Strategy

Perluas Akses Pembiayaan Pertanian, Model Inti-Plasma Jadi Idola

Perluas Akses Pembiayaan Pertanian, Model Inti-Plasma Jadi Idola

Sektor pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan dan kelautan tak banyak dilirik perbankan dan pembiayaan lainnya. Stigma terkait tingginya risiko macet membuat para pelakunya yang sebagian besar tergolong miskin kesulitan mengakses permodalan.

Muliaman Hadad

Muliaman Hadad

Dari data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), penyaluran kredit ke sektor pangan baru Rp212 triliun hingga tahun 2014. Jumlah itu masih sangat kecil, hanya 6% dari total kredit perbankan. Namun demikian, pertumbuhan kreditnya di atas rata-rata perbankan. Tahun ini, perbankan menargetkan pertumbuhan 20,3% atau sekitar Rp43 triliun untuk pangan. Sektor dimaksud meliputi pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan dan kelautan.

Inilah yang menjadi sorotan Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman Hadad. Pihaknya bekerja sama dengan perbankan dan lembaga keuangan nonbank berusaha mencari model pembiayaan yang cocok dengan karakteristik bidang usaha calon debitur.“Kami sudah menyiapkan model pembiayaannya, mulai dari yang inti-plasma, ataupun dengan pemberdayaan koperasi,” katanya.

Muliaman meminta perbankan menghapus stigma tingginya risiko macet penyaluran kredit pangan. Caranya adalah dengan memahami karakteristik usaha calon debitor. Baru-baru ini, OJK telah meneken kerjasama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk membahas bagaimana caranya menggenjot penyaluran kredit untuk nelayan.

“Di sana, perbankan dan kementerian berusaha menggali informasi sebanyak-banyaknya tentang karakteristik nelayan, menyediakan informasi tentang produk keuangan kepada mereka, serta membahas sejauh mana kesiapan pemerintah untuk membantu, misalnya menyediakan subsidi bunga, dan juga infrastruktur,” ia menambahkan.

Dengan begitu, perbankan dapat membuat model pembiayaan yang cocok dan disesuaikan dengan kekuatan jaringan dan kemampuan dana bank yang bersangkutan. Jaringan ini penting mengingat bentuk Negara Indonesia yang kepulauan. Jika tidak bisa membangun cabang, bisa juga membentuk layanan perbankan tanpa cabang (branchless banking).

“Tentunya, tak hanya kalangan perbankan, lembaga keuangan nonbank seperti asuransi, perusahaan pembiayaan, hingga pasar modal juga bisa berpartisipasi. Mereka semua lebih dulu membaca buku panduan yang telah kami buat sebelumnya dengan Kementerian KKP. Risiko kredit macet bisa dikurangi,” kata Muliaman.

Presiden Komisaris PT SMART Tbk. Franky O Widjaja menilai pola kemitraan berkelanjutan antara petani dengan pengusaha bisa akan mempermudah penyaluran kredit perbankan. Petani yang bernaung di wadah koperasi akan lebih mudah mendapatkan akses kredit.

“Kami sudah ada PISAgro yang membentuk working group yang berisi banyak petani dibantu para pengusaha sebagai bapak angkat. Lewat koperasi, petani bisa mendapatkan bantuan pelatihan bercocok tanam, benih unggul, pupuk tetap dosis hingga jaminan pasar. Dengan begitu, mereka bisa mendapat harga yang bagus untuk hasil panen. Jika pendapatan naik, petani bisa melunasi kredit dan ujung-ujungnya, mereka akan lebih sejahtera,” kata Franky.

Petani yang mendapat pendampingan dari koperasi dan bersinergi dengan pengusaha terbukti mampu meningkatkan produktivitas lahan. Kenaikan produksi sawit, cabe, jagung, dan lainnya akan berkorelasi positif terhadap pendapatan mereka. Lain halnya dengan petani yang bergerak sendiri tanpa pendampingan, produktivitas lahan cenderung stagnan.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved