identitas untuk mendaftarkan diri. Untungnya Indovision tak latah menerapkan strategi tersebut. Kompetitor rugi besar lantaran banyak dealer nakal membuat KTP palsu untuk klaim komisi mereka.

MSV juga kerap mendapati dealer nakal. Misalnya, ketika pelanggan memerlukan bantuan teknis, dealer tak jarang meminta ongkos lebih pada MSV. Hal tersebut sering terjadi di daerah-daerah yang jauh dari ibu kota termasuk Sumatra. Karena geram, Rudy menegur dealer tersebut.

“Bapak jangan gitu, nanti saya tinggal!” kata Rudy meniru ucapan dealer nakal yang ditegurnya. Rudy marah. Dealer dipecat. Ia kemudian mengirim orang kepercayaannya ke Sumatera, mengambil alih konsumen dealer tersebut.

Dari peristiwa tersebut Rudy pun berprinsip, “Indovision tidak boleh bergantung dengan pihak ketiga!”. MSV banting setir, mengubah total strategi marketingnya. Perusahaan yang akan IPO Juni nanti mulai masuk pusat perbelanjaan menjajakan jasa pay TV. Telemarketing dari pintu ke pintu pun dilakukan MSV demi mendongkrak jumlah pelanggan.

Tak sedikit olok-olok yang diterima MSV karena strategi marketingnya. “Jualan pay TV kok kayak jualan kawat nyamuk di mall, ketok-ketok pintu,” tutur Rudy menirukan temannya.

Anjing menggonggong, kafilah tetap berlalu. MSV tetap menggunakan strategi tersebut. Kini kompetitornya malah meniru strategi tersebut. MSV bahkan menggandeng para dokter untuk promo channel Baby TV.

Kini dengan 8000 karyawan, MSV memiliki 60 kantor cabang. Tahun ini rencananya akan bertambah 22 kantor cabang. Menurut Media Partners Asia, akhir tahun 2011 penetrasi pasar pay TV Indonesia sebesar 1,8 juta pelanggan. Dari angka tersebut, MSV menguasai 1,163 juta atau 65 persennya. (Tika Widyaningtyas/EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved