Management Strategy

Strategi Hilirisasi Penentu Masa Depan Pertambangan

Strategi Hilirisasi Penentu Masa Depan Pertambangan

Berangkat dari tidak optimalnya pengelolaan pertambangan mineral dan batubara (minerba) Indonesia dewasa, dimana menurut Poltak Sitanggang, Ketua AEMINDO, terkesan mati suri, membuat para pihak terkait mencari solusi akan hal tersebut, tak terkecuali Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Yang perlu diperbaiki adalah perlunya pengkajian ulang terhadap regulasi pertambangan – dalam hal ini UU No 4 Tahun 2009 – dimana mesti mengakomodir terjadinya hilirisasi.

Coal-Mining.jpg-464x282

Direktur Jenderal Mineral dan Batubarau (Minerba), Kementerian ESDM, R Sukhyar, memaparkan salah satu bentuk strategi hilirisasi ini adalah meminta para pelaku usaha pertambangan untuk mendekatkan pabrik pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) dengan sumber bahan baku (resources).

Namun, untuk mendukung itu semua, diperlukan pembangunan lebih lanjut, yaitu infrastruktur. “Yang paling penting adalah listrik,” ujar Sukhyar. Hal tersebut juga dikuatkan dengan pernyataan Poltak bahwa, “Untuk konsumsi nasional saja masih kurang 6.900 mega watt per tahun, sementara yang dibutuhkan untuk pertambangan sebesar 5000 mega watt per tahun.”

Solusinya adalah melakukan kerja sama dengan perusahaan pembangkit listrik. “Misalnya dengan pembangunan PLTA serta geothermal,” paparnya.

Terlepas dari itu, upaya optimalisasi pertambangan hilir agaknya juga didasari oleh upaya untuk mendukung program Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), berupa pembangunan Indonesia Timur. Terlebih ini juga secara tidak langsung akan berdampak pada peningkatan perekonomian masyarakat setempat,

“Dengan adanya peningkatan pengusaha tambang, masyarakat akan mendapatkan manfaat dimana dengan ditingkatkannya infrastruktur maka akan berdampak pada peningkatan produktivitas lainnya, seperti pangan, peluang kerja, dan juga yang pasti memberikan nilai tambah kawasan itu sendiri,” papar Poltak.

Strategi hilirisasi juga perlu disokong oleh regulasi akan finansial. Karena selama ini yang dirasakan adalah para pengusaha pertambangan minerba lokal kerap kali mengalami kekurangan dukungan finansial. “Bahkan perusahaan nasional sendiri seperti Aneka Tambang (ANTAM) masih kekurangan dukungan dari bank lokal,” tambah Poltak.

Menurut Sukhyar, untuk mendorong hilirasisi pertambangan ini, pemberian insentif menjadi salah satu pilihan langkah pemerintah. Pemberian insentif fiskal tersebut bentuknya adalah dengan tidak adanya pungutan PPN terhadap smelter.

Dan yang terakhir, regulasi juga harus diarahkan agar tidak terjadi ketimpangan antara pengusaha lokal dengan asing seperti Freeport dan Newmont. Sebagai bentuk akan hal tersebut kedua perusahaan asing ini akan dikenakan divestasi sebesar 51%.

“Dengan demikian pengusaha minerba akan bisa fokus tidak hanya melakukan eksploitasi dan eksplorasi minerba saja, melainkan dapat memberikan nilai tambah (value added),” tutupnya. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved