CSR Corner Corporate Action

Komitmen BNI Syariah Tingkatkan Ekonomi Lingkungan Melalui Duta Hasanah

Komitmen BNI Syariah Tingkatkan Ekonomi Lingkungan Melalui Duta Hasanah

Guna meningkatkan ekonomi lingkungan, BNI Syariah membentuk komunitas Duta Hasanah yang dibina melalui program Hasanah Empowerment. Seperti apa kiprahnya?

“Saat menjadi ojek pangkalan, penghasilan saya paling gede Rp3 juta per bulan, tapi setelah gabung dengan Go-Jek bisa Rp 9 juta tiap bulan. Sekarang isteri saya riang terus, padahal dulu suka marah-marah,” ujar Agus, pengemudi ojek yang tinggal di Jakarta ini.

Tentu masih banyak pengemudi Go-Jek lain di Jakarta bernasib mujur. Kehadiran aplikasi ojek online itu mampu mengubah nasib mereka. Jika sebelumnya tukang ojek tidak punya standarisasi dalam bekerja, kini mereka lebih profesional dan beretika. Harapan hidup lebih baik pun bisa menjadi kenyataan. Seperti diketahui bisnis Go-Jek tergolong socialpreneur, bukan hanya business oriented, tapi juga ada aspek sosialnya. Kini, 200 ribu tukang ojek menyandarkan nasib di Go-Jek.

gojek

Nadiem Makarim, CEO Go-Jek Indonesia

Besarnya dampak socialpreneur dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Masyarakat berpenghasilan rendah di Malang dan sejumlah kota lain pun kini bisa berobat dengan menggunakan sampah. Bagaimana mungkin hal itu terjadi? Ini bukan omong kosong. Berkat ide cemerlang dr. Gamal Albinsaid dan kawan-kawan di Malang, sampah-sampah yang dihasilkan di rumah bisa dijadikan untuk jaminan kesehatan. “Kami menyebutnya micro currency,” ujar Gamal menjelaskan. Lalu, Gamal mengembangkan micro insurance dengan memobilisasi masyarakat, menjadikan sampah sebagai sumber anggaran kesehatan mereka.

Sekarang, anggota asuransi sampah sudah lebih dari 500 orang. Gamal dan teman-teman menjalankan metode baru yaitu Pengobatan Sampah. Ada beberapa titik di mana masyarakat bisa menyetor sampahnya dan mendaftar menjadi anggota. “Tiap Sabtu sore jadi waktu bagi anggota untuk “setor premi” ke titik-titik tersebut untuk asuransi kesehatan mereka,” ujarnya. Nilai premi sampah itu minimal Rp 10 ribu. Anggota tim Gamal sekitar 50 orang yang berada di bawah bendera perusahaan “Indonesia Medika”. Kegiatan asuransi sampah Gamal dan tim ini mendapat penghargaan The Prince of Wales Young Sustainability Entrepreneur dari Pangeran Charles di Inggris. Apresiasi dengan hadiah 50 ribu euro itu dinilai mengatasi dua masalah sekaligus: sampah dan kesehatan.

“Tujuan Indonesia Medika ini sangat besar, mewujudkan setiap riset menjadi sesuatu yang nyata,” ujar Gamal. Dia prihatin karena banyak penelitian hanya berakhir di paper atau jurnal-jurnal. Rendah implementasi. Saat ini lebih dari 8 titik yang menggerakkan Indonesia Medika di seluruh Indonesia. Masing-masing punya 10 anggota. Di Medan, misalnya, ada tim yang menerapkan ini. Proyeknya bukan hanya asuransi sampah. Tapi, berkembang ada Sabuk Bayi Pintar, Mother Happiness Center dan To Mother and kid (Tomokid).

Selain Go-Jek, Gamal ‘asuransi sampah’, masih banyak sosok socialpreneur lain yang berhati mulia. Kiprah mereka tidak boleh dibiarkan berjalan sendiri. Itulah sebabnya, BNI Syariah tergerak untuk bergandengan tangan dengan para penggerak socialpreneur demi meningkatkan ekonomi lingkungan. Kegiatan ini sebagian bagian dari aktivitas Corporate Social Responsibilty (CSR) bank yang memulai operasional awalnya sejak 29 April 2000 itu.

Maka dari itu, sebagai salah satu perwujudan kampanye Hasanah Titik!, BNI Syariah meluncurkan program Mutiara Bangsa Berhasanah (MBB). Dalam program ini, BNI Syariah mencari sosok biasa yang berbuat luar biasa atau Hasanah bagi lingkungannya dengan harapan dari Duta MBB dapat menularkan “virus” Hasanah ke seluruh masyarakat.

Mengapa harus Hasanah? Menurut Dinno Indiano, Direktur Utama BNI Syariah, ini terkait dengan pencanangan corporate campaign Hasanah Titik! Sejak Februari 2014. Artinya, tidak ada pilihan lain, kita harus berhasanah untuk mewujudkan bangsa Indonesia maju dan bermartabat. Kata Hasanah sendiri diambil dari intisari doa sapu jagad yang berarti kebaikan di dunia maupun akhirat.

Hasil pengumpulan kandidat pada 19 Juni – akhir September 2014 dari 67 cabang BNI Syariah terkumpul 415 kandidat, selanjutnya dipilih 14 kandidat tingkat nasional dalam berbagai bidang baik ekonomi, pendidikan, kesehatan dan lingkungan, pertanian dan peternakan.

“Tokoh-tokoh MBB ini diusulkan dan dipilih oleh masyarakat. Selanjutnya terpilih 14 tokoh MBB. Uniknya, dalam pemilihan ini baik masyarakat yang mengusulkan ataupun tokoh yang terpilih tidak mendapatkan hadiah. Jadi lebih seperti gerakan tanggung jawab sosial,” jelas Endang Rosawati, Head Corporate Secretary & Communication Division BNI Syariah.

Kriteria-kriteria yang harus dipenuhi oleh tokoh MBB, sebagaimana dituturkan Endang, bisa dilihat dari kemampuan pemberdayaan ekonomi yang mereka miliki. Mereka sudah melakukan kegiatannya selama beberapa tahun atau dalam jangka waktu tertentu. Artinya mereka sudah istiqamah dalam melaksanakan kegiatannya. Jadi walaupun ada tantangan di depannya, para tokoh MBB ini masih akan melanjutkan kegiatannya

Yang jelas, kegiatan tokoh-tokoh MBB itu harus berdampak pada ekonomi lingkungan. Mengapa? “Sebab, core business BNI Syariah kan perbankan, jadi kami ingin kegiatan CSR MBB ini berdampak pada perbaikan ekonomi lingkungan,” Endang menegaskan.

BNI Syariah Hasanah

Inilah sebagian foto 14 Duta Hasanah BNI Syariah

Berdasarkan penilaian yang ketat, akhirnya terpilih 14 tokoh MBB. Mereka berasal dari seluruh Indonesia, yakni: 1. Giana dari Sukoharjo. Pembuat gitar dengan memberdayakan masyarakat. 2. Dra. M.e Budi Siwi di Ngawi. Dia menciptakan batik khas Ngawi dan memberdayakan perempuan serta mengentas warga dari kemiskinan. Berhasil masuk nominasi Pro Poor 2014 dari pemerintah Jawa Timur. 3. Risdani Yasir asal Medan. Guru ini mengajarkan pembuatan kerajinan hingga di ekspor ke Australia. Dia mendapatkan penghargaan Adiwiyata karena kerja kerasnya. 4. Abdul Hamid Rasyid di Bali. Dia menggerakan masyarakat di sekitarnya untuk mendapatkan kehidupan yang layak dari usaha rumput laut. 5. Suminah di Bengkulu, pengrajin sepatu batang pisang. 6. Yudik di Purwokerto, membuat jaringan budidaya (lele, belut, cacing, dan siat). 7. Andris Wijaya di Garut. Dia, founder Nasi Liwet Instan 1001 dan mengangkat citra beras Garut. 8. Eko Dadiek di Yogyakarta, usaha pengolahan urine sapi dan kotoran sapi.. 9. Makhbub Junaedi di Sidoarjo. Usahanya, pengrajin kulit dan memberikan pelatihan mengenai ketrampilan pengolahan kulit. 10.dr. Gamal di Malang, pemrakarsa asuransi sampah dengan memberdayakan pemulung. 11.Nadiem Makarim (Go-Jek) di Jakarta, revolusi ojek online untuk meningkatka derajad tukang ojek. 12. Jaya Jaya Setiabudi di Bandung. Pengusaha online yang aktif memberdayakan ibu – ibu (komunitas daster). 13. Nezatullah di Jakarta. Mahasiswa yang aktif memberikan pemberdayaan kepada lingkungan sekitar mengenai pengolahan sampah dengan nama Nara Kreatif. 14. Budiono di Solo, pengusaha peralatan rumah tangga yang membantu sosial.

Kepada 14 tokoh MBB yang terpilih ini, BNI Syariah memberi gelar mereka sebagai “Duta Hasanah”. Dalam perkembangannya, dari 14 tokoh itu yang aktif ada 13 socialpreneur. “Go-Jek masih sibuk, sehingga kurang aktif dalam kegiatan MBB,” ujar Endang.

Untuk ke-14 tokoh MBB yang terpilih tidak ada kontrak periode waktunya dengan BNI Syariah. Sebab, BNI Syariah tidak ingin mengikat mereka. “Kami justru ingin mengangkat tokoh-tokoh ini agar mereka bisa mengembangkan potensi yang mereka miliki untuk komunitas dan untuk masyarakat sekitar,” kata Endang.

Kehadiran MBB ini sekali lagi ingin menegaskan bahwa BNI Syariah memiliki Duta Hasanah. Ini kesempatan bagi masyarakat untuk bergabung dengan tokoh-tokoh Duta Hasanah untuk berkegiatan positif dan akan dibina, sehingga bermanfaat bagi peningkatan ekonomi dan sosial masyarakat di daerah sekitarnya.

Selanjutnya, setelah MBB terbentuk, tahun 2015, BNI Syariah membuat program Hasanah Empowerment. Pada program ini, para tokoh MBB terpilih melakukan kegiatan pemberdayaan ekonomi sesuai dengan komunitas masing-masing.

Sejak diluncurkan program Hasanah Empowerment, kegiatan yang sudah dilakukan di antaranya pengajuan proposal oleh para tokoh MBB. Pengajuan proposal ini terkait kegiatan dan kebutuhan mereka dalam menjalankan proses training. Hingga Desember 2015 beberapa tokoh MBB sudah menjalankan training kepada pesertanya selama 6 bulan. Sehingga saat ini, programnya sedang masuk ke tahap evaluasi. Apakah akan langsung dilihat peserta yang kompeten untuk dikembangkan atau dibutuhkan training tambahan.

Kegiatan pendampingan yang sudah dilakukan oleh Hasanah Empowerment, pertama, BNI Syariah meminta para tokoh MBB untuk mengajukan proposal terkait aktivitas yang akan mereka lakukan. Ada yang sudah melakukan aktivitas ini sejak awal Hasanah Empowerment, namun ada juga yang baru mengajukan di bulan November 2015.

Kedua, setelah pengajuan proposal maka dilakukan training kepada para peserta oleh masing-masing tokoh MBB. Saat ini ada sekitar 400 hingga 500 peserta training dari 13 tokoh MBB.

Diharapkan dalam program Hasanah Empowerment dapat membina sebanyak 650 orang mitra dengan dana yang disalurkan Rp 1 miliar dari zakat BNI Syariah dalam bentuk pendidikan dan pelatihan sebesar 35% dan modal kerja sebesar 65%. Bidang pemberdayaan terdiri dari 3 kelompok yaitu bidang kerajinan, bidang lingkungan, pertanian dan peternakan.

BNI Syariah-Duta

Peresmian tempat pelatihan kewirausahaan Kompatriot Socialpreneur Centre Hasanah Empowerment di Bantul, Yogyakarta

Salah satu bentuk kegiatan dan komitmen Hasanah Empowerment adalah peresmian tempat pelatihan kewirausahaan Kompatriot Socialpreneur Centre seluas 3.000 meter persegi di Dusun Randubelang, Desa Bangunharjo, Bantul, DI Yogyakarta, pada 28 Oktober 2015. Fasilitas pendukungnya, ada ruang kantor, multimedia, perpustakaan, dan lapangan olahraga. Di sini BNI Syariah memberdayakan mitra binaan Duta Hasanah melalui pendampingan pelatihan dan modal kerja

Hingga akhir tahun 2016, agenda kegiatan MBB dalam Hasanah Empowerment tentunya BNI Syariah ingin semua fase dari pelaksanaan program Hasanah Empowerment ini dapat tuntas. Mulai dari pengajuan proposal dan training yang sudah dilakukan. Lalu, dilanjutkan dengan pemilihan anggota masyarakat (peserta pelatihan) yang berpotensi untuk dikembangkan. Tahap terakhir, permodalan untuk mereka yang kompeten dikembangkan dan membuat usaha mereka sendiri.

Total dana yang dialokasikan untuk Hasanah Empowerment sebesar Rp 1 miliar per tahun yang disalurkan kepada para peserta melalui 13 tokoh MBB yang terlibat di kegiatan yang diikuti. Dana ini bersumber dari pengelolaan zakat yang disisihkan dari laba BNI Syariah sebesar 2,5 %. Selanjutnya untuk pembagian dana disesuaikan dengan proposal yang diajukan oleh masing-masing tokoh MBB. “Rata-rata dari proposal yang masuk dan disetujui, satu tokoh MBB akan mendapatkan bantuan dana Rp 85 juta untuk pengembangan anggota komunitasnya,” ungkap Endang.

Apa manfaat yang dirasakan oleh masyarakat dengan program Hasanah Empowerment ini? “Kami berharap dengan adanya Hasanah Empowerment ini, komunitas yang sudah dibimbing dan dibina oleh tokoh MBB atau Duta Hasanah, nantinya akan menghasilkan entrepreneur baru. Sehingga masyarakat bisa lebih berdaya dan memiliki kemampuan,” Endang menguraikan.

Dengan terlibatnya para tokoh MBB ini dalam program Hasanah Empowerment, mereka bisa melaksanakan aktivitasnya lebih optimal. Namun, pada akhirnya ini bisa menjadi penunjang usaha mereka. Contoh, tokoh MBB Budi Siwi di Ngawi, Jawa Timur, mampu melatih masyarakat yang putus sekolah dan dibina, pada akhirnya masyarakat ini bisa menjadi supplier atau marketing dari batik rancangannya. Atau bisa juga ketika nantinya para tokoh MBB ini memiliki order yang banyak, mereka bisa bekerja sama dengan anggota komunitas binaannya. Namun ada juga tokoh MBB yang mengikuti program Hasanah Empowerment ini untuk sekadar mengembangkan dari sisi kegiatan sosial mereka.

Lantas, apa manfaat yang diterima oleh BNI Syariah dengan program Hasanah Empowerment ini?

“Tentunya manfaat yang kami dapatkan Insya Allah pahala karena saling membantu sesama. Selain itu, selama program berlangsung teman-teman dari BNI Syariah juga akan melakukan edukasi agar masyarakat familiar dengan perbankan dan mengenal lebih awal dengan BNI Syariah. Dan nantinya masyarakat ini juga akan menjadi nasabah BNI Syariah, sehigga mereka bisa merasakan manfaatnya. Yang kami ingin tanamkan adalah keberadaan BNI Syariah dapat memberikan manfaat bagi masyarakat,” jelas Endang.

Sejatinya, lanjut Endang, BNI Syariah sudah mulai fokus di pengembangan ekonomi masyarakat sejak tahun 2012. Yang menjadi fokus kegiatan ada beberapa bidang yaitu pemberdayaan ekonomi, pendidikan, kesehatan dan dakwah. Sebelumnya, BNI Syariah juga sudah memiliki program Hasanah Santripreneur. Dalam program tersebut, BNI Syariah menggandeng pihak ketiga atau langsung ke para santri. Biasanya di pesantren memiliki bisnis unit, dan BNI Syariah menginisiasi usaha ataupun pengembangan usaha yang sudah ada.

Ke depan, BNI Syariah berharap akan terpilih beberapa Duta Hasanah baru. Kalau bisa, tiap tahun ada wajah baru yang memberi inspirasi positif dan menularkan virus Hasanah ke masyarakat. Selain itu, diharapkan Duta Hasanah muncul dari luar Jawa lebih banyak, sehingga lebih merata manfaatnya.

Para Duta Hasanah ini otomatis menjadi nasabah BNI Syariah. Apakah program Hasanah Empowermet ini sebagai salah satu strategi untuk meluaskan pasar? “Tujuan utama kami di Hasanah Empowerment adalah peningkatan ekonomi lingkungan, menggugah kesadaran atau edukasi bank syariah, menularkan semangat menjadi entrepreneur,” Endang menuturkan dengan tegas. Dia menambhakn, hingga kini penetrasi perbankan syariah di Indonesia masih minim, yakni kurang dari 5%.

Walaupun penetrasi perbankan syariah masih kecil, tapi BNI Syariah tetap optimistis. Setidaknya hal ini tercermin dari kinerja keuangan yang terus meningkat. Tahun buku 2015, labanya naik 40% dari Rp 169 miliar menjadi Rp 228 miliar. Untuk total pembiayaan mencapai Rp 17 triliun, sedangkan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang berhasil dihimpun sekitar Rp 19 triliun.

Untuk prospek bisnis syariah tahun 2016, kurang lebih sama dengan tahun 2015. Artinya, kondisi bisnis tidak langsung melejit, tapi juga tidak terlalu buruk. Masih ada harapan dan peluang,” kata Dinno Indiano, Direktur Utama BNI Syariah. Itulah sebabnya, target pertumbuhan tahun 2015 adalah moderat di kisaran 14 – 16%.

Suasana pelayanan kegiatan BNI Syariah di kantor pusat Jakarta

Suasana pelayanan kegiatan BNI Syariah di kantor pusat Jakarta

Duta Hasanah Harus Didukung

Menurut John Pepin, pakar social enterprises dari Inggris, yang lebih dari 15 tahun memimpin berbagai perusahaan amal dan sosial di seluruh dunia, ada kemiripan antara sosial enterprises dan small medium enterprises (SME’s). Keduanya, bertujuan komerasial dan ada target break event point, meski belm tentu dapat meraih profit besar selayaknya perusahaan komersial.

Perbedaannya, social enterprises mencari keseimbangan antara profit dan tujuan sosial itu sendiri. Juga, tidak memiliki jajaran pemegang saham yang harus dibayarkan dividennya. Seluruh profit perusahaan sosial digunakan untuk pendanaan operasional usaha yang bertujuan membantu masyarakat dan mengatasi berbagai persoalan masyarakat, seperti pengangguran, kemiskinan serta lingkungan sosial.

Menurut Pepin dalam wawancara khusus dengan SWA, social enterpreneurs terdiri dari orang-orang yang memiliki idealisme tinggi agar orang-orang di lingkungan sekitarnya menjadi lebih baik dan sejahtera. “Bagi mereka, keuntungan bukan utama, tapi akan tetap dicari untuk membiayai kegiatan sosial mereka,” jelasnya saat berkunjung ke Indonesia beberapa waktu lalu. Pengusaha sejenis ini lebih memprioritaskan believe in social returns, ketimbang financial returns. Mereka jadi wirausaha sosial bukan untuk tuntutan hidup cari nafkah, melainkan panggilan kemanusiaan secara profesional.

Untuk itu, Pepin setuju agar Pemerintah Indonesia mendukung penuh pelaku usaha sosial ini. Bentuk dukungan bisa berupa keringan pajak, kepastian hukum , bantuan permodalan dan bimbingan pelatihan, serta kemudahan berhubungan dengan pihak ketiga semisal perbankan untuk memudahkan pengajuan kredit.

“Di Inggris saja, wirausaha berbasis sosial mampu menyumbang hingga US$50 miliar dan sanggup menyerap hingga 1,2 juta orang dalam setahun. Idealisme dan kreativitas adalah basis social entrepreneurs. Apalagi di Indonesia banyak anak muda berbakat di bidang sosial, lingkungan hidup dan industri kreatif, “ ungkapnya tentang besarnya potensi wirausaha sosial di tanah Air kita.

Pernyataan Pepin benar adanya. Dari 14 Duta Hasanah BNI Syarih itu semuanya masuk dalam analisa Pepin. Penulis berhasil mewawancara tiga tokoh, yaitu Nezatullah, dr.Gamal, plus Nadiem Makarim Go-Jek. Berikut ini profil usaha singkat mereka.

1.Nezatullah – Nara Kreatif

Kemampuan menyulap limbah menjadi barang bernilai jual dan keprihatinan terhadap kondisi anak jalanan yang dimiliki oleh Nezatullah —- yang lebih akrab disapa Neza itu —-membuatnya terpikir untuk membangun social entrepreneur sejak masih duduk di bangku kuliah. Dengan latar belakang pendidikan formal Teknik Mesin di Politeknik Jakarta, Neza memanfaatkan ilmunya untuk membangun pengolahan limbah perusahaan dengan menyatukan permasalahan sosial dan lingkungan.

Nezatullah

Nezatullah, Pendiri Yayasan Nara Kreatif

Tahun 2012, ia beserta beberapa rekannya mulai merintis lembaga Nara Kreatif, hingga akhirnya 31 Januari 2013 Nara Kreatif resmi terbentuk. Nara Kreatif merupakan kewirausahaan sosial dengan fokus mengolah limbah perusahaan atau green office khususnya berbahan kertas yang selanjutya dijadikan office supply, wedding kit atau media kit. Proses produksi dalam Nara Kreatif ini dikaryakan oleh anak jalanan atau anak terlantar yang selanjutnya dijadikan akses pendidikan bagi mereka berupa sekolah gratis untuk kejar paket SD, SMP dan SMA serta sebagian juga ada yang mendapatkan akses asrama.

Produk yang dihasilkan Nara Kreatif dibanderol dengan harga yang variatif sesuai dengan jenis barangnya. Mulai dari harga Rp 2.000 hingga Rp 500.000 per produk tergantung jenis yang dipesan oleh customer. Walau masih seumur jagung usianya, tapi Nara Kreatif terus mengalami pertumbuhan. Di awal berdiri omsetnya baru mencapai Rp 60 juta dalam waktu satu tahun. Namun di tahun kedua naik hingga mencapai Rp 500 juta per tahun. Tahun ketiga Neza menargetkan omsetnya bisa mencapai Rp 700 juta per tahun dan bisa terus meningkat ke depannya.

Untuk biaya operasional yayasan, semuanya berasal dari hasil penjualan produk. Tahun 2015 Yayasan Nara Kreatif sudah masuk ke angkatan ke-3. Angkatan pertama dan kedua sudah ada 50 anak yang lulus kejar paket sekolah dan mendapatkan ijazah negeri. Di tahun 2015 ada 150 anak yang mengikuti pendidikan kejar paket gratis dan 20 anak yang di asramakan di Nara Kreatif Putra dan Putri. Kegiatan anak-anak yang tergabung dalam Nara Kreatif dari pagi hingga sore adalah kegiatan pengolahan limbah dan malam harinya barulah pendidikan sekolah untuk kejar paket gratis.

Untuk penyediaan limbah dalam proses produksinya, Nara Kreatif bekerja sama dengan beberapa perusahaan. Bentuk kerja sama ini berupa perusahaan memberikan limbahnya kepada Nara Kreatif, setelah itu perusahaan tersebut akan membeli kembali produk yang sudah didaur ulang sesuai dengan kebutuhan perusahaan. “Jadi perusahaan yang bekerja sama dengan kami akan mendapatkan dua nilai yaitu mendukung lingkungan dan juga membantu untuk permasalahan sosial,” lanjut Neza.

Hingga saat ini sudah ada beberapa perusahaan yang bekerja sama dengan Nara Kreatif yaitu: Nutrifood, Garuda Food, BNI Syariah, Toyota Astra Motor, Toyota Manufacturing Indonesia, Astra International, UKM Center, Bank Bukopin, Bank Mandiri, Kalbe dan Royale Jakarta Golf. “Salah satu perusahaan yang bekerja sama dengan kami adalah Nutrifood, tidak hanya memberikan limbahnya tetapi Nutrifood juga menyewakan tempat kepada kami untuk proses kegiatan daur ulang PT Nutrifood Indonesia,” ungkapnya.

Ke depannya Neza berharap Nara Kreatif ini dapat menjadi hybrid, yaitu ada yayasan dan perusahaan yang terpisah. Untuk saat ini, profit yang diperoleh Nara Kreatif masih dikembalikan kepada penerima manfaat seperti para pengajar dan pengurus asrama dan Nara Kreatif. Di tahun 2016 ini Neza berharap bisa mendirikan bisnis sendiri di luar Nara Kreatif. “Selama 3 tahun saya mempunyai konsep harus membuat Nara Kreatif sustain dulu, setelah itu saya ingin punya bisnis untuk yayasan dan terakhir barulah memiliki bisnis pribadi,”dia menutup pembicaraan.

2. Nadiem Makarim – Go-Jek

Sosok technopreuner muda, Nadiem Makarim-lah yang menjadi pelopor revolusi bisnis ojek belakangan ini. Pria berusia 31 tahun tersebut sukses mengubah sistem kerja ojek yang tadinya tidak terorganisir, menjadi ojek profesional yang punya standar etika dan keseragaman tarif. Di bawah naungan PT Go-Jek Indonesia, jika awalnya hanya 30 ribu pengemudi terdaftar sebagai mitra Go-Jek, kini sekitar 200 ribu orang. Penyebarannya pun cukup masif, meliputi 9 kota-kota besar termasuk Jabodetabek dan terus akan dikembangkan.

Meski begitu, lulusan Harvard Business School itu menolak mentah-mentah bila disebut sebagai juragan ojek. Sejatinya bisnis Go-Jek hanya memindahkan pengemudi yang selalu stand by di pangkalan menjadi stand by lewat aplikasi online. “Jadi kami ini perusahaan aplikasi, bukan transportasi ataupun kurir,” ia menegaskan.

Hanya dalam kurun waktu 8 bulan, sejak diluncurkan awal tahun 2015, popularitas Go-Jek meroket. Aplikasi ini berhasil jadi salah satu aplikasi paling populer dan diunduh lebih dari 2 juta orang. Pemasukan Go-Jek pun tidak bisa dipandang sebelah mata, perusahaan ini, diperkirakan bisa meraup potensi pendapatan miliaran rupiah per-bulan dari penggunaan aplikasi Go-Jek.

Bagaimana tidak, Nadiem, mengklaim rata-rata pendapatan pengemudi Go-jek berkisar Rp 3 juta hingga Rp 12 juta per bulan. Dari jumlah pendapatan itu, sebanyak 20% merupakan bagian keuntungan Go-Jek sebagai pihak yang menyediakan jasa aplikasinya. Sayang, hitung-hitungan tersebut masih kasar berupa potensi. Aslinya, hingga saat ini Go-Jek masih harus nombok untuk kegiatan promosi semisal promo Rp 15 ribu ke mana saja. Juga, pernah promo kode referal senilai Rp50 ribu per orang.

Nadiem tak mempermasalahkan kehilangan potensi pendapatan tersebut. Ia mengatakan model bisnis seperti itu justru merupakan strategi bisnis jangka panjang Go-Jek untuk berekspansi pasar. Saat in manajemen Go-Jek masi diback-up oleh sejumlah investor, baik dalam dan luar negeri. Tercatat private equity Northstar Group yang dikendalikan oleh Patrick Walujo, menantu Theodore Permadi Rachmat, orang terkaya nomer 14 tahun 2014 versi majalah Forbes.

Awal mula pendirian Go-Jek, belum semulus saat ini. Tahun 2011, Go-Jek hanya beranggotakan 200 pengemudi dengan sistem pemesanan melalui via telepon dan SMS. Modalnya juga kecil. Barulah tahun 2014, Go-Jek memulai kebangkitannya, yang disebut sebagai ‘kelahiran baru Go-Jek’. Selain karena adanya investor yang masuk, kebangkitan Go-Jek tidak bisa lepas dari evolusi layanan transportasi berbasis smartphone seperti Uber maupun Lyft yang memang sedang lebih dulu eksis di Amerika.

Ke depan, Nadiem mengatakan Go-Jek akan konsisten dengan strategi word of mouth. Caranya pun tidak lagi berupa promosi deskriptif tentang Go-Jek, namun menjual value Go-Jek sebagai perusahaan berjiwa sosial dengan memunculkan cerita-cerita bagaimana Go-Jek membantu kesejahteraan pengemudinya, bagaimana konsumen terbantu dengan keberadaan Go-Jek, serta memunculkan sosok-sosok pengemudi inspiratif. “Jadi bukan lagi tentang apa itu Go-Jek, karena orang bisa merasakan langsung, tapi kita tonjolkan mengapa Go-Jek perlu ada,” tegasnya.

3. dr. Gamal Albinsaid – Asuransi Sampah

Menurut dari Gamal Albinsaid, ide pendirian asuransi sampah berawal riset. Hasil risetnya menemukan bahwa hampir 80% masyarakat membiayai kesehatannya tanpa asuransi, atau biaya sendiri setiap kali periksa kesehatan. Terlebih separuh dari penduduk Indonesia masih masuk low middle income, yang pendapatanya masih di bawah US$ 2 per hari bahkan 10% masih di bawah US$ 1.

Di sisi lain, Indonesia punya potensi sampah yang besar. Gamal menyebut penghasilan sampah di Amerika itu nilainya bisa sekitar US$ 150 juta. Sedang penghasilan sampah di Indonesia sehari itu bisa 80.200 ton, di Jakarta saja bisa 6.500 ton. Semua produk akan berakhir ke sampah.

Dari data tersebut, membuat Gamal dan teman-temannya berpikir, bagaimana meningkatkan anggaran kesehatan tiap keluarga dari “produksi” dalam keluarga. Keluarga menengah ke bawah pun bisa membiayai kesehatannya. Ini yang tidak disadari. Bahwa sampah yang dihasilkan dalam rumah, bisa dijadikan uang, yang bisa jadi jaminan kesehatan. “Kami menyebutnya micro currency,” tuturnya. Lalu, dikembangkanlah micro insurance.

Sebagai asuransi mikro ini minimal yang berpartisipasi 200 orang. Nah sistem yang belum sempurna, kurangnya anggota menjadi kendala saat itu. “Sistem belum jalan, premi masih rendah, itu jadi learning project kami,” imbuhnya. Setelah gagal di klinik tersebut, mereka menyempurnakan sistem. Mulailah asuransi sampah ini dijalankan di lima klinik lain, yaitu empat di Kota Malang, satu di Kabupaten Malang. Dua sengaja didirikan oleh dr.Rita, Gamal dan sahabatnya itu, sedangkan yang tiga klinik lain swasta.

Jadi ada tim khusus sebagai staf recycling center, mereka yang bertugas untuk mengolah sampah. Lalu, bekerja sama dengan Bank Sampah Malang. Jadi, sebagian sampah yang terkumpul dari anggota dijual ke bank tersebut, dan kami pun bekerja sama dengan RW untuk menjual sampah-sampah mereka,” Gamal mengisahkan. (***)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved