Listed Articles

Jago Membereskan Perusahaan Bermasalah

Oleh Admin
Jago Membereskan Perusahaan Bermasalah

Apa yang Anda cari dari seorang pemimpin? Jika jawabannya mencari pemimpin yang bisa memberi teladan, kepercayaan, kesempatan menggali potensi diri dan cinta untuk bekerja secara total, figur Tjahjadi Lukiman adalah bos yang Anda idamkan. Di usianya yang sudah senja, sosok Tjahjadi masih tampak tegap, sigap dalam mengatasi persoalan, profesional dan taktis dalam berpikir. “Ya, tidak apa-apa saya masih bekerja. Selagi mampu, kenapa tidak,” ujar pria berkacamata ini dengan enteng saat ditemui di kantornya, Menara Karya, Kuningan, Jakarta Selatan.

Dalam hal penampilan, keseharian Tjahjadi tergolong sederhana. Tak ubahnya dengan pedagang di kawasan Glodok, Kota, atau pengusaha di Taiwan, ia jarang mengenakan jas atau dasi. Kalau sedang bercanda, ia suka menyebut dirinya sebagai “I am lucky man”. Kalimat lelucon itu ia terjemahkan dengan nama keluarga besarnya: Lukiman. Eksekutif yang konsisten menjaga berat badannya selalu langsing itu juga kerap mengungkapkan kalimat: “Just do it. Coba saja, nanti kita lihat hasilnya” manakala ia melontarkan gagasan-gagasan di hadapan dewan direksi atau komisaris untuk segera dieksekusi.

Gaya mentoring Tjahjadi dalam memimpin pun sangat melekat di benak anak buahnya. “Kami semua yang pernah bekerja di bawah kepemimpinan Pak Tjahjadi sadar bahwa beliau bukan sekadar pemimpin dan mentor. Tapi, sudah menjadi ayah yang menginspirasi kami dengan ide-ide brilian dan mendidik kami menjadi lebih dewasa, serta kuat dalam mengembangkan jati diri masing-masing,” tutur Hendy Chang, mantan profesional di Adira Motor, perusahaan yang dikendalikan Tjahjadi.

Pengakuan Hendy bukan testimoni belaka. Tak ada yang mengelak bahwa Tjahjadi adalah pemimpin hebat. Setidaknya kehebatan itu sudah teruji sejak ia bekerja di Grup Astra selama 22 tahun. Kala itu ia selalu menjadi pionir. Beberapa aksi yang dia lakukan, antara lain, mendirikan departemen atau divisi baru, mengembangkan bisnis baru, mendirikan perusahaan baru, memperbaiki perusahaan yang sedang bermasalah, menyehatkan perusahaan yang sakit-sakitan, merehabilitasi, dan jika terpaksa, ia tidak segan-segan mematikan perusahaan yang tidak mungkin lagi diselamatkan. Dari pengalaman yang seperti itulah, Tjahjadi tidak hanya menjadi tangguh dalam memimpin suatu perusahaan, tetapi juga lebih paham bagaimana menciptakan sebuah budaya perusahaan.

Ya, kepiawaian Tjahjadi dalam menciptakan budaya perusahaan tidak serta-merta. Selama 35 tahun perjalanan kariernya, 22 tahun ia habiskan bekerja di Grup Astra, 8 tahun berwirausaha, dan lima tahun dipercaya memimpin Grup Triputra. Bidang usaha yang ia geluti pun beragam. “Bayangkan, saya semula bertugas mengurusi pemasaran, lalu pabrik, kemudian motor dan akhirnya sekarang perkebunan,” ujar suami Indrawati itu dengan tersenyum geli.

Kini, pria yang disapa bawahannya dengan panggilan Pak Tjah itu merangkap dua jabatan bergengsi sekaligus: Chief Executive Officer di PT Daya Adira Mustika (Adira Motor) dan PT Triputra Agro Persada (TAP) yang bergerak di bisnis perkebunan kelapa sawit. Kedua perusahaan ini dimiliki oleh Teddy P. Rachmat yang dikenal dengan nama T.P. Rachmat, founder dan CEO Grup Triputra yang juga mantan Presdir PT Astra International Tbk.

Keterlibatan Tjahjadi di perusahaan milik T.P. Rachmat dimulai tahun 2004. Waktu itu, T.P. Rachmat meminta bantuan Tjahjadi untuk bergabung dan tanggung jawab pertamanya adalah membereskan salah satu perusahaan yang bermasalah, yaitu PT Adira Mobilindo (Adira Mobil). Sebagai orang yang juga dibesarkan di lingkungan Astra, T.P. Rachmat sangat mengenal karakter Tjahjadi. Maklum, keduanya pernah mengalami jatuh dan sukses bersama. Hanya 6 bulan Tjahjadi membereskan Adira Mobil. Setelah itu Adira Mobil dijual ke Stanley Atmadja, CEO PT Adira Finance. Sekadar informasi, sekarang nama Adira Mobil diganti menjadi ASCO (Atmadja Stanley Corporated).

Selanjutnya T.P. Rachmat kembali meminta bantuannya untuk membereskan dan mengembangkan perusahaannya bernama PT Daya Anugrah Mandiri di tahun 2004 juga. Perusahaan ini bergerak di bisnis ritel sepeda motor Honda yang dikenal dengan Adira Motor. Pada mulanya Adira Motor cuma mempunyai 11 cabang dan kondisinya berantakan. Namun, di tangan Tjahjadi, Adira Motor telah berkembang pesat dan kini memiliki 60 cabang yang tersebar di Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Sulawesi. Ia menargetkan, cabang Adira Motor bisa bertambah hingga 100 unit pada akhir 2009 di seluruh Indonesia. Selain itu, infrastruktur perusahaan juga membaik dengan sumber daya manusia yang terampil. Dulu jumlah SDM hanya 600 orang, sekarang telah menjadi 2.300 karyawan. Tahun lalu, ia juga meluncurkan program baru, yakni 10 Layanan Pasti. Rinciannya: layanan website; Pasti Card; Honda Riding Trainer; layanan prima; service point; body repair; parts & merchandise; konsultasi teknik; Adira quick service; dan karya. Tak heran, Adira Motor merupakan salah satu dealer motor Honda terbesar di Indonesia.

Di Adira Motor, Tjahjadi mengaku banyak waktu untuk mengekspresikan kreativitasnya. Pengalaman menangani pabrik yang dulu ia dapatkan, banyak diterapkan di Adira Motor, sehingga menjadikan suatu hal yang unik. Ia menjadi pelopor penerapan konsep pabrik, seperti Toyota Production System (TPS) di Adira Motor. Padahal ini adalah perusahaan nonpabrikan. Kesuksesan pria kelahiran Jakarta 28 September 1950 dalam membenahi Adira Motor itu membuat dirinya sering dijadikan mentor bagi para CEO lainnya, baik di Grup Triputra maupun di perusahaan lain.

Bagaimana peran Tjahjadi di bisnis perkebunan sawit TAP? “Tahun ini saya mau membereskan sistem teknologi informasi yang lebih terintegrasi. Kami menyebutnya E-plant: Triputra Agro Management Information System,” ayah dari Aldi dan Alwin ini menjelaskan. Ia menargetkan, tahun 2009 sistem itu bisa berjalan dan terintegrasi.

Menurut Tjahjadi, Sumatera dan Kalimantan merupakan dua pulau yang kini menjadi target pengembangan TAP. Walaupun tahun ini industri kelapa sawit tidak begitu menggairahkan, “Tapi permintaannya tidak turun drastis. Semua sawit yang kami produksi tetap terjual,” ia mengungkapkan sembari menyebut tahun ini harga kelapa sawit di pasar turun menjadi US$ 600/ton, padahal tahun lalu mencapai US$ 1.200/ton. Toh, ia tidak patah arang. “Bisnis sawit itu kan jangka panjang. Tanam tahun ini, tiga tahun kemudian baru berbuah. But that’s okay,” ia berucap santai.

Bila ditelusuri, perjalanan karier Tjahjadi dimulai dari bawah. Mula-mula ia masuk di anak usaha Astra, yaitu PT United Tractors sebagai analis suku cadang tahun 1973. Saat itu, ia bekerja sambil kuliah di Jurusan Teknik Mesin Universitas Trisakti, Jakarta. Setahun kemudian, tahun 1974 ia dipromosikan ke divisi Honda sebagai inventory section head sampai tahun 1976. Lalu, ia juga dipercaya menjadi manajer suku cadang di dua perusahaan sekaligus: PT Bina Pertiwi Agricultural (BPA) dan PT Traktor Nusantara (TN) yang bergerak di industri alat berat.

Tahun 1979, ia melepaskan jabatannya di BPA agar lebih fokus mengembangkan TN. Setelah itu, tahun 1984, ia dipindah ke PT Triguna Utama Mach sebagai deputi direktur produksi. Berkat prestasinya yang gemilang, tahun 1987 ia dipercaya menjadi Direktur Pengelola PT Dharma Sarana Persada sampai tahun 1990.

Karier Tjahjadi terus menanjak. Periode 1990-1995 ia diberi tugas untuk mengembangkan bisnis dengan membuka perusahaan-perusahaan baru. Ada PT Talyoarya Nugraha, PT Attra Cipta Umbrella, PT Mitra Jennings Indonesia, PT Mitra Tongyangmoolsan, PT Pandumitra Gemaniaga dan PT Dharma Polymetal

Setelah puas menjadi orang gajian selama 22 tahun di Grup Astra, tahun 1995 Tjahjadi banting setir menjadi pengusaha. Ia berusaha mengaplikasi pengalamannya sebagai seorang eksekutif dengan mendirikan perusahaan sendiri bernama PT Winnerstarindo Utama, perusahaan pembuat payung. Namun, perusahaan itu tidak bertahan lama karena tahun 1998 tutup akibat gempuran produk payung Cina yang menawarkan harga lebih murah. “Setelah itu saya dipanggil Pak T.P. Rachmat untuk gabung dengan Grup Triputra membenahi beberapa perusahaan bermasalah,” ujar Tjahjadi mengenang.

Bagi Tjahjadi, kunci suksesnya membangun dan membenahi perusahaan terletak pada 7 prinsip: get the right people; do the right things; do the things right; do it right now; do at the right time; yes we are right and right growth.

Secara teoretis memang banyak jargon manajemen yang terkenal dalam mengelola perusahaan. Umpamanya ungkapan ”Do the right things and do the things right”, lalu ”The right man on the right place”, atau ”Get the right people on the bus” yang ditulis oleh pakar manajemen Jim Collins dalam bukunya berjudul Good to Great. Namun, tidak banyak eksekutif yang mampu menerapkan dalam pekerjaan sehari-harinya. Nah, Tjahjadi justru dengan kepala dingin dan tangan dingin berani menerapkan konsep-konsep tersebut secara konsisten dan siap menghadapi risiko terburuk, termasuk keberaniannya melakukan get the wrong people on the bus sebagai tindakan yang tidak populer dan ia siap dicap sebagai pemimpin “berhati dingin”. Meski demikian, bagi para the right people-nya, Tjahjadi menyediakan segudang program pengembangan diri, sehingga mereka dapat berkontribusi maksimal untuk perusahaan.

Dalam membenahi perusahaan, Tjahjadi memiliki strategi khusus. “Langkah pertama yang saya lakukan adalah membenahi manajemen,” ia mengungkapkan lagi. Sebagai contoh, ketika membereskan Adira Motor, terutama kantor cabang Bandung yang kinerjanya jeblok akibat pemimpin cabang dan seluruh karyawan korupsi. “Semua saya pecat. Yang tersisa tinggal satpam dan petugas klerek,” ujarnya. Akibatnya, kantor itu sempat tidak beroperasi selama sebulan. Lantas, ia menawari kepala cabang lain untuk bertugas di Bandung.

Untuk membenahi manajemen, Tjahjadi mencari orang-orang baru yang memiliki integritas, memperbaiki sistem dan membuka pusat pelatihan. Kualifikasi orang atau SDM yang dibutuhkan ada tiga: integritas, semangat tinggi, pintar. “Urutan itu tidak bisa diubah,” tutur penulis buku Right Process will Bring Great Results; 7 Rights to become a Great Corporation.

Langkah kedua Tjahjadi dalam membenahi perusahaan: menjabarkan visi misi shareholder. Untuk itu, mesti membuat sistem organisasi yang tepat. Yang jelas, visi misi itu akan membawa karyawan pada semangat membangun perusahaan. Poinnya, bagaimana men-challenge karyawan.

Selanjutnya, Tjahjadi membuat berbagai terobosan untuk memajukan perusahaan. Untuk kasus Adira Motor, ia memelopori penerapan sistem TPS. Inti sistem ini membuang “sampah” yang mengakibatkan proses kerja tidak efisien, misalnya stok berlebih dan pengaturan waktu yang tidak efisien. Hasilnya? Dengan TPS, kinerja Adira Motor tumbuh 150%. Indikasinya, penjualan tiap salesman naik dari 8 menjadi 20 unit motor per bulan. Produktivitas bengkel juga naik. Sebelumnya, montir cuma bisa memperbaiki lima motor per hari, tapi dengan TPS bisa menangani 8 motor. Selain itu, salesman kini diarahkan untuk jemput bola ke konsumen di area komunitas, bukan di mal. Juga, terobosan pelayanan jemput bola dengan mobil berjalan. Lagi-lagi jurus ini menuai hasil. Bulan Maret 2009, sebanyak lima bengkel Adira berhasil memecahkan rekor servis, padahal kompetitor sedang sepi pelanggan.

Akan tetapi, gebrakan pembenahan perusahaan yang dilakukan Tjahjadi tidak selalu berjalan mulus. Di Adira Motor, misalnya, penerapan sistem TPS menimbulkan pro dan kontra. “Lebih banyak yang menentang,” ia menandaskan. Toh, ia sadar bahwa perubahan selalu membuat kaget banyak pihak. Untunglah, lama-kelamaan pihak-pihak yang berlawanan dengan Tjahjadi luluh, karena mereka memiliki kultur untuk melakukan improvement juga.

Keandalan Tjahjadi membesut bisnis baru atau menyehatkan perusahaan yang sakit diakui para koleganya. “Tjahjadi adalah mentor yang baik,” Arvin Armia, Chief Operation Officer Adira Motor, memuji. Ia juga menyebut Tjahjadi sebagai pemimpin yang visioner. “Ide-idenya membesarkan bisnis sangat kuat,” ia menambahkan. Kekuatan Tjahjadi yang menonjol adalah kemampuannya merumuskan visi dan misi perusahaan. Rumusan kedua hal itu yang ditekankan lebih dulu oleh Tjahjadi sebelum membenahi sistem. “Kadang-kadang aneh juga, kenapa visi misi lebih dulu yang dibuat,” tuturnya. Contoh mudahnya, sebelum Tjahjadi masuk sebagai pemimpin, manajemen lama Adira Motor menargetkan penjualan yang diukur dari: satu rumah ada satu motor. “Tapi, Pak Tjahjadi berbeda. Dia bilang, Adira Motor harus do the best retail,” ia menjelaskan. Maksudnya, target satu rumah bukan satu motor, melainkan dua motor atau lebih.

Hadi Kasim pun mengagumi kehebatan Tjahjadi. “Pak Tjahjadi menekankan dua hal dalam membenahi manajemen, yaitu SDM yang tepat dan proses yang benar. Beliau tegas, fokus pada permasalahan, ide-idenya cepat sekali. Dengan begitu diperlukan manajer yang kuat dan cepat menangkap ide-idenya,” ujar Direktur PT Triputra Investindo Area & Preskom Grup Pako itu. T.P. Rachmat juga mengamini pendapat Hadi tentang kepemimpinan Tjahjadi yang jempolan. “Keuntungan akan diperoleh dengan sendirinya, jika kita telah melakukan proses yang benar,” bos Tjahjadi itu menambahkan.

Reportase: Rias Andriati

# Tag


    © 2023-2024 SWA Media Inc.

    All Right Reserved