Editor's Choice Next Gen

Dapur Solo di Tangan Sang Putri Tunggal

Dapur Solo di Tangan Sang Putri Tunggal

Meski menjadi anak tunggal, Karina Rosalin Kumarga telah dididik dengan tangguh. Tujuannya tak lain, demi menjadikannya penerus bisnis keluarga Dapur Solo Ny Swan yang tangguh. “Mama tidak mendidik saya secara manja. Usaha ini kan dirintis oleh Mama sejak 1987. Waktu itu jualan jus dan rujak di garasi. Saya ikut sebar brosur ke kompleks-kompleks,” tutur putri semata wayang pasangan Swandani Kumarga dan Heru itu.

Karina Rosalin Kumarga

Karina Rosalin Kumarga

Setiap Karina kecil pulang sekolah, ia langsung membantu ibu di rumah makan andalan keluarganya itu. Tahun 2004, nama rumah makan yang tadinya bernama RM Solo diganti menjadi Dapur Solo Ny Swan agar dapat memperoleh paten. Tahun 2006, ayahnya lantas bergabung di bisnis keluarga. Dari hari ke hari usahanya semakin membesar dengan membuka cabang di Jl. Sungai Sambas – sekarang pindah ke Panglima Polim. Tahun 2010, keluarganya mendirikan PT Dapur Solo Sukses Sejati. Selanjutnya, pada 2011 membuka cabang lagi di Serpong. Dan tak lama kemudian, juga mendirikan divisi lunch box dan katering.

Kegigihan dan sikap mandiri Karina terlihat jelas ketika ia menimba ilmu di Principia College, Illinois, Amerika Serikat. Di sana, sambil kuliah, ia nyambi kerja apa saja. Mulai dari berjualan batik sampai menjadi waitress, jaga toko buku sampai jadi student tutor.

Pulang ke Indonesia, Karina ikut management trainee di HSBC dari tahun 2008 sampai 2010. Terakhir, dia bekerja sebagai analis risiko perbankan korporat. “Orang tua saya memang tidak langsung menyuruh saya gabung di Dapur Solo. Saya disuruh cari pengalaman dulu di luar, agar bisa bangun jejaring dan tahu cara melayani orang lain.”

Akhirnya, tahun 2010 itu Karina bergabung dengan Dapur Solo. “Sebagai anak tunggal, siapa lagi yang nantinya akan melanjutkan bisnis ini? Apalagi, waktu itu saya menikah. Saya berpikir, dengan gabung di Dapur Solo, saya bisa lebih fleksibel. Meski ternyata tidak juga. Hehehehe…”

dapur solo

~~

Karina sendiri bermimpi Dapur Solo Ny Swan bisa ke luar negeri. “Sebelum ke luar kota, harus ke luar negeri dulu. Tapi itu nanti kalau semua sudah siap. Sekarang ini saya sedang siapkan sisi internal dulu. Bisnis restoran ini kan cukup rumit. Kami mesti bisa melayani orang dengan baik. Misalnya, pelayan harus benar-benar melayani dengan tulus hati. Membentuk itu tidak mudah. Makanya sekarang rutin dilakukan pelatihan,” papar Karina serius.

Untuk mencapai mimpinya itu, ia tengah mempersiapkan sistemnya. “Misalnya, untuk membuat resep. Saya sedang desain agar resep bisa tersistem dengan baik, komposisi pas. Saat ini sih sudah ada takaran baku untuk membuat masakan tertentu, tapi saya ingin disistemkan lebih baik lagi.”

Selain itu, struktur organisasi dan pengembangan sumber daya manusianya juga harus diperkuat. “Kalau semua sudah kuat, kami akan gampang melakukan ekspansi. Saya tidak ingin buru-buru buka cabang sementara sistem kurang kuat. Nanti yang ada malah hancur. Apalagi memikirkan waralaba, saya kira tidak akan.”

Tahun ini, Karina akan menambah tiga resto lagi dan 10 cabang divisi lunch box. Sekarang Dapur Solo punya tiga cabang resto dan lunch box (Sunter, Serpong, Panglima Polim) dan dua divisi khusus lunch box (Semanggi dan Tanah Abang). Total karyawan 250 orang. Omset Rp 10 juta sampai Rp 50 juta/hari/cabang. Khusus lunch box bisa melayani 700-1.000 boks per hari.

Swandani Kumarga, ibunda Karina, melihat banyak tantangan yang mesti dihadapi putrinya, baik dari sisi internal maupun eksternal. “Generasi sekarang kan tidak mulai dari nol. Jadi, mereka harus tahu bagaimana ngegas-nya. Kalau generasi pertama kan tahu dari basic. Soal know-how-nya kan menguasai. Ini yang pelan-pelan saya transfer,” ungkapnya.

“Ya harus disiapkan semuanya. Misalnya, Karina sekarang mau tidak mau harus belajar memasak. Harus mau terjun langsung. Harus mau berkeringat di tempat ber-AC. Saya bilang begitu. Jangan hanya duduk saja. Lihat langsung, temui pelanggan, jadi kami tahu. Dia sekarang tiap hari muter ke tiap cabang. Tidak hanya duduk di salah satu cabang,” tutur sang ibu.

Sigit A. Nugroho & Eddy Dwinanto Iskandar

Riset: Adinda Khalil


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved