CEO Interview

Swastanisasi, Kunci Sukses Bisnis Adhimix

 Swastanisasi, Kunci Sukses Bisnis Adhimix

Sejak lepas dari PT Adhi Karya (Persero) Tbk pada 2004 lalu, laporan keuangan PT Adhimix Precast Indonesia terus ‘membiru’. Perusahaan yang bergerak di bidang infrastruktur ini semakin agresif melahap berbagai jenis bisnis. Sebut saja, aspal, minyak dan gas, hingga jasa transportasi. Perusahaan yang banyak digawangi bekas karyawan Adhi Karya ini juga mampu menjadi One Trillion Club dengan mengantongi pendapatan sekitar Rp 2 triliun tahun lalu.

Surakhman, Direktur Utama Adhimix, menceritakan perjalanan perusahaan setelah carut-marut di bawah payung perusahaan induk. Berikut petikan wawancara reporter SWA, Ario Fajar, dengan Surakhman.

Bisa diulas singkat tentang profil perusahaan?

Adhimix berdiri secara perseroan terbatas (PT) sejak 2002. Dulu, kami adalah lini bisnis dari Adhi Karya. Tahun 2002, akhirnya kami dipisahkan dan menjadi perusahaan. Namun saat itu, induk perusahaan masih memegang saham mayoritas. Setelah tahun 2004, Adhi Karya sudah tidak lagi memiliki saham di Adhimix.

Apa alasan untuk spin-off?

Induk perusahaan ingin bisnis ini dijalankan dengan fokus. Dari kondisi itulah, kami spin-off.

Apa benar pendapatan Adhimix sudah mencapai Rp 3,2 triliun tahun ini ?

Itu adalah target kami. Tahun ini kami optimistis bisa mencapai nilai itu. Tahun lalu, pendapatan sebesar 2 triliun. Produksi kami sekitar Rp 2,4 Triliun, sedangkan nett-nya mencapai Rp 1,9 triliun.

Apa yang menarik dari Adhimix?

Kami adalah perusahaan nasional yang sahamnya dimiliki oleh karyawan internal. Maksudnya, orang-orang yang bekerja di sini memiliki saham Adhimix. Inilah yang tidak dipunya oleh perusahaan lain.

Apa alasan diberlakukannya regulasi tersebut?

Kami ingin menyamaratakan kesejahteraan di semua lapisan. Setiap orang berhak untuk memiliki saham. Entah itu office boy, driver, satpam, hingga direksi. Dengan begitu, kami berharap ada sense of belonging terhadap perusahaan.

Bapak atau direksi yang lain punya berapa persen?

Di kita tidak ada majority. Untuk level dirut tidak sampai 10%.

Bukankah skema seperti itu rentan konflik?

Saya justru berpikir ini adalah sebuah strategi untuk memenangkan persaingan. Karena kalau kita melakukan pembekalan trainee, kita dituntut bukan jadi pegawai, tetapi harus jadi pengusaha. Dan di sini, kami membuka peluang bagi mereka untuk jadi pengusaha dengan cara menjadi pemegang saham.

Bagaimana menjaga kepercayaan pemegang saham?

Agar tidak terjadi konflik ada perwakilan-perwakilan. Kami menunjuk 7 orang untuk mewakili suara-suara pemegang saham. Selain itu, ada kebijakan yang menarik di Adhimix. Untuk pejabat level supervisor ke atas, mereka tidak boleh menjual sahamnya. Kami juga menentukan batas bawah dan atas (saham) yang harus dimiliki untuk level tertentu. Intinya, semakin tinggi jabatan, kesempatan dia untuk membeli saham semakin besar.

Bagaimana kententuannya?

Pemegang saham tidak boleh menjual sembarang, kecuali jika dia keluar atau pensiun. Jika mereka masih bekerja, maka sahamnya harus tetap ada. Jika seseorang ingin menjabat level supervisor, maka dia wajib punya saham. Jika dia tidak ada uang, maka akan kita bantu. Caranya, dengan meminjam ke bank.

Seagresif apa bisnis Adhimix sekarang?

Bisnis utama kami antara lain, readymix, precast, dan konstruksi. Bisnis ini menopang 95% pendapatan perusahaan. Sedangkan portopolio yang baru seperti properti dijalankan tahun 2006.

Pangsa pasarnya?

Kontribusi pendapatan terbesar masih di readymix yakni mencapai 60%. Soal pangsa pasar, Readymix di Jabodetabek menduduki peringkat kedua setelah Pioneer. Saat ini kami memiliki 13 pabrik (plant). Kami membangun plant diberbagai kota agar memudahkan pengiriman, misalnya ada yang di Cibitung, Pulo Gadung, Sentul, Kebun Jeruk, dll. Kami punya plant precast di Surabaya.

Faktor pendorong perusahaan menjadi One Trillion Club?

Pertama, dari sisi makro pertumbuhan yang semakin membaik. Artinya, peluang itu ada dan semakin besar, tinggal kami tambahkan plant-plant. Menambah plant akan menambah volume dan berbarengan juga ke sumberdaya yang lainnya. Misalnya : SDM, investasi, dan harus didukung Bank. SDM kami sekarang 2500 orang, awalnya kami 600 orang. Kedua, bisnis readymix – precast secara bank itu bisa bankable. Dengan adanya bank, kita bisa investasi.

Bagaimana dengan bisnis-bisnis yang lain?

Untuk tumbuh, ada dua cara yang tempuh. Organik dan non-organik. Nah, kami akan fokus ke arah non-organik melalui akuisisi dan joint venture.

Kami memiliki AAJ (Aston Adhi Jaya). Kemudian juga ada Encona, yang sudah jalan duluan, di mana kita sudah placement 50% di sana. Namun disamping itu, kita juga punya anak-anak perusahaan yang sifatnya mendukung kekuatan core bisnis.. Misalnya, kita punya anak perusahaan yang bergerak di angkutan laut, angkutan darat, dan lain-lain. Jadi total ada sekitar 7 bisnis lain, yaitu AAJ (Aspal), Encona (EPC=Engineering, Procurements, Constructions), Indosarana (angkutan darat), APIn (Adhimix Pelayaran Internusa, yang bergerak di angkutan laut), MAKU (bahan baku), SINTAR (Grup join, masuk ke blok migas), APIK (konstruksi). Dan selain itu, ada juga DCA (untuk proyek-proyek untuk Japanesse loan), tujuan dari bisnis ini diperuntukan sebagai strategi untuk masuk ke proyek-proyek loan Jepang.

Apa kunci sukses perusahaan?

Waktu zamannya di Adhi Karya, kami tidak seagresif ini dalam hal penguasaan pasar dan pembangunan plant. Kami berkembang karena swastanisasi. Setelah lepas, kami bebas berinvestasi untuk mencaplok berbagai jenis usaha.(EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved