Editor's Choice Entrepreneur

Cahyadi Adhe Kurniawan, Meraih Omset Lewat Bakau Busuk

Cahyadi Adhe Kurniawan, Meraih Omset Lewat Bakau Busuk

Sudah empat tahun, Cahyadi Adhe Kurniawan merintis usaha batik. Namun, pria kelahiran tahun 1991 itu menjual batik tidak seperti pengusaha pada umumnya. Ia menjual batik dengan ciri khas, yaitu menggunakan pewarna alami berasal dari bakau yang telah membusuk. “Saya risetnya hampir satu tahun untuk menemukan jenis bakau apa yang cocok untuk pewarna,” ujarnya ketika ditemu di sela-sela acara Hi-lo Green Leader.

Pria lulusan Jurusan Ilmu Kelautan Universitas Dipenogoro Fakultas Ilmu Kelautan, Semarang ini, bercerita, awalnya ia tak pernah menyangka bisa menjadi seorang ecopreneur. Ia bahkan tidak memiliki latar belakang keluarga seorang wirausahawan. Namun nasib rupanya berkata lain, ia justru terjun ke bisnis bakau lantaran merasa prihatin dengan kehidupan masyarakat di pesisir pantai, yang kontras dengan kota, tempat ia biasa bernaung. “Ketika kuliah saya sering studi ke pesisir, saya lihat ekosistem bakau banyak mengalami kerusakan. Di situ saya berpikir bagaimana agar bakau bisa memberikan dampak ekonomi nyata ke mereka,” ujarnya.

Dari situlah ia mulai berpikir untuk mencarikan solusi menyelamatkan ekosistem bakau sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar. Setelah risetnya berbuah hasil, ia lantas tancap gas untuk mengajukan proposal ke sebuah perusahaan untuk mendapatkan dana CSR. Beruntung dana tersebut turun. “Modal awalnya menggunakan dana CSR sebesar Rp 100 juta,” ujarnya.

Kini setidaknya terdapat sebanyak 12 ibu-ibu di kawasan pesisir Semarang yang ia bina di bawah naungan ‘Batik Bakau’. Selain Semarang, ia juga sudah menyambangi beberapa kota lain seperti Deli Serdang, Batam, Jambi, Belitung, Rembang untuk melakukan transfer ilmunya.

Tahun depan beberapa kota lain seperti Raja Ampat, Timika, dan Cilacap siap ia kunjungi guna menyebarkan pengetahuan tersebut. Ia tak mempermasalahkan bila makin banyak orang menggeluti bisnis yang sama dengan apa yang ia kerjakan. Ia punya pola pikir membangun bisnis bukan berarti mengeruk untung sebanyak-banyaknya. Jauh dari pada itu ia lebih penting untuk menjadi berguna. “Saya tidak masalah dengan open tecnology,” ujarnya.

Cahyadi Adhe Kurniawan Sedang Memamerkan Produk Batik Bakau

Cahyadi Adhe Kurniawan Sedang Memamerkan Produk Batik Bakau

Saat ini merek dagang Batik Bakau miliknya telah mencatatkan omset sekitar Rp 60 juta sampai 180 juta per tahunnya. Harga rata-rata kain batik ia banderol sekitar Rp 250 ribu untuk batik cap berukuran 2×1 meter, sedangkan untuk batik tulis harganya bisa di atas Rp1 juta dengan ukuran yang sama.

Meski belum memiliki toko sendiri, Cahyadi mengatakan saat ini promosi-promosi yang dilakukan Batik Bakau banyak dilakukan di media sosial. Di Twiteer milsalnya akun @batikbakau telah di follow sekitar 534 orang. Tak hanya Twitter ia juga memiliki akun promosi lain seperti Instagram dengan nama batikbakau. “Kami juga pernah ikut fashion show-fashion show sebagai ajang promosi,” ujarnya.

Berbagai suka duka pernah ia jalanin ketika menukui bisnis ini. Malahan pernah sekali ia disidang keluarga lantaran melepaskan kesempatan untuk bekerja di salah satu anak perusahaan BUMN lantaran ingin fokus ke Batik Bakau. “Tapi akhirnya mau tak mau ya direstui (jadi pengusaha),” ujarnya. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved