Entrepreneur

Win Hasnawi, Memasarkan Kopi Gayo ke Jakarta

Win Hasnawi, Memasarkan Kopi Gayo ke Jakarta

Qertoef (baca: kertuf) Indonesia, penyalur raw material untuk Gayo Specialty Coffee ini memiliki sistem distribusi yang berbeda. Pemiliknya, Win Hasnawi, pria kelahiran Gayo, 18 November 1973 berhasil memotong supply chain yang melibatkan pemain tengah. Hal ini dikarenakan ia melihat banyak pemain tengah yang menyengsarakan petani kopi.

q11Meskipun telah sukses di Jakarta, ia tidak mau mengganti profesinya di KTP. “Di KTP , saya tetap menulis pekerjaan saya petani. Karena saya bangga menjadi petani,” ujarnya. Bagaimana awal terbentuknya Qertoef di Jakarta? Berikut penuturannya dengan SWA Online.

Mengapa diberi nama Qertoef?

Karena ketika orang berbicara tentang kopi adalah menyerap apapun yang berhubungan dengan kertuf. Dalam bahasa Gayo, Kertuf artinya kunyah. Kopi yang dikunyah. Asumsi saya kopi yang dapat dikunyah adalah kopi yang tidak banyak terkontaminasi hal-hal lain selain kopi.

Sejak kapan mulai berbisnis di industri kopi di Jakarta? Qertoef masuk ke Jakarta tahun 2008. Sejak zaman nenek moyang, keluarga saya merupakan keluarga petani kopi, jadi sebenarnya bisnisnya sudah mulai dari dulu. Hanya saya baru mulai masuk ke pasar di Jakarta tahun 2008. Hampir 90% masyarakat Gayo merupakan petani kopi.

Berapa luas kebun kopinya?

Saya punya kebun pribadi di Takengon, Aceh Tengah. Luasnya sekitar 2 hektar. Tapi jika tanah keturunan kelurga saya disatukan, luasnya bisa mencapai 100 hektar.

Apa keunggulan kopi Gayo?

Kopi Gayo memiliki karakter kekentalan yang kuat sehingga menjadi basic coffee blend dunia. Dari segi rasa kopi Gayo memiliki rasa fruit chocolaty yang tidak dimiliki oleh kopi-kopi jenis lain.

Mengapa tidak melibatkan middle man dalam supply chain?

Ketika saya berjalan-jalan di kota saya lihat satu cangkir kopi harganya berkali-kali lipat lebih mahal dibandingkan satu kilogram cherry yang petani jual (1 kg Rp 2.000) sedangkan petani di daerah saya tidak makmur-makmur. Ternyata banyak pelaku-pelaku di tengah yang memanfaatkan jerih payah petani. Harusnya pemain tengan ini berlaku adil kepada petani.

Lalu orang hilir banyak yang semena mena. Contohnya ketika ada batu kecil satu, orang hilir pasti akan marah-marah. Mereka tidak memikirkan berapa milyar biji kopi yang disortir dengan manual. Jika ingin perfect bantulah petani. Bantu mereka dengan peralatan yang memadai. Toh nanti mereka juga yang akan menikmati hasilnya.

Jadi saya sendiri yang langsung membawa kopi dari Gayo ke Jakarta. Proses brewer dan roaster saya lakukan sendiri di gudang saya di Menjangan 3 A no 17 Pondok Ranji Ciputat Timur, Tangerang Selatan.

Berapa omset yang didapat dalam sebulan?

Untuk green bean per kilogram dijual Rp 90.000 – 150.000 dalam satu bulan saya bisa menjual 10-20 ton. Untuk roaster saya jual Rp 200.000 – Rp 250.000 per kg, karena masih nyoba-nyoba baru bisa terjual 100-300 kg. Roaster ditujukan untuk konsumsi di café dan private label.

Apa yang menjadi kendala dalam mengelola Qertoef? Saya masih belum menegerti selling, manajemen, marketing dan branding. Saat ini saya sedang berkolaborasi dengan mahasiswa.Saya ingin Quertoef didengar orang sebagai produksi kopi, tidak hanya penyedia raw material.

Apa yang Anda lakukan untuk mengedukasi petani maupun orang hilir?

Saya mengadakan kelas gratis di gudang saya. Di sana saya ajarkan bagaimana cara membuat kopi dari cherry hingga menjadi secangkir kopi siap minum. Saya juga mengadakan trip ke Gayo. Tujuannya agar mereka tahu bahwa tidak gampang bekerja di hulu, kesusahan dan lebih menghargai jerih payah petani. Saya selalu memotivasi petani di Gayo bahwa orang kampung pun bisa sukses di Jakarta. Saya sering berbagi kiat dengan petani lain.

Disalurkan ke mana saja Qertoef coffee?

Saya punya café sendiri yang diberi nama Café Gayo Coffee di Cilandak Town Square dan Sumarecon Serpong, jadi sebagian untuk konsumsi café saya, lalu disalurkan lagi ke beberapa café yang lain, dan sebagain lagi diekspor ke manca negara.

Apa saja rencana pengembangan usaha Qertoef di 2015? Di 2015 saya ingin agar kopi Gayo bisa seperti Starbucks. Saat ini produk Qertoef yang sudah berbentuk bubuk kopi sudah ada di beberapa tempat. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved