Berita BCA Berita BCA

Michael Gunawan, Kibarkan Popoku dari Surabaya

Michael Gunawan, Kibarkan Popoku dari Surabaya

Foto-1aBelasan tahun bekerja di pabrik pembalut wanita mengantarkan Michael Gunawan menjadi pengusaha popok instan yang populer disebut masyarakat sebagai diapers. Merintis karier dari bawah hingga mencapai jenjang general manager sebagai posisi terakhir, pria kelahiran Surabaya tahun 1969 itu akhirnya memilih untuk menjadi pengusaha. Pilihan ini mantap dijalaninya setelah berdiskusi dengan tiga mantan teman kuliahnya sesama almamater Universitas Surabaya.

Berangkat dari pengamatan minimnya pabrik popok bayi di Indonesia yang kala itu cuma ada 3-4 pabrik, Michael dan kawan-kawan tergerak untuk memulai bisnis ini. “Dibandingkan dengan Malaysia yang pabrik popoknya mencapai belasan padahal populasinya kecil. Rasio pengguna popok ketika itu baru 0,3% per bayi per hari, jadi masih sangat kecil. Data terakhir per tahun 2013 penetrasinya di Indonesia masih sekitar 0,5% per bayi per hari. Artinya belum semua bayi di Indonesia ini menggunakan popok setiap harinya. Dampak penggunaan popok bayi ini adalah pada optimalisasi tumbuh kembang anak, karena tidurnya jadi lebih nyenyak. Ini adalah peluang dan pasarnya besar,” kenang Michael dengan sorot mata berbinar.

Lalu, Michael bersama teman-temannya tersebut memutuskan untuk mendirikan pabrik popok yang diberi nama PT Zensei Indonesia, dan kebetulan dia yang ditunjuk untuk memimpin. Distribusi dimulai dari wilayah Indonesia Timur, yang kini mendominasi pemasaran, yaitu sekitar 60%.

“Kami memulai produksi popok merek Popoku pada 2006 di Surabaya dan mulai berekspansi ke Jakarta dalam dua tahun terakhir. Pertimbangan kami membuka pabrik di Jakarta (lokasi pabrik di Cikupa, Tangerang), adalah karena tingginya ongkos transportasi dari Surabaya ke Indonesia wilayah barat. Di Tangerang ini kapasitas produksi kami mencapai 50%,” papar Michael.

Menurut Michael, untuk mengukur seberapa besar pasar mampu menyerap produknya, awalnya mereka melakukan survai di lapangan. Saat itu sudah ada tiga brand popok yang established. Ternyata dengan demand yang kuat, tiga brand yang sudah eksis itu sering kehabisan stock di toko-toko, karena kapasitas pabriknya yang kurang. Maka konsep Popoku saat itu meratakan distribusi di Indonesia Timur agar memiliki brand image yang kuat lebih dulu.

Diakui Michael, awal penetrasi cukup sulit. Maklum, dia harus mulai keliling sendiri dari Jawa Barat, Sulawesi, Kalimantan, dan seterusnya. Syukurlah dalam setengah tahun pertama penjualan Popoku mulai kelihatan peningkatannya, sehingga manajemen memutuskan untuk terus berekspansi.

Segmen pasar yang dibidik Popoku adalah kelas menengah ke bawah dengan beberapa varian produk selain popok bayi biasa, yaitu popok model celana dan popok untuk orang dewasa. Ke depannya Popoku juga akan memasarkan underpad untuk alas tempat tidur pasien di rumah sakit.

Bagaimana Strategi Promosi Popoku ?

Foto-1b“Untuk promosi ke daerah-daerah kami menggunakan iklan radio, sempat menggunakan iklan di televisi juga. Product life cycle popok itu dua tahun, kalau tidak punya anak lagi maka konsumen akan lupa dengan brand popok bayinya. Maka pendekatan kami gencar di posyandu dan rumah bersalin, tim marketing kami membuat event-event,” jelas Michael.

Sebagai brand baru untuk popok bayi, pertumbuhan Popoku tergolong cepat. Saat ini Popoku sudah menempati posisi ke-4 dalam penjualan popok bayi di Indonesia. “Kami mengalir seperti air saja tapi kami terus belajar dari masukan yang diberikan oleh konsumen mengenai Popoku, dalam ini para ibu yang bayinya menggunakan Popoku, dan juga belajar dari produk yang lain. Apa komplain-komplain yang brand lain terima agar jangan sampai terjadi produk kami,” harap Michael.

Dari segi kualitas, diklaim oleh Michael, Popoku dibuat menggunakan bahan-bahan yang berkualitas dan melalui kontrol produksi yang ketat. Kebersihan di ruang produksi itu sendiri juga menjadi salah satu syarat. Sebagai petunjuk, produk ini memiliki wetness indicator berupa gambar yang akan pudar saat popok sudah waktunya diganti. Untuk popok bayi di kelasnya, kualitas Popoku bisa dikatakan setara dengan popok impor.

Diakui Michael, sejak awal, Popoku menonjolkan identitas sebagai produk lokal. Tujuannya adalah berusaha menggeser pola pikir konsumen bahwa produk popok lokal tidak kalah dengan produk impor.

Ranah digital yang semakin dekat dengan kehidupan masyarakat juga dimanfaatkan Popoku untuk berpromosi dan melakukan edukasi melalui social media. Hasilnya, kini selain untuk memenuhi pasar domestik, Popoku juga sudah diekspor, di antaranya ke Nigeria dan India.

Popoku tidak sendirian sebagai pemain lokal. Saat ini di Indonesia sudah ada sekitar 7 – 8 brand popok lokal. Namun Michael tetap optimis, brand Popoku yang diusungnya bersama ketiga rekannya itu akan semakin dikenal masyarakat luas. Tidak ada resep khusus untuk optimismenya itu selain kejujuran. “Prinsip hidup saya dalam kehidupan pribadi maupun bisnis adalah selalu menjaga kejujuran,” ucap Michael.

Perkembangan Popoku terus menggembirakan, pada tahun 2014 ini total karyawan dan tim marketing di Surabaya dan Jakarta sekitar 450 orang.“Padahal, awal berdiri karyawan kami cuma 40-an orang. Dari awalnya pabrik kami hanya berproduksi 8 jam per hari, kini kami sudah memiliki 3 shift produksi sehingga dapat berproduksi 24 jam,” ungkap Michael.

Untuk tetap bertahan di bisnis ini, dia sadar betul bahwa menjaga kualitas adalah sesuatu yang wajib hukumnya. “Betul, pengguna produk masih bayi yang belum bisa bicara, tapi yang komplain ibunya. Makanya, Popoku memasang nomor hotline dan social media untuk konsumen agar dapat menjawab keluhan ibu-ibu,” terang Michael.

Soal harga, Michael menjelaskan, nilai tukar yang fluktuatif di Indonesia juga banyak berpengaruh bagi bisnis popok. Karena sekitar 50% bahan baku Popoku masih harus diimpor dari luar negeri. Karena itu, sekalipun sempat menyesuaikan harga produknya, tapi pihaknya menjamin harga jual produk Popoku masih sangat terjangkau oleh konsumen.

Selain menyasar pasar Surabaya dan sekitarnya, Sulawesi, serta wilayah Indonesia Timur hingga ke Papua, Popoku juga sudah didistribusikan di wilayah Jabodetabek. “Kami juga berencana untuk ekspansi ke Medan untuk semakin memecah ongkos distribusi,” imbuh Michael.

Popoku dan BCA

Tantangan terberat yang dirasakan Michael sebagai pengusaha, apalagi perusahaan baru, adalah mendapatkan permodalan dari perbankan. Perbankan cukup sulit dalam mendanai perusahaan yang baru, dan memang hal tersebut wajar. “Semua usaha ujungnya di modal, untuk beli lahan dan mesin perlu modal, makanya agak sulit dimengerti jika sekarang ini ada yang mengatakan usaha tidak perlu modal. Tapi kalau kita punya kemampuan, itu juga bisa menjadi modal dan menarik para pemilik dana untuk mendanai bisnis-bisnis yang feasible,”

“Seiring bisnis kami berjalan, BCA turut mendukung permodalan bisnis kami. Kami juga memanfaatkan KKB BCA untuk pengadaan kendaraan operasional,” jelas Michael.

Kini, sekitar 4 tahun BCA sudah mendukung bisnis Popoku, termasuk dalam rangka ekspansi ke Jakarta. Hampir semua produk BCA dimanfaatkan, termasuk payroll gaji karyawan. “Dengan KlikBCA Bisnis, semua transaksi menjadi jauh lebih simpel dan tidak makan waktu. Bahkan kepada distributor dan supplier juga, kami menyarankan untuk transaksi menggunakan BCA agar pembayaran lebih lancar, “ ujar Michael.(***)

BCA Senantiasa di Sisi Anda

# Tag


    © 2023-2024 SWA Media Inc.

    All Right Reserved