Entrepreneur

Ambisi Shafira Jadi Merek Muslim yang Mendunia

Ambisi Shafira Jadi Merek Muslim yang Mendunia

Suburnya pasar muslim tak membuat ikonik jilbab dan busana muslim sebesar Shafira lengah. Malahan, ekspansi dilakukan secara jor-joran. Turunan produk lainnya yang menyasar berbagai segmen diluncurkan. Gerai-gerai diperbanyak. Dari yang bentuknya showroom, sampai yang masuk ke ITC-ITC. Profesionalisme di kalangan direksi juga mulai berjalan sejak 3 tahun terakhir. Rupanya, Shafira berkaca pada falsafah bisnis brand-brand dunia macam Gucci, Louise Vuitton, Marks & Spencer, dll untuk menjelma menjadi raksasa fashion. Seperti apa kiat-kiat yang terus diasah Shafira? Berikut penuturan Feny Musthofa, sang owner yang berhasil diliput Swa Online:

IMG_5965

Seperti apa cikal bakal berdirinya brand Shafira?

Shafira itu lahir 25 tahun yang lalu, makanya namanya juga Shafira, tidak ada berbau Islamnya. Karena pada waktu itu kalau berbau Islam harus berhenti. Padahal Shafira berdiri karena memang ingin busana muslimah itu bisa diterima dan dihargai masyarakat Indonesa. Dengan berjalannya waktu, Shafira sendiri alhamdulilah bisa punya sekitar 26 showroom. Kemudian ada juga Zoya. Zoya itu ada 114, tapi tidak semuanya besar. Dia di ITC-ITC. Dan ada adik terbarunya namanya Mezora.

Seperti apa target pasarnya?

Kalau dilihat pasarnya, ya memang middle class. Shafira itu middle class ke atas sedikit, sementara ZOYA di middle class persis. Nah, Mezora itu di bawah middle class. Kalau secara usia juga rata-rata 20-40 tahun.

Kenapa menyasar usia dan skala ekonomi seperti itu?

Karena memang tumbuh dan sedang booming. Jadi kalau kita lihat kelas atas sekali, saya bilang itu sih jatahnya desainer-desainer yang membuat baju satu-persatu. Sementara kami adalah based industry. Alhamdulilah produsen busana muslim baik itu kelas atas, menengah, dan ke bawah di Indonesia ini tumbuh. Kami lihat ke bawah itu, se-Tanah Abang orang menjual busana muslim, kalau di Bandung ada Pasar Baru. Dengan tumbuhnya produk busana muslim ini, orang selalu tanya, tidak takut tersaingi? Dari awal saya mengatakan tidak karena konsen awalnya memang dakwah. Kami ingin orang memakai busana muslim yang syar’i dengan berbagai tingkatan. Dari yang baru belajar sampai yang memang sudah sangat baik. Kami pasarnya di situ. Terus pasar ini tumbuh di semua lapisan. Walaupun Shafira itu banyak membernya, kalau kita lihat statistik belum sampai 10% ada pangsa pasar busana muslim di Indonesia. Malahan berdasarkan survey, yang paling banyak itu Tanah Abang. Itu bisa sekitar 60%. Yang 40%-nya Shafira dan desain-desain yang ada sekarang.

Kenapa kami ingin Shafira Grup ini menjadi retail fashion moslem industry?

Kalau kita lihat, kelemahan busana konvensional dengan brand Indonesia itu hanya sedikit yang dipakai oleh orang Indonesia. Kebanyakan busana konvensional yang kelas-kelas atas memakai brand internasional misal Gucci, Louis Vuitton, dsb. Kelas menengah mereka memakai Zara, dsb. Nah, kelas bawah, mereka pakai produk dari China. Itu yang konvensional. Sementara kalau kita lihat secara kasat mata, produk busana muslim itu semuanya dari kita untuk kita. Dan saya ingin itu bisa dijaga sampai kapanpun. Kalau kita lihat benefitnya, ya produksinya ada di tempat kita, jadi bisa membuka lapangan pekerjaan. Kemudian sekitar 5 tahun yang lalu saya katakan pada teman-teman saya bahwa seharusnya kita ini jadi duta produk wisata muslim dunia, karena dari industrinya, desainer atas sampai bawah-bawah juga itu ada. Itu adalah adalah produk-produk orang Indonesia. Alhamdulilah kami bikin semacam konsorsium dan kami ingin semua fashion bisa saling bahu-membahu untuk tetap mempertahankan bahwa busana muslim yang dibeli adalah produk Indonesia, apapun konsumennya.

Apa strategi brand Shafira supaya terus bertahan?

Kalau kita lihat busana konvensional itu banyak sekali brand desainer besarnya. Sementara di kita, kalau sudah tidak produktif, brandnya itu hilang. Pangsa pasarnya juga cuma sedikit walaupun namanya harum sekali. Nah, kenapa brand Marks & Spencer, Gucci, dsb itu bertahan lama sekali. Bahkan orangnya sudah tidak ada pun brandnya masih besar. Saya lihat, pelajaran yang bisa diambil adalah kita harus professional. Terinspirasi dari itu, brand Shafira kami kelola secara profesional. Terus kami juga kembangkan dengan sistem yang baik dan skalanya industri. Supaya pasarnya juga besar dan tumbuh. Satu lagi kiat di Shafira yang ingin kami sharing, passion itu young. Shafira sendiri sudah 3 tahun yang lalu telah mengadakan restrukturisasi. Direksinya berusia sekitar 30 tahunan supaya produk kita selalu muda. Dan alhamdulilah, memang 10 tahun belakangan ini pasarnya tumbuh dan usaha kami juga tumbuh.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved