Editor's Choice Youngster Inc. Self Employed

Menangi Pasar dengan Trend Forecasting

Menangi Pasar dengan Trend Forecasting

“I was born to be a designer.” Itulah yang diyakini Qisthas Tsana Noe’man, desainer muda yang turut meramaikan Indonesia Fashion Week 2013 di Jakarta Convention Centre pada 14-17 Februari lalu dengan merek Stas-nya. Kecintaan Qisthas pada dunia desain fashion membuatnya mengambil peluang beasiswa program diploma jurusan desain di University of Wisconsin. Awalnya, orientasi fashion Qisthas sangat Western-minded. Ia ingin menjadi seperti American designer. Namun, saat berada di AS ia justru menyadari betapa kaya dan otentiknya budaya Indonesia, terutama setelah mengenal dosennya yang suka membatik dan tertarik pada Barong Bali.

Qisthas Tsana Noeman

Qisthas Tsana Noe’man

Akhirnya setelah tiga tahun di AS, pada 2009, wanita kelahiran 8 Desember 1988 ini kembali ke Indonesia dan kuliah di Jurusan Seni Kriya Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB, yang masih ia jalani hingga kini. Di tahun yang sama pula ia mulai menjalani profesinya sebagai perancang busana.

Irvan Noeman, sang ayah, yang mendorong Qisthas untuk terjun ke dunia bisnis sejak masih di bangku kuliah. Karena menurutnya, pada masa itu masih ada toleransi jika mengalami kesalahan atau kegagalan. Irvan yang pakar di bidang desain arsitektur melihat ada kekurangan Qisthas dalam manajemen keuangan yang menurutnya masih kurang tajam. Ia menyarankan Qisthas agar mempertajam manajemen keuangannya, berkolaborasi dengan pabrik tekstil dan konveksi mengingat bahan baku tekstil di Indonesia masih penuh persoalan, sehingga sulit untuk memperoleh pasokan bahan baku yang konsisten.

Namun setahun terakhir ini, Irvan sudah tidak lagi mendampingi Qisthas dalam berbisnis. Menurutnya, bisnis yang dijalankan Qisthas telah cukup meningkat karena Qisthas telah memahami pasar dan berhasil menerjemahkan teori trend forcasting menjadi lebih aplikatif.

Qisthas memang selalu mengawali pembuatan karyanya dengan mempelajari gaya hidup dan tren yang tengah terjadi di sekitarnya melalui trend forecasting. Melalui trend forecasting ini pula perjalanan suatu produk atau tren desain produk tertentu dapat dibaca, misalnya sejak dikeluarkan pertama kali di AS atau Eropa hingga masuk ke negara berkembang dan akhirnya dijual di mass market dengan harga yang jauh lebih murah. Sebagai contoh di Indonesia, menurutnya, butuh waktu 8 bulan sejak suatu produk digadang akan jadi tren di AS hingga masuk dan menjadi tren di Indonesia.

Qistash Tsana Noeman

~~

Awalnya Qisthas luput menggunakan metode trend forecasting, sehingga produknya tidak laku. “Saat masuk industri fashion dan mulai buat baju, saya tidak memperhatikan kesenjangan 8 bulan itu. Saya langsung buat karya sesuai tren yang berkembang di Amerika. Saya kira pasti laku karena sesuai tren. Tapi ternyata tidak ada yang beli,” ia bercerita.

Kini Qisthas tetap membuat baju sesuai dengan tren yang sedang berkembang di AS dan memperkenalkannya melalui fashion show di Indonesia. Memang fashion show tidak berpengaruh besar pada penjualan saat itu. “Namun, ketika tren itu naik di Indonesia, banyak orang yang mencari ke saya. Jadi, saya menggunakan ajang fashion show untuk memperkenalkan produk saya. Mungkin pembeli tidak mau produk saya saat itu. Tapi 8 bulan kemudian, mereka pasti mencari saya,” katanya percaya diri.

Ia memiliki beberapa lini produk, yaitu Stas Kids, baju muslim wanita bermerek Tsana, dan Stas Women (Stas). Qisthas juga memiliki satu merek lagi, yaitu Qisthas, yang menjadi proyek idealisnya, yang mana ia membuat produk go green – baju dari bahan kertas yang pernah dipamerkan di beberapa ajang fashion show.

Produknya dipasarkan secara langsung di toko miliknya di Jl. Riau 18, Bandung dan melalui beberapa reseller di Indonesia, serta toko Idea yang ada di FX dan Berrybenka. Penjualan per minggu untuk produk Stas mencapai 80-100 potong dengan kisaran harga Rp 150-250 ribu. Kisaran harga lini produk lainnya pun tidak jauh berbeda. Biasanya kenaikan penjualan mencapai 100% pada high season, yaitu saat Lebaran dan musim masuk sekolah.

Yang menarik, penjualan produk baju muslim Tsana bisa berlipat dari penjualan Stas. “Penjualan Stas di Idea dan di beberapa reseller sama dengan penjualan Tsana satu toko. Penjualan Tsana satu toko sama dengan lima reseller Stas,” ungkapnya. Maka ke depan, Qisthas akan lebih mendorong penjualan Tsana dengan membuka kesempatan bagi yang ingin menjadi reseller, karena saat ini belum ada reseller Tsana.

Dalam waktu dekat Stas berencana memiliki toko atau reseller di semua kota besar di Indonesia, dan dalam waktu dua tahun ke depan Qisthas akan fokus memasarkan produknya di AS dan Eropa. “Kami juga memiliki beberapa pelanggan dari Amerika dan Eropa. Pengennya sih punya satu toko di Amerika dan Eropa,” katanya.

Ahmad Denoan Rinaldi & Kristiana Anissa

Riset: Adinda Khalil


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved