CEO Interview

Sukatmo Padmosukarso : Tugas Kami Biayai Proyek Infrastruktur Visible

Sukatmo Padmosukarso, Presiden Direktur PT Indonesia Infrastructure Finance (IIF)

Sukatmo Padmosukarso, Presiden Direktur PT Indonesia Infrastructure Finance (IIF)

Sukatmo Padmosukarso diangkat sebagai Presiden Direktur Indonesia Infrastructure Finance (IIF) sejak tahun 2013. Sebelumnya mantan orang nomor satu di PT Pos Indonesia ini (2009 – 2013) ini juga sudah mencatat karier yang panjang di bidang perbankan. Sukatmo memulai karier di Bapindo tahun 1980 hingga 1999 kemudian bergabung dengan Bank Mandiri tahun 1999 – 2002. Kemudian Ia pindah ke BII (sekarang maybank) dan menduduki salah satu kursi direksi sampai tahun 2009, kemudian pindah ke Rabobank dan menjabat sebagai salah satu komisarisnya. Hingga tahun 2013 ia pun hijrah ke IIF.

Sebagai pemimpin perusahaan pembiayaan infrastruktur swasta di bawah kendali Kementerian Keuangan ini, Sukatmo harus bertanggung jawab untuk mengalokasikan setiap dana yang masuk kepada proyek – proyek yang visible dari sisi komersial. Pada 22/Februari/2016, IFC, anggota dari Grup World Bank, bersama dengan Australia ANZ Banking Group Ltd (ANZ), mengumumkan bahwa mereka memberikan fasilitas pembiayaan sindikasi kepada IIF sebesar US$ 150 juta. Fasilitas pembiayaan ini ditujukan untuk meningkatkan akses finansial pada pendanaan infrastruktur yang akan membantu percepatan pertumbuhan ekonomi. Bagaiman strategi IIF untuk mengelola dana yang masuk agar terserap sesuai targetnya? Berikut kutipan wawancara SWA Online dengan Sukatmo Padmosukarso dalam acara penandatanganan kerja sama atara IIF, IFC dan ANZ, 22/2, di Jakarta.

Sebagai perusahaan pembiayaan infrastruktur, proyek yang seperti apa yang bisa dibiayai IIF ?

Jadi kriterianya adalah kami membiayai yang komersia , financially, visible. Alasannya karena kami adalah perusahaan komersil, itulah yang membedakan kami dengan SMI atau pun dengan biaya dari APBN. Kalau APBN itu kan dipakai untuk membiayai proyek-proyek pemerintah yang akan menjadi tanggung jawab pemerintah juga, yang mungkin secara komersial tidak visible. Nah, IIF itu ditugasi membiayai proyek-proyek yang secara komersial itu visible dan bisa diserahkan kepada swasta, baik dalam bentuk public – private partnership (PPP) atau pun yang secara inisiatif swasta atau Independent Power Producer (IPP), atau jalan toll, atau pelabuhan swasta atau pelabuhan udara swasta. Atau yang dikelola oleh BUMN, misalnya yang dikelola Pelindo atau Angkasa Pura. Jadi kalau mereka ingin membangun infrastruktur, tentu karena mereka BUMN, biasa mereka visible secara financial. Nah yang seperti itu kami siap biayai.

Saat ini proyek apa saja yang sudah siap didanai IIF sepanjang 2016 ? Oh cukup banyak sekali, saat ini di Indonesia ada 24 pelabuhan laut yang sedang dalam proses pembangunan, kami paling tidak sudah masuk di dua pelabuhan, satu di Indonesia Timur dan satu lagi di Jakarta, membiayai private sectornya. Kami juga ikut membiayai pembangunan dari terminal III Bandar Udara Soekarno – Hatta. Ada juga bandar udara swasta di Bintan yang sekarang sedang dalam proses pembicaraan. Dan beberapa, pelabuhan swasta dan pemipaan gas, storage bahan bakar, renewable energy. Itu adalah sektor- sektor yang oleh swasta itu dibiayai karena visible secara komersial.

Apakah semua proyek itu akan dibiayai dengan fasilitas pembiayaan sindikasi antara IIF, IFC dan ANZ senilai US$ 150 juta itu ? Iya, itu di antaranya yang akan dibiayai dengan fasilitas itu. Karena kurang lebih 50 – 60 % biaya infrastruktur kami itu dalam bentuk valuta, oleh karena itu kami memberikan kredit dalam valuta asing. Dan kami juga sudah dapat ijin dari Bank Indonesia, dalam hal mata uang, jadi IIF dalah salah satu lembaga keuangan yang boleh memberi pembiayaan dalam bentuk valuta asing.

Dari fasilitas pembiayaan sindikasi tadi itu, proyek apa saja yang sudah dimasukan dalam daftar pembiayaan IIF ?

Oh, sebelum sekarang ini istilahnya kami masih dalam pipeline, tetapi kami memang harus siapkan dulu dananya. Nanti rencana penarikannya sekitar bulan Juni 2016 ini. Jadi rencananya akan kami habiskan di semester kedua.

Tadi Anda katakan akan membiayai proyek energi terbarukan juga, apa dan di mana saja proyeknya?

Iya energi terbarukan adalah salah satu proyek yang sekarang ini cukup serius kami danai. Kami sudah masu ke proyek hydro energi di Asahan I, Sumatera Utara. Kapasitasnya 2 x 90 mega watt. Kemudian juga ada ada beberapa pembangkit listrik mikro hidro. Proyek besar yang kedua adalah proyek PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya) di Gorontalo, kapasitasnya 2 mega watt.

IIF sendiri membiayai berapa persen untuk setiap proyek tersebut ?

Iya jadi untuk proyek-proyek yang nilainya sampai dengan Rp 1 trilun, maka kami diziinkan untuk membiayai sampai dengan 35 % total biaya proyeknya, jadi kalau misalnya biaya proyeknya Rp 1 trilun, maka kami bisa membiayai sampai dengan Rp 350 miliar. Kalau lebih dari Rp 1 triliun, maka kami bisa ikut membiayai sampai maksimal 20 %. Artinya, kami juga harus mengajak landers lain untuk masuk dan ikut serta membiayai proyek-proyek tersebut. Kami menggunakan standar pembiayaan secara internasional.

Jadi jangka waktu pinjamannya berapa lama ?

Rata-rata 5 tahun, tetapi kami juga punya pinjaman dari Bank Dunia dan ADB (Asian Development Bank), itu pinjamannya bisa sampai 20 tahun. Sehingga kalau di blended, kami bisa beri pinjaman 13 – 15 tahun.

Jadi berapa total komitmen yang dijalankan IIF sampai saat ini ? Total komitmen kami mencapai kurang lebih US$ 400 juta dan diperkirakan akan meningkat sampai US$ 700 juta. Itu termasuk pinjaman yang kami dapat dari Bank Dunia sebesar US$ 200 juta, kemudian ada tambahan US$ 250 juta dari ADB, kemudian dari pembiayaan sindikasi antara IFC, IIF dan ANZ sebesar US$ 150 juta. Kemudian ada tambahan lagi Rp 1 triliun dari Bank Mandiri.

Bisa dijelaskan portofolio pembiayaan IIF saat ini ? Sektor energi terbarukan sekitar 40-an %, telekomunikasi sekitar 20-an %, transportasi (30 %) dan sisanya migas.

Marginnya berapa persen dari setiap pembiayaan ?

Marginnya kami ambil tipis sekali, tetapi besarnya berapa tidak bisa saya share untuk publik

Dalam pembiayaan proyek pemerintah, adakah syarat dan ketentuan dari pemerintah untuk IIF ? Oia, ada, jadi IIF ini kan didirkan atas dasar peraturan Kementerian Keuangan No 100/PMK.010/ tahun 2009. nah disitu ada 8 sektor infrastruktur yang boleh kami biayai, yaitu transportasi darat, laut, udara. Kedua, telekomunikasi, termasuk BTS tower dan sebagainya. Kami sendiri sedang terlibat dalam proyek Palapa Rings, itu adalah proyek fiber opticnya Telkom ada tiga yaitu Indonesia Barat, Indonesia Tengah dan Indonesia Timur, tetapi yang Indonesia Timur tendernya belum selesai. Kemudian sektor migas, kami biayai pengilangan gas di Gresik, Batam dan beberapa dalam pembicaraan. Kemudian ada IPP (Independent Power Producer) itu yang berbahan bakar gas dan hydro power. Kemudian juga ada PLTS, dan lainnya. Kemudian juga ada pembiayaan untuk proyek air bersih, dan jalan tol Cipali, itu dalah proyek yang pertama kali dibiayai oleh IIF.

Pihak IIF sendiri, saat akan membiayai sebuah proyek adakah syarat dan ketentuan yang diberlakukan ?

Kami prinsip utamanya adalah proyek tersebut visible dari sisi komersial. Kalau itu proyek pemerintah maka syarat utamanya adalah diizinkan untuk dibiayai oleh kami (swasta) dan tetap harus visible dari sisi komersial, serta pemilik proyek mau berkomitmen untuk peduli akan isu sosial dan lingkungan hidup maka kami mau tanda tangan. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved