Marketing Strategy

Mengapa Masyarakat Masih Enggan Berlangganan TV Kabel?

Mengapa Masyarakat Masih Enggan Berlangganan TV Kabel?

Hiburan kini menjadi salah satu kebutuhan primer yang mulai banyak dicari, termasuk hiburan dengan media Participatiaon Television (PTV) atau tv kabel. Meskipun demikian, perkembangan industri PTV tidak sedahsyat yang diharapkan. Setidaknya hal ini dialami oleh bisnis PTV dari MNC Sky Vision. “PTV kami sudah muncul sejak tahun 1994 namun peenetrasinya masih 9%. Tentunya kami bertanya-tanya apa yang terjadi dengan market ini?” ujar Dhini W. Prayoga, Chief Marketing & Content Officer MNC Sky Vision.

Penjualan PTV yang belum sesuai ekspektasi ini tentunya merupakan suatu kesempatan besar yang masih bisa digarap. Menurutnya lagi, faktor ekonomi sama sekali tak mempengaruhi jumlah pengguna PTV di Indonesia.”Kalau mau dihitung kelas A-B kita aja ada 20 jutaan, perkiraan ada 4 juta yang punya PTV. Ini tentunya pertanyaan yang besar, mereka mampu, tapi kenapa tidak mau berlangganan?”

MNC

Ia pun membandingkan industri ini dengan telko yang muncul belakngan. Industri PTV yang sudah muncul sejak tahun 90an, namun belum mampu menyaingi pesatnya industri telko. “Ini tentunya menjadi challenge karena industri ini berbeda,” jelasnya lagi.

Strategi yang berbeda pun harus diterapkan untuk menjaring lebih banyak konsumen di pasar PTV. “Awalnya kami ingin menjadikan ini sebagai suatu kebutuhan umum sehingga kami pun harus melakukan inovasi. Kebutuhan umum ini harus bisa kita translate ke seluruh daerah dan tidak terbatas di kota besar saja,” ujarnya.

“Bagaimana orang Gresik, Jember, Kediiri bisa berlangganan PTV. Kita sudah tidak lagi berbicara orang Medan atau Surabaya karena satelit bisa kemana-mana. Perlunya dilakukan edukasi kepada konsumen dan mencipatakan demand bahwa kebutuhan tv berbayar adalah untuk menonton channe-channel luar,” ungkapnya.

Promosi dilakukan hingga ke pelosok Indonesia, karena 9% penonton PTVberasal dari rumah tangga baik dari kota kecil maupun besar. Strategi edukasi pun gencar dilakukan dengan masuk ke pulau-pulau seperti Bau-Bau, Momere, Kupang, dan Bima. “Target pasar kita rumah tangga, sementara rumah tangga itu tidak hanya ada di kota-kota besar saja melainkan kota kecil juga,” dia menambahkan.

Dia membandingkan dengan tingkat belanja masyarakat, misalnya datang ke mal untuk makan di fastfood paling tidak menghabiskan uang Rp200 ribu. Beli kopi saja Rp40 ribu. Itu artinya masih banyak orang yang mampu. Padahal, paket tv berlangganan Top TV cukup terjangkau Rp99 ribu. Namun karena mereka tidak merasa butuh mereka belum mau berlangganan.

Menurutnya, banyak nilai yang bisa diambil melalui PTV karena menghadirkan berbagai channel dengan segmen khusus. “Ada value yang bisa didapat untuk anak dan istri mereka. Misalnya dihadirkannya channel-channel khusus anak jadi anak bisa belajar dan mendapatkan pengetahuan,” dia mengklaim. Value khusus ini, tentunya tidak bisa disampaikan hanya melalui iklan semata, menurutnya perlu dilakukan strategi khusus yaitu dengan pendekatan personal. Marketing activity dilakukan dengan melakukan profiling per daerah untuk mengenali kebutuhan konsumen.

”Kami memiliki tim yang berjumlah 2.500 orang, mereka bertugas untuk mengedukasi konsumen dengan mendirikan booth di mal atau langsung door to door. Mereka juga diajari untuk memperkenalkan produk sesuai dengan gender dan usia klien, kalau anak-anak diberikan channel anak-anak. Ibu-ibu channel memasak atau menata rumah, bapak-bapak biasanya bola,” ujarnya.

Strategi marketing ini menjadi ujung tombak penjualan MNC Sky Vision, di mana 85% penjualan dilakukan dengan direct selling. Penjualan melalui pihak ketiga atau dealer hanya 15%, penjualan ini semakin diperkuat dengan 114 cabang di seluruh Indonesia. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved