Listed Articles

Manuver Murdaya-Hartati Membangun Kerajaan Bisnis

Oleh Admin
Manuver Murdaya-Hartati Membangun Kerajaan Bisnis

Murdaya Widyamirta Poo dan Siti Hartati Tjakra memulai debut bisnisnya sejak 37 tahun silam dari nol. Setelah menikah, mereka mencoba bisnis kecil-kecilan bidang kontraktor dan perdagangan. Lalu merambah ke manufaktur, perkebunan dan pabrikan. Siapa sangka bisnis pasangan suami-istri ini sekarang masuk 20 besar konglomerasi di Indonesia. Di bawah bendera PT Central Cipta Murdaya (CCM) Group terdapat lebih dari 50 perusahaan. Boleh dibilang kelompok ini “raja cash”. Mereka steril terhadap utang dan total perputaran uangnya lebih dari Rp 2,3 triliun dengan nilai aset sekitar Rp 1,2 triliun.

Dua transaksi bisnisnya yang cukup fenomenal terjadi pada 2002 dan 2004. Waktu itu CCM mengambil alih PT Metropolitan Kentjana (MK) lewat tender yang digelar PT Holdiko Perkasa senilai Rp 600 miliar (47,5%) dan berhasil men-takeover PT Jakarta International Trade Fair (JITF) senilai US$ 120 juta. “Di JITF saham kami 100%, tapi sebagian disumbangkan ke Pemda DKI sebesar 13,8%,” Siti Hartati Tjakra, Presdir CCM, menjelaskan.

Selain nilai transaksinya sangat besar, keberhasilan CCM menguasai MK dan JITF diwarnai kontroversi. Untuk kasus JITF, misalnya, hingga sekarang masih ada persoalan di pengadilan dengan pengusaha Edward Seky Soeryadjaya, putra William Soeryadjaya. Sementara itu, MK yang dibeli CCM lewat PT Karunia Paramita, dulu pernah disengketakan pemilik lama, termasuk keluarga Grup Salim. Tadinya komposisi pemegang saham MK fifty-fifty antara Grup Salim dan konsorsium Ciputra. Ciputra sendiri menggenggam saham 9%, sisanya dimiliki oleh rekan-rekannya, seperti Brasali, Secakusuma, Sukrisman dan lainnya.

Menariknya, meski setelah transaksi CCM menjadi pemegang saham lebih besar dari Ciputra, Hartati sangat menghormati maestro dunia properti itu. Paling tidak sikap itu tercermin saat dilangsungkan rapat pemegang saham. “Bu Murdaya dalam rapat pemegang saham sangat menghormati pendapat Pak Ci. Maklum, kan Pak Ciputra itu seperti guru besar dalam dunia properti. Jadi, RUPS-nya lancar-lancar saja,” ungkap Andreas Kartawinata, Direktur Pemasaran dan Operasional MK.

Menurut Hartati, peminat MK banyak, tapi waktu itu investor menawar harga lebih rendah darinya. Sang suami disebutnya paling bersemangat membeli saham perusahaan properti itu, sedangkan ia sendiri tidak ngoyo. Toh, ia sadar bahwa suaminya termasuk orang yang memiliki horison jangka panjang dan bisa membaca prospek bisnis. Maklumlah, aset MK tersebar di Grup Pondok Indah, Bumi Shangri-La, Antilope Madju Puri Indah dan Jakarta Land. Lagi pula, bisnis properti bagi CCM bukanlah sesuatu yang baru. Sebelumnya, CCM telah membeli kawasan industri Balaraja pada 1990, dimanfaatkan untuk pembangunan pabrik kabel dan instalator. “Awalnya properti sekadar hobi, tapi belakangan kami hanyut juga di dalamnya,” ungkap ibu empat anak ini. Bukan berarti CCM akan lebih fokus ke dunia properti nantinya. Sekali lagi, ia menegaskan, langkah ini hanya diversifikasi bisnis. Dengan strategi itu, CCM lolos dari hantaman krismon. Fakta membuktikan, dengan banyak merambah bidang, CCM punya banyak bemper untuk menjaga keseimbangan bisnisnya.

Manuver bisnis lain yang dilancarkan CCM belum lama ini, menurut Jahja B. Soenarjo, mengakuisisi Gedung WTC Sudirman dan menguasai lahan cukup besar di pusat kota Surabaya. “Dananya besar, tapi belum jelas siapa mitra-mitranya,” ujar Direktur Pengelola Direxion Strategy Consulting ini. Namun, ia menduga, biasanya CCM menggandeng mitra lokal atau asing, dan manajemen tetap dikendalikan CCM. Ia menengarai, lobi kemitraannya mencakup elite politik sampai militer.

Dari mana sumber pendanaannya? Secara tergas wanita yang memiliki nama Tionghoa Chow Lie Ing ini mengungkapkan, “Dana internal. Kami kan punya banyak perusahaan.” Dari perusahaan-perusahaan yang sudah membukukan keuntungan dikumpulkan dana untuk melakukan ekspansi. “Terlalu berisiko jika untuk ekspansi mesti dari modal pinjaman. Nanti kalau gagal, bagaimana mengembalikan duit pinjaman itu,” lanjutnya.

Ia menampik tudingan adanya investor yang mem-back up pendanaan ekspansi yang dilakukan CCM. “Ngapain jadi budak orang lain. Kami kerja untuk diri sendiri, baik itu ada untung maupun rugi,” sergah wanita yang sudah belajar bisnis saat di bangku SMP ini. Penegasan Hartati diperkuat oleh seorang eksekutif yang mengaku dekat baik secara pribadi maupun bisnis dengan keluarga Murdaya. “Itu semua hasil kerja keras keluarga Murdaya bertahun-tahun. Tapi banyak orang yang tahunya sekarang karena CCM ini sangat low profile,” katanya memuji.

Usai melakukan megatransaksi tersebut, Hartati mengaku stop dulu melakukan megadeal, kecuali untuk transaksi yang skalanya bukan raksasa. “Tetap jalan terus,” ia menandaskan. Umpamanya, dalam waktu dekat CCM berancang-ancang membangun convention hall dan hotel di arena Pekan Raya Jakarta yang luasnya melebihi area Jakarta Convention Centre. Untuk plenary hall saja kurang-lebih seluas 8 ribu m2 dengan kapasitas 10 ribu orang. Gedung yang total luasnya 18 ribu m2 itu diperkirakan siap pakai dalam 1,5 tahun mendatang. Tahun depan akan dikembangkan hotel berbintang tiga dan lima di belakangnya.

“Untuk sementara, kami melanjutkan bisnis yang sudah ada, dipelihara dan dipertahankan. Sebab ini menyangkut sumber nafkah lebih dari 40 ribu karyawan CCM. Mereka umumnya bekerja sudah puluhan tahun,” tutur Hartati. Dengan demikian, menurutnya, tidak benar bila CCM dianggap terlalu ekspansif. Selain itu, tambahnya, CCM juga tidak punya bisnis di mancanegara. Umumnya cabang yang di luar negeri sekadar kantor perwakilan untuk memudahkan akses pemasaran.

Menurut Thomas Wibisono, pengamat bisnis, sebetulnya sejak krismon sampai sekarang, tak banyak unit usaha baru yang didirikan CCM. Beberapa di antaranya: PT Intraca Hutani Lestari (mengelola hutan tanaman industri, berpatungan dengan Inhutani I, 1997); PT Yamatake Berca Indonesia (jasa konstruksi, 1997); PT Berca Indonesia (1998); PT Allsport 78 (1998); PT Dwihutani Fitribakti Sulteng (1998); PT Berca Schindler Lifts (jasa implementasi konstruksi, 1999); dan penyertaan saham 9% di PT Packard Finance Indonesia (perusahaan pembiayaan bersama PT Asjaya Muktigraha dan Hewlett-Packard World Trade Inc., 1997). “Di sini tampak CCM relatif hati-hati dalam melakukan ekspansi usaha,” kata Direktur Pusat Data Bisnis Indonesia itu.

Berdasarkan pengamatan Thomas, sesungguhnya perusahaan-perusahaan yang didirikan CCM pascakrisis lebih banyak ditujukan untuk mendukung sektor usaha yang telah dikembangkan sebelumnya. Pendirian Intraca Hutani dan Dwihutani misalnya, untuk melengkapi kebutuhan bahan baku unit usaha PT Bina Balantak Raya, PT Harfit International (pabrik panel dan mebel kayu di Jakarta), dan PT Intracawood Manufacturing (pabrik eksportir kayu lapis di Kalimantan Timur).

Kekuatan bisnis konglomerat ini terletak di industri kelistrikan. Awalnya, dirintis melalui PT Kentjana Sakti Indonesia tahun 1969 dan PT Berca Indonesia pada 1971. Keduanya berperan sebagai pemasok proyek-proyek PLN, seperti gas turbin, peralatan transmisi dan peralatan pembangkit listrik. Mayoritas sistem kelistrikan gedung-gedung di Jl. M.H. Thamrin, Jakarta Pusat, dipasok oleh mereka. Sejak 1980-an sampai sekarang, CCM tercatat sebagai representatif Asea Brown Boveri (perusahaan transmisi kelistrikan dari Swiss). Itulah yang membuat grup ini mampu masuk ke pembangunan pembangkit tenaga listrik dan jaringan transmisi. Beberapa proyek yang pernah dikerjakan antara lain: PLTU Belawan-Medan; PLTA Mrica; PLTU Gresik; PLTU Paiton; dan PLTGU Tanjung Priok.

Selain pengembangan usaha di bidang kelistrikan, CCM juga mendirikan beberapa unit usaha pendukung. Sebut saja PT Balfour Beatty Sakti dan PT Tarmac Sakti Indonesia (jasa konstruksi); PT Hume Sakti Indonesia dan Beton Megah Perkasa Setia (tiang pancang beton); PT Interpower Electric dan PT Asea Brown Boveri Sakti (motor listrik); PT Fuji Dharma Electric dan PT Mecoindo (KWH meter pemasok PLN); PT ABB Transmission dan Distribution (transformer); PT BICC Berca Cables dan PT Sicamindo (kabel serat optik dan listrik); PT KSI-Suzhou Insulator Indonesia (insulator).

Kerajaan bisnis CCM juga ditopang oleh beberapa bidang bisnis lainnya. Seperti PT Altrak 1978 yang menjadi agen tunggal peralatan berat dan mesin diesel sejak 1978. Lalu, PT Sarana Aircon Utama selaku agen tunggal AC merek Carrier sejak 1984, serta PT Berca Hadyaperkasa sebagai distributor tunggal printer dan komputer Hewlett-Packard. Pangsa pasarnya diperkirakan masih di atas 50% untuk jenis printer laser jet dan inkjet.

Lantas bisnis apa saja yang menjadi cash cow CCM? Thomas menganalisis, mesin uang CCM bermuara dari perusahaan kelistrikan, agrobisnis, alat berat dan mesin diesel, kehutanan dan teknologi informasi (TI). Malah, bila pabrik semennya di Donggala jadi beroperasi, akan memberikan cash cow baru yang signifikan bagi CCM. Investasi pembangunan pabrik itu mencapai sekitar Rp 1,5 triliun, di bawah bendera PT Cipta Central Murdaya Semen.

Untuk bisnis baru belum tampak besar sumbangan pendapatannya. Ini dibenarkan oleh Budi Santoso, Direktur Pengelola JITF. Ia mengaku sejauh ini kinerja unit bisnisnya cukup menguntungkan, walaupun belum bisa menyumbang revenue ke holding. “Memang ada untung, tapi untuk investasi baru kan masih dibiayai induk perusahaan,” ujarnya.

Sementara itu, Hartati mengungkapkan, cash cow CCM dari semua unit bisnis relatif merata. “Ya semuanya. Sedikit demi sedikit kalau dikumpulin jadi besar. Properti tahu sendiri kan cash cow-nya tidak terlalu besar. Namanya saja yang besar. Seperti bangunan, yang untung sebenarnya para tenant. Jadi, kontribusinya hampir sama,” papar eksekutif yang gemar olah raga yoga ini. Demikian halnya kiprah bisnis Berca Indonesia sebagai perusahaan trading, menurut Hartati, kontribusinya bukan yang paling menonjol. “Pada awalnya partner asing memperalat kami untuk pemasaran. Mereka butuh kami untuk menjualkan produknya dan koneksi lokal. Tapi setelah pangsa pasar besar, mereka masuk sendiri. Lalu kami dipinggirkan dengan cara men-takeover saham kami dari mayoritas menjadi setengah. Kalau kami melawan percuma karena pihak asing yang punya produk dan merek,” keluh Hartati mengenai hambatan bisnis yang dialaminya.

Memang, tak dapat dipungkiri, selama ini CCM banyak mengageni merek terkenal di tingkat global. Tak berlebihan bila Jahja menyebut CCM sangat jago dalam hal keagenan atau lisensi produk bermerek internasional, seperti HP, Compaq, Nike, Umbro. “Ini menunjukkan, kelompok bisnis CCM sebagai pelobi tangguh,” ungkap CEO sebuah perusahaan TI yang merahasiakan identitasnya memperkuat opini Jahja. Pelobi tangguh? Ya, Murdaya adalah sosok andalan negosiator CCM. Itulah sebabnya Murdaya dan Hartati berbagi peran dalam mengemudikan perusahaan.

Entah takut ketahuan para kompetitor atau benar-benar low profile, Hartati mengaku belum ada rencana bisnis besar ke depan. “Sebenarnya kami belum ada rencana apa-apa. Sudah menjadi kebiasaan bisnis di Indonesia, perusahaan selalu didiversifikasi supaya risikonya lebih kecil,” kilah Hartati saat ditanya business plan CCM mendatang. Menurutnya, jika konsentrasi di satu produk atau usaha, kemudian perkembangannya terus menurun, bisa menimbulkan kerugian yang fatal.

Salah satu kunci sukes CCM dalam berbisnis, yaitu: tidak berambisi menjadi yang terbesar. Semua bisnis yang dilakoni sedang-sedang saja. “Kalau Anda perhatikan, kami tidak memiliki bidang usaha yang sampai besar sekali. Memang kami tidak mau seperti itu,” Hartati menegaskan prinsip bisnisnya. Mengapa? Bagi Hartati, semakin besar suatu perusahaan, makin tidak fleksibel dalam bersaing. Pasalnya, biaya operasional membengkak, melebihi kenaikan pemasukannya. Yang penting, ia tidak muluk-muluk memegang prinsip bisnis: Operasional tetap jalan, bisa membuka lapangan kerja dan bisnisnya berkelanjutan.

Yang jelas, prospek bisnis CCM sebagaimana diprediksi Jahja masih sangat baik. “Bisnis-bisnisnya tumbuh dengan baik dan cukup bagus,” ujarnya. Mungkin, yang saat ini membutuhkan perhatian ekstra dan penataan ulang, lanjut Jahja, bidang fashion dan furnitur. Ini disebabkan, menurutnya, belum ada profesional yang pas untuk mengelola unit bisnis tersebut.

# Tag


    © 2023-2024 SWA Media Inc.

    All Right Reserved