CEO Interview

Johnny Darmawan: Memimpin Harus dengan Hati

Johnny Darmawan: Memimpin Harus dengan Hati

Pada 2 April 2014, Johnny Darmawan Danusasmita pensiun sebagai Presdir PT Toyota Astra Motor (TAM) setelah masa jabatannya diperpanjang selama dua tahun. Pria yang sekarang berusia 64 tahun ini pernah dijuluki The Best Salesman in The World, karena berhasil menjual 2,7 juta unit Toyota selama memimpin TAM. Ketika Johnny diangkat menjadi Presdir TAM pada 2002, Toyota hanya menjual 82 ribu unit setahun. Tak heran saat Johnny memimpin, Indonesia menempati posisi nomor lima terbesar untuk penjualan Toyota setelah Amerika Serikat, Jepang, China dan Thailand.

Kini alumni lulusan ekonomi dari Universitas Trisakti ini dipercaya menjadi anggota Komite Ekonomi dan Industri Nasional bentukan Presiden Joko Widodo. Berikut petikan wawancara Wakil Ketua KADIN Bidang Otomotif dengan Arie Liliyah dari Majalah SWA tentang tema kepemimpinan.

Sejak kapan Anda merasa punya jiwa kepemimpinan? Apa yang memunculkan kepemimpinan ini? Apa pengalaman kepemimpinan pertama Anda?

Kalau ditanya sejak kapan, saya harus cerita dari awal. Saya sudah bekerja sejak masih kuliah, saat itu tahun 1975 saya tingkat tiga, saya bekerja di sebuah kantor akuntan. Kemudian tahun 1982 saya pindah ke Toyota, waktu itu namanya Multi Astra. Saya menyadari bahwa saya punya jiwa kepemimpinan sejak bergabung di Astra, satu tahun kemudian saya diangkat menjadi manajer.

Dari situ pula saya mulai belajar memimpin, menata, mencari solusi. Itu tahun 1983. Empat tahun kemudian saya naik lagi menjadi general manager (GM). Cukup cepat. Tahun 1990, empat perusahaan digabung menjadi satu, akhirnya pangkat saya turun karena disesuaikan dengan manajemen yang baru, saya jadi deputi GM. Tetapi 6 bulan kemudian saya sudah naik lagi menjadi GM.

Johnny Darmawan

Johnny Darmawan

Tahun 1992 saya menjabat direktur yang membawahkan keuangan, TI, HRD dan sekuriti. Tahun 1996, saya disuruh rangkap dengan general affairs dan government. Pada waktu itu saya merasa berat sekali memimpin beberapa bidang sekaligus.

Tahun 2000, saya dipindahkan ke Auto 2000, itu bidang yang totally beda jauh sekali dari semua pengalaman saya sebelumnya. Di Auto 2000 itu kan pemasaran, disuruh jualan, saya hampir-hampir mau keluar. Tetapi waktu itu atasan saya Pak Teddy Rachmat bilang kalau kamu merasa nggak cocok kamu bisa kembali lagi ke sini. Nah, waktu saya pindah ke Auto 2000 itu masih dalam masa krisis, penjualannya sisa setengahnya, dari yang sebulan 5 ribu unit, saat itu hanya 2-3 ribu sebulan.

Maka saya waktu itu kondisinya adalah baru belajar, masih buta, krisis pula. Jadi ibarat orang dilempar ke hutan rimba tanpa bekal peta. Tetapi saya berusaha tenang, belajar cepat, tidak sampai setahun, akhir November 2000 penjualan nyaris 10 ribu unit. Mungkin atasan melihat prestasi itu, dua tahun kemudian saya ditarik kembali ke sini.

Tahun 2003 saya diberi tugas menceraikan lagi empat perusahaan yang tadinya digabung itu menjadi dua, yaitu manufakturing (TMMI) dan distributor (TAM), karena tujuannya agar fokus. Kemudian saya diangkat jadi Presdir TAM. Itulah perjalanan kepemimpinan saya. Ya saya jalankan dengan fokus dan tenang.

Menarik pengalaman Anda saat harus bertanggung jawab di Auto 2000 yang mana pemasaran adalah bidang yang awam bagi Anda. Apakah itu artinya Anda tipe yang cepat belajar hal baru?

Saya nggak tahu, tetapi saya rasa saat itu memang iya saya harus belajar dengan cepat, karena kan saat itu juga harus jalan. Saya memang mudah meng-adjust, karena logika berpikir saya kuat, saya tipikal logis, otak kiri. Jadi cepat belajar. Waktu itu saya belajar pemasaran, tapi saya kombinasikan dengan ilmu akuntansi, karena saya kan orang akunting. Jadi saya pakai formula kalau mau besar ya volume, tidak bisa dengan harga.

Apa saja karakter atau ciri khas kepemimpinan Anda yang membedakan dari banyak pemimpin lain?

Saya sempat dijuluki si bapak senyum, karena kelihatannya saya senyum terus, ketawa-tawa terus. Padahal di dalam kepala sebenarnya pekerjaan sedang mumet. Prinsip saya, 20% kita manusia berusaha, tetapi 80% serahkan kepada Dia, Yang Maha Kuasa. Maka, apa pun masalah yang sedang saya hadapi, saya masih bisa senyum dan ketawa hehehe …

Saya punya filosofi dasar begini, pertama, saya adalah manusia tidak sempurna, maka saya harus terus-menerus belajar dan perbaiki diri. Kedua, saya bukan superman, jadi bekerja harus teamwork. Ketiga, berdoa kepada Yang Di Atas. Dan spirit saya never give up. Karena empat faktor itu tadi, gaya kepemimpinan saya adalah motivasi, bagaimana dalam organisasi ini bisa dibangun dengan solid dan motivasi yang tinggi. Dan dengan itu terbukti kami berhasil. Namun, tetap ada campur tangan Tuhan juga yang sudah menentukan garis tangan.

Johnny Darmawan

Johnny Darmawan

Apakah Anda merasa kepemimpinan Anda sebagai authentic leadership? Apa alasannya? Apa yang membentuk kekhasan tersebut?

Satu hal, menjadi pemimpin itu, pertama, harus jadi panutan. Terutama soal disiplin. Saya nggak tahu, tetapi saya kalau kerja disiplin. Jadi mungkin bawahan juga melihatnya, wah Pak Johnny saja disiplin, gimana kita nggak disiplin?

Kalau pemimpinnya tidak mencontohkan ya jangan harap bawahannya bisa kerja dengan benar. Percuma kan kalau saya bicara ke mereka, saya mau kita jadi tim yang solid, motivasi, dsb. tetapi kalau saya sendiri tidak mencontohkan akan percuma. Kami kan dari dulu masih ada campur tangan dari Toyota Jepang. Bahkan dulu mereka cenderung dominan mengatur segalanya. Tetapi ketika saya mulai menjabat direktur yang juga membawahkan keuangan dan HRD, saya bisa mendominasi, dan mereka mau mendengar kebijakan saya.

Kedua, saat membina hubungan dengan bawahan, atasan atau para kolega, pertama melayani dengan hati, keep respect sama semua orang siapa pun itu, akhirnya lahirlah trust. Saya berpikir mungkin hubungan dengan Jepang itu karena mereka suka dengan karakter saya, sehingga akhirnya perkenalan, respect dan trust.

Dalam hubungan kerja mereka itu seperti berprinsip, “Ya sudahlah saya tidur tenang, ada Johnny yang bisa dipercaya.” Mungkin seperti itu. Dulu mereka pernah kasih target Toyota Indonesia harus bisa masuk 10 besar dunia, kan Toyota ada di sekitar 50 negara. Akhirnya kami bisa masuk lima besar, tepatnya nomor empat di dunia yang terbesar.

Ketiga, dari awal, saya niatkan bekerja adalah ibadah, maka kalau ibadah kan artinya dipersembahkan untuk Tuhan. Nah, kalau niatnya begitu masa mau kasih persembahan yang asal-asalan saja? Tidak bukan. Persembahan harus yang terbaik, maka bekerja harus memberikan yang terbaik. Saya berusaha memberikan yang terbaik dari dalam diri saya.

Keempat lead by heart, memimpin dengan hati. Seperti yang saya bilang tadi, memotivasi dan meng-encourage people itu kan membuat mereka pada akhirnya satu irama dengan saya sebagai pemimpinnya. Tetapi tidak selamanya bisa seirama, berbeda pendapat boleh saja. Saya sendiri juga sering beda pendapat. Dalam board meeting semua bilang A, kadang saya sendiri yang bilang B. Tapi saya punya intuisi, jadi seringnya ketika saya punya jawaban atau pilihan yang beda sendiri, tapi setelah dieksekusi hasilnya terbukti berhasil.

Selain itu pemimpin juga harus berani ambil kebijakan yang tidak populer. Banyak kebijakan tidak populer yang saya ambil, tidak bisa saya ceritakan satu per satu.

Intuisi itu terbentuk dari pengalaman atau bakat?

Dari bakat dan pengalaman. Waktu itu, pernah Toyota Jepang menginstruksikan recall semua Camry, tetapi saya tidak mau. Saya berani melawan, karena saya tahu persis, Camry yang di sini berbeda dari yang di Amerika. Terbukti, kami bisa mengatasi customer handling dan akhirnya benar keputusan itu. Jadi melawan, tapi kami tahu bahwa yang kami pertahankan itu benar didukung dengan data dan fakta yang benar.

Bagaimana cara Anda membangun dan mematangkan kapasitas kepemimpinan ini?

Di Toyota Jepang itu kan ada filosofinya, Toyota Way, yaitu bahwa setiap hari harus ada improvement untuk diri sendiri dan sekeliling kita. Next minute harus ada improvement. Kedua, kembali lagi, saya menyadari saya bukan superman, jadi working as a team dan respect to people.

Salah satu Toyota Way juga ada Genchi Genbutsu (go and see) dan Kaizen. Jadi di hati kami setiap hari ada keinginan perbaikan dan perbaikan. Besok harus lebih baik dari hari ini. Ini saya rasa klop dengan filosofi pribadi saya, bahwa manusia itu tidak sempurna maka harus terus-menerus belajar perbaiki diri.

Nah untuk yang Genchi Genbutsu, bagi saya tidak hanya go and see melainkan juga terlibat, baru saya bisa merasakan dan tahu bagaimana mengambil keputusan atau kebijakan. Misalnya kunjungan ke pabrik, tidak bisa hanya datang melihat, bertanya sebentar lalu pulang. Namun harus terlibat, baru bisa merasakan. Maka saya harus bisa mengobrol yang intens dengan orang-orang di pabrik, mengikuti setiap pekerjaan mereka, baru saya bisa mengerti bagaimana langkah selanjutnya untuk problem mereka.

Jadi kalau ditanya soal proses produksi saya mengerti. Saya juga datangi cabang-cabang yang buruk performanya untuk cari tahu masalah dan solusinya. Saya juga datangi cabang yang bagus-bagus, sebab yang performa bagus ini kalau dia bagus terus juga perlu dicurigai, apalagi kalau dia sendiri saja yang bagus, sedangkan cabang lain di sekitarnya jelek. Ini yang patut curiga dong. Saya kan di auditor dulu, jadi saya tahu yang seperti itu.

Karakter Anda yang terbentuk saat ini apakah juga karena pendidikan dari dalam keluarga atau lingkungan?

Iya, papi saya adalah panutan saya, beliau pekerja keras. Saat beliau meninggal, saya sedang kuliah semester ketiga. Itu yang mendorong saya untuk kerja sambil kuliah. Kemudian masa kecil saya termasuk tipe anak yang kurang bergaul. Saya punya teman tapi hanya beberapa, dan hanya dengan mereka saja saya main, saya tidak bergaul luas.

Namun kenapa setelah jadi pemimpin, Anda kok bisa merangkul semua?

Itu yang tadi saya bilang, manusia tidak ada yang sempurna, maka teruslah belajar dan perbaiki diri.

Mohon Anda berikan beberapa contoh paling berkesan dari kepemimpinan otentik dalam mengatasi persoalan besar: apa solusinya dan bagaimana hasilnya?

Pada saat saya masuk ke Toyota sebagai pemimpin, saat itu kondisinya sedang krisis. Tuntutannya: kami harus pangkas biaya periklanan, di sisi lain harus menaikkan jumlah penjualan. Saat itu saya bersama salah satu GM Pak Hendrayadi, kami mendesain pemasaran yang lebih efisien tapi juga efektif. Akhirnya kami putuskan membuat direct communication.

Jadi didesainlah teknik pemasaran direct communication dengan membuat tokoh dari Toyota Indonesia. Mereka (tim pemasaran) memilih saya sebagai Toyota. Jadi Johnny is Toyota, Toyota is Johnny. Itu pertaruhannya: sekali saja saya berbuat yang buruk atau fraud, maka Toyota Indonesia juga habis. Jadi saya harus terus memperbaiki diri. Dengan begitu, Toyota Indonesia jadi ikut dipercaya masyarakat.

Bagaimana caranya agar para CEO muda Indonesia bisa menjadi authentic leader? Apa yang harus disiapkan dan dibenahi?

Sekarang dunia sudah berbeda dan isunya adalah pemimpin harus menghadapi Gen Y yang karakternya tidak gampang, berpikirnya harus out of the box. Sebenarnya kami yang generasi tua ini tidak kalah, tapi kami tetap harus adaptasi menghadapi fenomena ini. Jadi bukan dengan cara menunjukkan bahwa kami generasi tua lebih baik, tidak begitu. Melainkan, bagaimana menggabungkan pengalaman dahulu dengan kenyataan dunia sekarang.

Bagi mereka yang menjabat CEO di usia muda, yang paling penting adalah terus mengingat bahwa manusia tidak pernah sempurna, harus terus membuka diri untuk belajar dan perbaiki kekurangan. Kemudian sebagai orang muda, bagaimana mereka menjalankan perusahaan dengan pertumbuhan yang berkelanjutan, lebih baik grafiknya naik perlahan-lahan, daripada naik tajam kemudian menukik. Tidak apa-apa juga naik tajam pertumbuhannya, tapi setelah itu garisnya stabil di atas.

Apalagi kalau perusahaannya di industri manufaktur atau padat karya (Toyota). Yang diperlukan adalah pemimpin yang bisa mempertahankan pertumbuhannya steady growth. Kemudian, CEO yang baik adalah yang bisa membangun sistem yang baik, sehingga with or without him, orang tetap bisa jalan. Atau setelah ia sudah tidak menjabat lagi, penggantinya bisa terus menjalankan sistem yang sudah dibangun dengan mudah.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved