Marketing Strategy

Produk Udang Beku Indonesia Bebas Melenggang ke AS

Oleh Admin
Produk Udang Beku Indonesia Bebas Melenggang ke AS

Department of Commerce Amerika Serikat (AS), Selasa (13/8/2013), mengumumkan hasil akhir penyelidikan Countervailing Duty (CVD) terhadap impor produk udang beku dari tujuh negara, yaitu Ekuador, India, Malaysia, China, Vietnam, Indonesia, dan Thailand. Hasilnya, produk asal Indonesia terbukti tidak bersubsidi. Hal ini membuka peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan ekspor produk udang bekunya.

“Hasil penyelidikan tersebut menunjukkan bahwa produk udang beku Indonesia dan Thailand tidak bersubsidi, sementara produk sejenis dari Ekuador, India, Malaysia, China, Vietnam ditemukan bersubsidi,” Ni Made Ayu Marthini, Atase Perdagangan RI di Washington DC, merenangkan.

Tingkat subsidi final yang dikenakan terhadap impor udang beku asal Indonesia di bawah de minimis 2%, yaitu 0,23% dan 0,27% masing-masing untuk PT Central Pertiwi Bahari dan PT First Marine. Sementara itu, tingkat subsidi final untuk China sebesar 18,16%, India 5,54-6,16%, Malaysia 10,8-54,5%, Vietnam 1,15-7,88%, Ekuador 10,13-13,51%, dan Thailand 1,41-1,52%.

“Dengan final subsidy rate de minimis (di bawah 2% bagi negara berkembang), maka impor udang beku asal Indonesia dan Thailand bebas bea masuk pembalasan atas subsidi (CVD),” jelas Made.

Iman Pambagyo, Direktur Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan, menyambut baik hasil penyelidikan otoritas AS tersebut. “Ini merupakan hasil upaya diplomasi perdagangan di mana pemerintah Indonesia secara konsisten melakukan tiga pendekatan dalam menangani kasus tuduhan CVD sejak delapan bulan terakhir, yaitu pendekatan teknis dan substantif, pendekatan politis, dan tekanan diplomatis,” ujarnya secara terpisah, di Kementerian Perdagangan, Kamis (15/8/2013).

Iman berharap hasil akhir penyelidikan tersebut dapat mendorong peningkatan ekspor udang Indonesia ke AS. “Disamping tidak terkena CVD, produk udang beku Indonesia juga menjadi berdaya saing karena sebagian besar negara kompetitor menghadapi hambatan masuk ke pasar AS, seperti terkena subsidy rate CVD, antidumping, dan kasus penyakit udang,” imbuhnya.

Pencapaian yang baik dari hasil diplomasi perdagangan ini tentunya tidak luput dari kerja sama dan koordinasi seluruh pihak, termasuk instansi pemerintah, pelaku usaha/asosiasi, dan pengacara handal. “Hal ini kiranya dapat menjadi acuan kolaborasi yang baik dalam melakukan diplomasi perdagangan dan memperjuangkan kepentingan Indonesia di luar negeri,” kata Iman.

Berdasarkan data yang dimiliki pemerintah AS, impor udang dari ketujuh negara tertuduh CVD pada tahun 2012 hampir mencapai 90% dari total impor udang AS dan 75% dari keseluruhan konsumsi domestik AS. Ekspor udang Indonesia ke AS, menurut Made, mencapai US$ 634 juta pada tahun 2012.

Sebagai informasi, penyelidikan CVD terhadap impor udang beku di AS berawal dari permintaan Asosiasi Industri Udang di AS (COGSI) kepada Department of Commerce dan International Trade Commission (ITC) AS untuk melakukan penyelidikan CVD terhadap impor udang beku dari tujuh negara eksportir. Permohonan tersebut diajukan pada 28 Desember 2012.

Setelah proses investigasi oleh Department of Commerce selesai, tahap selanjutnya ITC akan menyelidiki apakah ada material injury yang dialami industri udang AS karena adanya praktik subsidi tersebut. ITC telah melakukan public hearing pada tanggal 13 Agustus kemarin, dan akan mengumumkan hasilnya pada bulan September mendatang.

Udang BekuBachrul Chairi, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan menambahkan, jika terbukti ada material injury, maka Ekuador, India, Malaysia, China, Vietnam akan dikenakan bea balasan atas subsidi yang dilakukannya. Dan hal ini bisa membuka kesempatan pasar yang luar biasa bagi Indonesia jika negara pesaing Indonesia terkena countervailing duty (bea balasan atas praktik subsidi).

Sementara itu, jika ITC tidak menemukan adanya injury, maka kelima negara yang terbukti melakukan subsidi tersebut bebas dari pengenaan bea masuk oleh AS. “Dalam hal ini, apapun keputusan ITC, Indonesia dan Thailand sudah berada di posisi aman karena telah terbukti tidak melakukan subsidi,” tandasnya.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved