Entrepreneur

Lika-Liku Sriyono Mengayuh Bisnis Siomay Pink

Lika-Liku Sriyono Mengayuh Bisnis Siomay Pink

Yang namanya tukang siomay pasti identik dengan sepeda dan panci di boncengan. Ngider di kampung menjajakan siomay lalu dikelilingi anak-anak sekolah. Pun demikian dengan Sriyono yang telah bergelut di dunia siomay selama 32 tahun dengan rincian 15 tahun bersepeda, 8 tahun buka di mall, 5 tahun hidup tidak jelas karena bangkrut, serta 3 tahun terakhir bangkit kembali dengan Siomay Pinknya. Meski kini telah membuka satu resto, lelaki kelahiran Klaten, 21 Juli 1954 ini tetap kukuh bersepeda. Hal ini dilakoninya sebagai upaya branding. Lantas bagaimana suka duka pria paruh baya yang kerap tampil serba pink ini dalam mengayuh bisnis siomaynya? Berikut wawancara eksklusif Gustyanita Pratiwi dari Swaonline dengan Sriyono.

Seperti apa awal mula Bapak menekuni bisnis Siomay? Bagaimana suka dukanya?

Waktu pertama kali bersepeda, saya beroperasi di daerah Pademangan, Jakarta Utara. Begitu masuk mal saya mulai menata konsep, terutama saat saya masuk ke mal pertama yaitu di Plaza Senayan lalu berlanjut ke mal-mal lainnya hingga lebih dari 10 mal. Itu saya lakukan tahun 1996 sampai 2004. Tahun 2004 kemudian saya bangkrut karena terjadi miss management (kekisruhan) dalam keluarga. Tapi itu sudah saya lupakan. Dan sejak kebangkrutan itu, saya menyadari bahwa ini adalah ujian yang maha dahsyat beratnya dalam hidup saya. Kenapa? Saya bercerai dengan istri saya, berpisah dengan anak-anak saya, hidup nggak jelas, nggak punya apa-apa, dikejar-kejar utang. Itu berlangsung selama 5 tahun. Keadaan tersebut sangat pressure. Hampir-hampir saya bunuh diri. Itu saya lakukan tahun 2008. Tapi setelah itu, saya mendapat panggilan Tuhan. Bisa tinggal di masjid dan bertobat. Saya mendapatkan suatu hidayah di mana jiwa saya menjadi tenang, jiwa saya untuk menjadi seorang wirausaha bangkit kembali. Saya ingin memulai usaha kembali dengan siomay.

Sriyono, Penggagas Siomay Pink

Sriyono, Penggagas Siomay Pink, photo by Gustyanita Pratiwi

Lalu setelah bangkit niatan tersebut, bagaimana proses selanjutnya?

Pada waktu pertama, saya lakukan dengan emosional ya. Dengan tekad menggebu-gebu tersebut, ternyata malah saya nggak dapat apa-apa. Saya buka di suatu tempat, tapi malah tidak menghasilkan yang terbaik. Artinya rontok kembali. Nah, setelah kerontokan yang terakhir tahun 2010, saya mencoba dengan konsep awal. Konsep awal ini yaitu dengan bersepeda. Itu saya lakukan tepatnya tanggal 22 Juli 2010.

Lalu tercetus ide Siomay Pink ini bagaimana awalnya?

Siomay Pink ini tercipta waktu saya ngecat sepeda saya. Itu saya ingat anak. Anak saya itu kebetulan suka warna pink, maka dengan hitungan detik, saya tuangkan sentuhan warna pink untuk ngecat sepeda saya. Jadi saya benar-benar berangkat dengan modal keberanian berwirausaha. Kenapa alasannya? Sepeda utangan, panci utangan, semua serba utangan. Maka Siomay Pink berangkat dari minus dan cucuran air mata. Kenapa dengan cucuran air mata? Karena di waktu saya ngecat sepeda, saya ingat anak yang sudah berpisah dengan saya. Hampir 6 tahun saya tidak boleh ketemu. Pikiran saya, anak saya sekarang sudah seperti apa, kayak apa, dsb, saya tuangkan dalam pengecatan sepeda tadi. Maka Siomay Pink ini betul-betul berangkat dari hati yang paling dalam.

Apa saja kendala atau tantangan yang Bapak hadapi saat pertama kali mulai berjualan?

Jualan pertama saya pakai pink-pink ria ini dan langsung mendapat cibiran negatif dari publik. Ada yang mengatakan saya seorang banci lah, waria, nggak waras, gila, dsb. Tapi itu saya lewati dengan hati yang ikhlas karena saya tipikal orang yang sangat konsisten dengan apa yang sudah saya lakukan. Dan, dalam hitungan bulan pun akhirnya berbalik. Saya sudah menjadi sosok yang banyak dikenal dan diterima positif oleh masyarakat. Maka sampai sekarang, saya bersyukur alhamdulilah , bahwa Siomay Pink ini, dengan kekuatan tangan Tuhan bisa kemana-mana.

Bisa dikatakan akhirnya Bapak dapat menikmati hasil jerih payah selama ini?

Sampai detik ini, saya sangat bersyukur karena beritanya sampai dimana-mana. Saya mendunia. Saya bersyukur bahwa perjalanan Siomay Pink yang sangat singkat ini ternyata akan dibukukan oleh seorang penulis yang handal saat ini. Insyaalloh dalam 4-5 bulan ke depan, sudah bisa ditemui di Gramedia.

Jadi dari semula bersepeda lalu sekarang buka resto?

Betul. Saya sudah membuka 1 resto dengan kapasitas 100 tempat duduk yang beralamat di Jl. Tentara Pelajar, Permata Hijau kurang lebih sejak 7 bulan yang lalu.

Lalu bagaimana perkembangannya sampai saat ini Berapa keuntungan yang sudah Bapak dapat?

Jujur, sebagai pelaku usaha, orientasi saya bukan semata keuntungan, melainkan manfaat apa saja yang bisa didapat dari usaha ini. Maka, dengan beberapa stasiun TV, sudah saya bicarakan bersama, siapapun bisa membuka outlet Siomay Pink dengan gratis. Tapi kriteria saya adalah mereka harus mempunyai lahan minimal 200 meter. Itu saya buka lebar-lebar bagi semua tempat, baik itu di Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Jakarta Barat, Jakarta Timur, ataupun Jakarta Utara.

Apa ini berbentuk franchise?

Bukan, itu gratis. Kenapa? Karena saya akan membentuk seorang pelaku usaha yang bisa membuka mata bahwa bidang enterpreneur sangat positif. Bisa menciptakan lapangan pekerjaan, dll. dan Siomay Pink ini bisa dikatakan pelopor. Tujuan saya adalah mbok ya merek lokal ini bisa bersaing sejajar dengan merek luar.

Berarti saat ini baru ada 1 resto ya?

Benar. Siomay Pink memang sudah banyak. Yang mengikuti saya juga banyak banget. Tapi biarlah, value-nya tetap ada sama saya. Itu positifnya. Tapi efeknya, kalau ada komplain, saya yang kena. Untuk mengatasi hal tersebut, maka saya buka lebar-lebar bagi siapa pun yang bisa membuka Siomay Pink ini dengan persyaratan yang sudah saya jelaskan tadi.

Dengan kata lain, nanti mereka akan mendapatkan bekal ilmu tentang produksi dsb. dari Bapak sendiri?

Semua saya berikan. Produk saya yang buatkan, mereka hanya menjual. Nanti bagi hasil 50 : 50 lah. Intinya, siapapun itu akan saling menguntungkan.

Bicara masalah produknya sendiri? Apa beda Siomay Pink Bapak dengan siomay-siomay lainnya?

Produk saya berbahan baku ikan tenggiri. Saya buat dari daging pilihan. Jadi betul-betul sangat selektif baik dari spek atau apapun, semuanya layak untuk dikonsumsi. Siomay itu kan banyak ya. Pada dasarnya perbandingannya 1 : 5. Kalau siomay yang speknya rendah, ya ikannya 1, sagunya 5. Tapi kalau Siomay Pink ini, sagunya 1, ikannya yang 5.

Pinknya itu ada di sebelah mananya?

Sebenarnya itu hanya branding ya. Waktu saya berjualan dengan sepeda dengan tampilan serba pink, anak-anak kecil yang lihat menyebutnya Siomay Pink lewat. Maka, yang menciptakan brand ini sebetulnya anak-anak kecil tadi. Itulah ucapan yang keluar dari hati yang terdalam, bukan suatu rekayasa. Dari situlah Siomay Pink bisa berkibar di mana-mana.

Tapi kalau di tampilan siomaynya sendiri apa ada unsur pinknya?

Ada sebagai satu unsur kreasi. Sudah beberapa bulan ini, memang saya membuat Siomay yang benar-benar berwarna pink. Ada juga yang bergambar hati, macemmacem. Yang penting ada hubungannya dengan cinta lah. Karena memang resto saya unik sekali. Di samping siomay, ada menu baru seperti batagor cinta, nasi goreng kasmaran, es dawet gelombang cinta, dll. sehingga resto dan cafe saya ini diberi nama resto dan cafe cinta. Tapi memang menu utamanya siomaynya ini.

Harga?

1 pieces saya jual Rp 9.000,00. Tapi memang dari speknya, sudah layak sekali.

Sausnya?

Dari bumbu kacang ditambah kecap dan perasan limau. Pada dasarnya, bumbunya tidak jauh berbeda dari siomay-siomay lain, cuma kacangnya ada yang berbeda dari yang lain.

Strategi memasarkan produk?

Strategi marketing ya saya dengan sepeda saya. Karena saya juga tidak mau dikatakan kacang lupa akan kulitnya. Jadi Siomay Pink memang berangkat dari komunitas sepeda waktu saya jualan pakai sepeda.

Jumlah karyawan saat ini?

Ada 15, dan saya buka 24 jam.

Target dan obsesi Bapak ke depan?

Saat ini tantangan ke depannya adalah mempertahankan suatu nama. Karena mempertahankan itu jauh lebih sulit daripada saat meraih. Maka saya ada kreasi baru, strategi baru, dll, tergantung nanti manajemen yang saya bentuk akan seperti apa.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved