Listed Articles

Paul Polman, CEO Unilever Global: Kekuatan Ekonomi Telah Bergeser ke Timur dan Selatan

Paul Polman, CEO Unilever Global: Kekuatan Ekonomi Telah Bergeser ke Timur dan Selatan

Paul Polman yang ditunjuk oleh Unilever Global menjadi Chief Excutive Officer (CEO) sejak 1 Januari 2009, mengunjungi Indonesia sebagai penghargaan betapa pentingnya pasar Indonesia bagi perusahaan yang berkantor pusat di Belanda itu. Pria yang mengawali karier pada 1979 di Procter & Gamble (P&G) itu sempat menjadi President Group Eropa P&G hingga 2001. Sempat berkarir di Nestle S.A dari Januari 2006 sebagai CFO, juga sebagai EVP Amarika dari Februari 2008. Sebelum menjadi CEO Unilever, Paul menjabat sebagai Direktur Eksekutif perusahaan global ini sejak Oktober 2008.

Salah satu agenda Paul adalah memberikan kuliah umum di Universitas Indonesia (UI). Dalam kuliah umum tersebut, sebagai pembukan disampaikannya bahwa 15% yang bekerja di Unilever Indonesia adalah lulusan UI. Kuliah Umum itu diberi Paul judul: Doing Business Differently-growing sustainability in a resources-constrained world.

Paul mengagumi talenta-talenta Indonesia yang bekerja di Unilver. Beberapa produk yang lahir dari Indonesia sangat berhasil di sini. “Produk Citra hanya ada di Indonesia,” ujarnya. Dalam paparan kuliah umumnya, Paul menyampaikan 4 hal yaitu: pertama, pandangan Unilever pada isu-isu maupun tantangan sosial dan lingkungan yang dihadapi dunia dalam masa mendatang. Kedua, bagaimana Unilever mempersiapkan diri untuk tumbuh dan berhasil dalam lingkungan yang sangat berbeda. Kemudian, ketiga, elemen kunci model bisnis baru yang berkelanjutan, yang mana perusahaan dapat mengadopsi semuanya di masa yang akan datang. Dan, keempat, pentingnya kepemimpinan dan menjaga cara-cara baru melakukan bisnis bergantung pada bentuk-bentuk baru kepemimpinan.

Paul menjabarkan 3 tren utama yang dipercaya akan memiliki dampak besar pada bagaimana dan di mana Unilever melakukan bisnis di tahun 2020. “Tren yang pertama adalah pergeseran kekuatan ekonomi ke Timur dan ke Selatan, di mana Cina, India, Rusia, Brazil, dan tentu saja Indonesia akan mengambil peran utama dalam tatanan dunia baru,” ujarnya. Pusat gravitasi dari bisnis Unilever pun akan bergeser ke Timur dan Selatan. Pada tahun 2020 sebanyak 70% dari penjualan Unilever akan berada di luar Eropa dan Amerika Utara.

Tren besar kedua, papar Paul Polman adalah bergesernya kekuatan kepada konsumen. Digitalisasi komunikasi dan media memberikan kekuatan besar bagi individu dan pengembangan search engine yang canggih serta perangkat mobile yang lebih terjangkau akan meberikan akses gratis dan mudah bagi orang untuk mendapat kan informasi.

“Tren besar ketiga dan yang paling penting adalah apa yang kita sebut sebagai the end of the age of abundance. Kita menghadapi masa depan di mana sumber daya yang paling dasar, yakni bahan pangan, energi dan air, akan menjadi langka,” kata Paul.

Paul lalu menerangkan bahwa International Energy Association memperkirakan bahwa pada tahun 2030 kita perlu menghasilkan energi 50% lebih banyak dari yang kita produksi sekarang. Kita pun harus memproduksi 50% lebih banyak bahan pangan daripada yang kita panen saat ini. Menurut Organisasi Pangan dan Pertanian atau FAO (Food and Agriculture Organization) yang di bawah naungan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), kebutuhan akan air juga akan semakin meningkat.

“Kita perlu memikirkan bagaimana implikasi dari semua ini terhadap ketersediaan bahan pangan, air, sanitasi dan kebersihan dasar di kota-kota besar seperti Calcutta, Istanbul dan termasuk Jakarta. Unilever ingin menjadi bagian dari solusi untuk masalah ini. Kami percaya bahwa kami bisa berkontribusi,” ayah tiga anak ini menerangkan.

Pria yang gemar membaca, lari marathon, dan naik gunung ini mengatakan, Unilever memiliki strategi untuk menumbuhkan bisnis dua kali lipat tanpa meningkatkan dampak terhadap sumber daya di bumi. Saat ini size bisnis Unilever, menurut Paul, sebesar 40 miliar euro, dan ditargerkan naik dobel menjadi 80 miliar euro dalam beberapa tahun ke depan. Namun, di saat bersamaan, pihaknya berupaya menurunkan dampak lingkungannya.

Contohnya dikeluarkannya produk pembilas Molto sekali bilas yang mengajak orang untuk menghemat air karena penggunaan produk ini memerlukan jauh lebih sedikit air. Juga, dengan produk Pure it karena kepedulian makin rendahnya kualitas air saat ini, Strategi tersebut dituangkan dalam Unilever Sustainable Living Plan, yang diluncurkan pada akhir 2010.

Ia menjelaskan, ada tiga hal yang signifikan dalam Unilever Sustainable Living Plan. Pertama, pertama mencakup seluruh portofolio Unilever serta 180 negara tempat perusahaan ini beroperasi. Kedua, berkaitan dengan lingkungan, yang mana rencana ini tidak hanya mencakup dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh pabrik, kantor, laboratorium Unilever terhadap lingkungan, tapi juga menuntut perusahaan ini bertindak secara bertanggunjawab dalam semua kegiatan di sepanjang rantai nilai. “Mulai dari pemilihan bahan baku produk sampai penggunaan air dan negeri yang diperlukan konsumen saat memakai produk kami,” Paul menandaskan.

Ketiga, bagi Unilever, sustainability bukan melulu berkaitan dengan lingkungan, melainkan mencakup unsur sosial dan ekonomi juga. Pihaknya membuat produk yang dapat meningkatkan kesejahteraan dan kesehatan masyarakat dan rantai nilai kami menjadi sumber penghidupan bagi jutaan orang.

Dalam kesempatan tersebuut, Paul juga mengungkapkan adanya 5 elemen kunci dari new business model: shared value, long term outlook, collaborative, transparent, accept wider responsibilities.

Di samping itu, ia pun menyoroti berkembangnya media sosial yang mendorong manusia menjadi global citizen saat ini. “Semua jadi unity, berkembang di seluruh penjuru dunia. Apa yang terjadi di belahan manapun membawa dampak besar di belahan dunia lain,” ujarnya. Unilever menyadari ini, bahwa kini media sosial menjadi bagian dari strategi penting.

“Kami pun berubah, dari economic servant menjadi consumer servant, people servant, pelayan bagi masyarakat dan lingkungan,” tegasnya. Bahwa Unilever ingin kehadirannya bisa menjadi sumber dari berkembangnya nilai-nilai positif yang bisa membawa awak di dalamnya tumbuh ke kehidupan yang lebih baik, sehingga bisa membawa konsumen dan juga masyarakat di mana Unilever ada ke kehidupan yang lebih baik. Paul menutup kuliah umumnya dengan kutipan dari Cina: Unless we change direction we are likely to end up where we are going. (***)

# Tag


    © 2023-2024 SWA Media Inc.

    All Right Reserved