Book Review Strategy

Pilihan untuk Menjadi Hebat

Oleh Admin
Pilihan untuk Menjadi Hebat

Judul : Great by Choice

Penulis : Jim Collins dan Morten T. Hansen

Penerbit : Harper Business (11 Oktober 2011)

Tebal : 320 halaman

ISBN : 978-0062120991

Satu lagi masterpiece hadir dari sang management guru. Kali ini Jim Collins berkolaborasi dengan Morten T. Hansen, Profesor Manajemen di UC Berkeley dan INSEAD, untuk menghasilkan sebuah karya yang menjawab pertanyaan: mengapa beberapa perusahaan tetap berkembang pesat di tengah situasi yang penuh ketidakpastian, bahkan chaos? Apakah faktor keberuntungan juga berpengaruh terhadap kehebatan perusahaan tersebut? Untuk menjawab berbagai pertanyaan itu, Collins dan Hansen melakukan riset intensif selama 9 tahun yang secara total melibatkan 20 orang peneliti. Karena besarnya antusiasme saat melakukan riset ini, mereka sampai menyebutnya sebagai simposium, merujuk pada serunya simpanse ketika saling berkumpul.

Ada 7 perusahaan di buku ini yang disebut mampu melampaui situasi yang chaos, yaitu Amgen, Biomet, Intel, Microsoft, Progressive Insurance, Southwest Airlines, dan Stryker. Tujuh perusahaan tersebut disaring secara ketat dari daftar awal 20.400 perusahaan yang dibuat oleh tim peneliti. Ke-7 perusahaan ini kemudian diberi julukan perusahaan 10X, mengacu pada besaran minimum perbandingan harga saham perusahaan tersebut dengan para kompetitor di industri sejenis selama periode observasi (1967-2002).

Para kompetitor yang dipilih menjadi pembanding adalah Genentech, Biomet, AMD, Apple, Safeco, Pacific Southwest Airlines, dan United States Surgical Corp. Pilihan Apple sebagai kompetitor Microsoft tentu mengejutkan mengingat Apple juga menunjukkan performa yang cemerlang. Studi ini membatasi perbandingan Microsoft dan Apple periode 1980-1990-an ketika Apple nyaris bangkrut pada periode itu (halaman 8).

Berbagai temuan provokatif sekaligus kontroversial banyak ditemukan di buku ini. Ditunjukkan bahwa pemimpin yang hebat (10Xers, pemimpin perusahaan 10X) bukanlah pemimpin yang lebih kreatif, lebih visioner, lebih berkarisma, ataupun lebih ambisius dibanding pemimpin lain. Faktanya, mereka hanyalah pemimpin yang lebih disiplin, percaya pada data empiris, dan… lebih paranoid! Dalam situasi chaos, dibutuhkan pemimpin yang konsisten pada nilai yang dipercaya, visi, dan tujuan yang hendak dicapai. Para 10Xers juga lebih percaya pada data empiris ketimbang bergantung pada pendapat orang lain ataupun rumor yang berkembang. Selain itu, para 10Xers juga memperhatikan hal yang sangat detail, sehingga tampak seperti orang paranoid. Mereka selalu mempersiapkan diri untuk menghadapi situasi paling buruk yang mungkin terjadi.

Hal yang mengejutkan di buku ini juga tampak dalam bab 4 (halaman 71), yakni inovasi ternyata bukanlah obat mujarab dalam lingkungan bisnis yang chaos. Semua perusahaan kompetitor 10X adalah perusahaan yang inovatif, tetapi mereka tidak bisa bertahan di lingkungan yang turbulen. Siapa yang meragukan keinovatifan AMD ataupun Apple? Bahkan terkadang perusahaan 10X kalah inovatif dibanding kompetitornya. Namun bukan berarti sebaliknya bahwa inovasi tidak penting. Inovasi penting bagi perusahaan 10X, tetapi hal yang lebih penting: bagaimana memadukan kreativitas dengan kedisiplinan.

Buku ini mengambil istilah fire bullet, then cannonball dalam sebuah peperangan. Untuk menembak sebuah target yang besar, sebaiknya kita menggunakan peluru untuk mengetahui arah sasaran, baru kemudian menembakkan meriam untuk menghabisi lawan. Dalam kasus ini, peluru adalah sebuah metafora untuk produk kreatif awal yang low cost, low risk dan low distraction test. Baru setelah pengetesan produk yang penuh kedisiplinan ini, kita menembakkan meriam untuk menguasai pasar dan mengakuisisi.

Dalam era yang serba tidak pasti saat ini, ternyata kemampuan pengambilan keputusan dan langkah implementasi yang cepat adalah blunder yang sangat fatal. Berbagai pertanyaan What if perlu dipikirkan untuk menghasilkan sebuah keputusan yang matang dan tepat. Bagaimana jika produk kita gagal? Bagaimana jika kompetitor mendahului? Bagaimana jika strategi yang diterapkan ternyata membawa risiko besar? Semua itu adalah pertanyaan yang perlu dijawab untuk mengantisipasi segala kemungkinan yang bisa terjadi. Ini adalah bentuk paranoid yang tepat di situasi yang tepat.

10X ternyata bukanlah perusahaan yang mengambil risiko lebih besar dibanding kompetitornya. Perusahaan ini tentu saja mengambil sebuah risiko dalam membuat keputusan, tetapi mereka membatasi dan melakukan manajemen risiko yang baik. Mereka juga cenderung bereaksi lebih lambat dalam mengantisipasi perubahan lingkungan dibanding kompetitornya. Di dalam situasi chaos, tampaknya idiom “lebih cepat lebih baik” tidak berlaku.

Satu hal yang menarik di bagian akhir buku ini (halaman 149) adalah analisis tentang peran keberuntungan dalam kesuksesan. Hasil studi kedua penulis menunjukkan bahwa kesuksesan yang diraih oleh 10X dan 10Xers bukan karena mereka lebih beruntung dibanding kompetitor, melainkan karena mereka memiliki apa yang disebut sebagai return on luck (ROL). Ini adalah kemampuan memaksimalkan potensi yang kita miliki untuk mendatangkan keberuntungan bagi kita. Bill Gates bukanlah satu-satunya anak muda di Harvard yang memiliki kemampuan programming pada 1970-an. Toh, tidak semua anak muda itu yang mau berkorban dan berjuang keras mendirikan perusahaan seperti yang dilakukan Bill Gates. Ribuan orang mampu berbuat sama seperti Bill Gates, tetapi mereka tidak melakukannya. Itulah ROL, dan keberuntungan bisa kita kontrol.

Perbedaan nyata buku ini dari karya-karya Jim Collins terdahulu adalah pada karakter turbulensi lingkungan yang dihadapi berbagai perusahaan 10X. Ini berbeda dari Built to Last ataupun Good to Great yang fokus pada perusahaan hebat saja, tanpa mempertimbangkan kondisi lingkungan yang tengah berlangsung. Akan tetapi, ada kesamaan buku ini dengan buku-buku Jim Collins terdahulu, yang tampaknya menjadi ciri khas sang maestro manajemen ini. Buku ini secara inovatif memperkenalkan berbagai idiom baru yang memperkaya khazanah ilmu bisnis dan manajemen. Istilah seperti 10Xers, 20 Mile March, Fire Bullets then Cannonballs, Leading above the Death Line, dan SMaC (Specific, Methodical, and Consistent) Recipe tentunya akan semakin sering kita dengar dalam pembahasan berbagai kasus manajemen di masa depan.

Masa depan selalu penuh ketidakpastian, dan karena itu sangat sulit diprediksi. Namun, kita memiliki pilihan untuk menjadi hebat dan besar di masa depan. Kita mampu menciptakan masa depan.

YUDO ANGGORO

Peresensi adalah staf pengajar SBM ITB, kandidat doktor kebijakan publik di University of North Carolina, Charlotte, Amerika Serikat.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved