Listed Articles

Peluang Investasi Titip Mobil di Rental

Oleh Admin
Peluang Investasi Titip Mobil di Rental

Hari-hari purnabakti Prasetyanto dilalui dengan riang. Ia tidak tampak muram, bingung, atau cemas menapaki masa pensiunnya, setelah tidak bekerja lagi di PT Pupuk Iskandar Muda Aceh. Tak seperti para pensiunan yang mengalami kemerosotan ekonomi di hari tua, Prasetyanto justru bisa mempertahankan. Caranya? Ia mencari usaha sampingan yang bisa diandalkan sebagai mesin uang. Salah satunya, menitipkan 8 mobil pribadinya di perusahaan rental kendaraan di Bandung.

Sejak 2002 Prasetyanto tercatat sebagai salah seorang penitip kendaraan di Cipaganti Rental. Kerja sama itu terjadi tidak secara kebetulan. “Saat masih aktif bekerja dulu saya sering menggunakan jasa Cipaganti. Jadi, sudah lama kenal baik. Akhirnya setelah pensiun, saya pikir menarik juga ya bila saya ikut menitipkan mobil untuk disewakan,”? pria berumur 57 tahun ini menuturkan.

Bagi Prasetyanto, rental mobil bukan pilihan asal tubruk. Ia mengaku sebelumnya sempat terjeblos masuk investasi agrobisnis di Sukabumi. Toh, ia tidak kapok mencari ladang alternatif untuk membiakkan duitnya. Lalu, dicarilah bentuk investasi lain yang cocok dengan kantong dan profil risikonya. Setelah tanya sana-sini, maka bulat tekadnya untuk investasi mobil yang disewakan.

Jumlah mobil Prasetyanto yang dititipkan tidak langsung 8 unit, tetapi bertahap, seiring dengan meningkatnya permintaan pemilik rental. “Saya berusaha memenuhi kebutuhan pengelola rental. Misalnya kalau minta mobil ini atau itu, selalu tersedia,”? tambahnya. Ia memiliki mobil sewa Toyota Kijang tahun 2000-2003, Avanza plus Innova.

Lantaran bisa fokus memonitor investasinya di rental, para pensiunan lebih berani menitipkan kendaraan dalam jumlah banyak. Sebaliknya, mereka yang masih aktif sebagai karyawan, tidak mau berspekulasi. Lihat saja Rahardjo (50-an tahun), yang baru berani menitipkan dua mobil saja di rental tertentu di Jakarta.

Banyak alasan yang melatarbelakangi seseorang tergiur menitipkan mobil di rental. Mengapa tidak terjun langsung membuka usaha rental sendiri? “Kalau buka rental sendiri, belum tentu saya dapat mengelolanya dengan baik. Sebab, itu bukan bidang yang saya kuasai,”? ungkap Prasetyanto.

Lain lagi dengan motivasi Rahardjo. Karyawan bank pemerintah di Jakarta ini tertarik menitipkan mobil di rental dengan dua pertimbangan. Pertama, tidak ada waktu me-maintain, karena masih aktif bekerja. Kedua, awam soal pola dan pengelolaan bisnis rental mobil, sehingga lebih baik diserahkan ke pihak yang lebih profesional.

Apa pun alasan yang dilontarkan penitip mobil, yang jelas mereka berharap mendapatkan tambahan pemasukan. “Hitung-hitung untuk tambah pemasukan saat pensiun,”? ujar Sukarno (58 tahun) yang menitipkan mobilnya di salah satu rental di Jakarta sejak 2004. Ini diperkuat oleh pernyataan Muhammad Kurnia. “Daripada mobil nganggur di garasi, lebih baik dikaryakan,”? ujar Manajer Operasional Cipaganti Rental ini. Walaupun begitu, bukan berarti semua armada Cipaganti merupakan suplai para penitip. Dari total 400 mobil stok Cipaganti, hanya 10% yang titipan. Menurutnya, Cipaganti melibatkan penitip mobil karena meningkatnya permintaan konsumen dan tingginya minat pemilik mobil menyewakan kendaraannya saat krismon. Apalagi, konsumen tidak hanya ingin sewa mobil baru, tapi juga seken.

Kurnia menjelaskan, ada beberapa kriteria yang mesti dipenuhi calon penitip mobil, antara lain, bisa menunjukkan bukti kepemilikan sendiri dengan BPKB (Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor), kendaraan telah diasuransikan all risk, usia kendaraan maksimal 5 tahun, bersedia dengan sistem kontrak 6-12 bulan. Andaikan kerja sama berlangsung mulus, masa kontrak bisa diperpanjang terus. Prasetyanto, misalnya, masa kontrak mobilnya kerap diperpanjang. Sementara itu, Rahardjo dan Sukarno menuturkan, kontraknya diperpanjang 6 bulan sekali.

Tarif pembayaran sewa, Kurnia menjelaskan, tergantung pada merek mobil, tipe berikut tahun produksi. Patokannya, 2%-2,5% dikalikan harga pasaran mobil saat itu. Katakanlah jenis Toyota Kijang LX tahun 2000 dihargai 2,5% x Rp 80 juta = Rp 2 juta/bulan. Contoh lain: Kijang LGX tahun 2004 dibanderol sewanya Rp 145 juta x 2,5% = Rp 3,6 juta/bulan.

Berdasarkan pengalaman Rahardjo, uang sewa yang diterimanya dari rental tahun ini mengalami penurunan dibanding 2004. Pemicunya, akhir-akhir ini pihak rental sepi order. Umpamanya, Kijang keluaran 2001 miliknya, tahun lalu dihargai pihak rental Rp 3,5 juta/bulan, tapi tahun ini cuma Rp 3,2 juta/bulan. Begitu pula Kijang buatan 2003, saat ini sewanya Rp 3,8 juta, padahal tahun lalu bisa Rp 4 juta/bulan. Pengalaman serupa dirasakan Sukarno. Ia mempunyai dua mobil Kijang 2003. “Tahun lalu kami bisa terima uang sewa Kijang per mobil Rp 3,6 juta/bulan, tapi sekarang cuma Rp 3,4 juta/bulan,”? kata pensiunan dari salah satu BUMN itu.

Lantas, berapa harga sewa mobil yang ditetapkan Cipaganti pada konsumen? Kurnia mengklaim, pada prinsipnya pihak perusahaan rental mengutip margin sekitar 20%. Sebut saja, sewa Toyota Kijang LX tahun 2002, Rp3 juta/bulan atau Rp 250 ribu/hari. Harga itu sudah termasuk sopir, sedangkan bensin ditanggung penyewa.

Kalau dipukul rata dengan pendapatan sewa mobil Kijang Rp 2-4 juta/bulan, berapa biaya perawatan yang harus dikeluarkan penitip? Baik Rahardjo, Sukarno maupun Prasetyanto mengaku biaya pemeliharaan ditanggung pihak rental. Misalnya, tune up, ganti oli dan cuci mobil. Para penitip umumnya berkewajiban membayar pajak STNK, membeli onderdil yang signifikan serta mengganti ban kalau diperlukan.

Selain itu, penitip juga harus merogoh kocek untuk biaya asuransi all risk. Prasetyanto memberi contoh mobil Kijang Innova tahun 2005, nilai premi yang dibayarnya Rp 6,1 juta/tahun. Sukarno pun demikian: ia dibebani kewajiban membayar premi asuransi all risk Rp 3,375 juta/tahun.

Dari sisi pemasukan bersih (setelah dikurangi bermacam biaya), diakui penitip, nilainya lebih kecil yang diterima dari rental jika dibanding menyewakan langsung ke end user. Mereka sadar ini konsekuensi dari risiko yang lebih minim. Bandingkan jika mereka harus menyewakan langsung ke pemakai, mereka tidak bisa hidup tenang. “Dulu setiap mobil saya belum pulang, saya selalu tidak bisa tidur. Khawatir mobilnya dibawa kabur penyewa. Akhirnya sekarang tidak saya sewakan lagi,”? ujar Basuki, mantan pengelola rental mobil secara pribadi di Surabaya. Boleh jadi pengakuan Basuki benar. Sebab, rata-rata para pengelola rental tidak bisa luput dari risiko mobil hilang, dicuri atau rusak; sepi order; penipuan; dan berbagai kasus negatif lainnya. Itulah sebabnya, Rahardjo, Sukarno dan Prasetyanto sepakat untuk mengantisipasinya: teken perjanjian awal dengan pemilik rental agar mobil dikembalikan dalam kondisi prima seperti sediakala.

Kepada pengelola rental, penitip menyarankan untuk menyewakan mobilnya ke korporat. Menurut mereka, penyewa dari kalangan perkantoran atau perusahaan lebih bisa dipercaya, bonafide dan konsisten. Umumnya, perusahaan menyewa mobil untuk antar-jemput karyawan, operasional kantor atau dipakai level manajer, sehingga pengemudinya relatif stabil. Gayung pun bersambut. Di Cipaganti, umpamanya, mayoritas kliennya dari kalangan korporasi, seperti tekstil, perbankan, distributor dan manufaktur.

Nah, jika dikalkulasi, berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mencapai titik impas menyewakan satu unit mobil? Kurnia menaksir kurang-lebih dalam waktu tiga tahun mobil yang dibeli penitip akan balik modal. Ini diperkuat dengan pengalaman Prasetyanto. “Biasanya mobil-mobil itu kebanyakan saya beli dengan cash dan setelah tiga tahun baru kembali modal,”? jelasnya. Akan tetapi, prediksi Rahardjo dan Sukarno lebih konservatif. Rahardjo menduga dengan penurunan tarif sewa saat ini, paling banter akan balik modal setelah 5 tahun. Sementara itu, Sukarno memproyeksikan target titik impas pada tahun ke-4.

Prasetyanto mengungkapkan, jika akan dititipkan di rental, sebaiknya mobil dibeli secara tunai karena lebih menguntungkan. Alasannya, bila dibeli dengan kredit, pemasukan yang diterima tidak cukup untuk membayar cicilan. Maklumlah, tarif sewa mobil seken lebih rendah dari mobil baru. Ia mencontohkan, beberapa tahun lalu mengambil alih kredit mobil rekannya. Waktu itu uang muka Rp 40 juta dengan masa angsuran empat tahun. Setiap bulan ia beroleh duit sewa Rp 4,25 juta, padahal cicilan yang harus dibayar Rp 5 juta. Itu artinya setiap bulan ia nombok Rp 750 ribu.

Menurut Rahardjo, sumber pembiayaan juga harus diperhatikan jika membeli mobil secara kredit. “Sumber dananya dari mana, bank atau leasing,”? ujar pria yang lebih sreg meminjam uang ke bank ini. Memang kalau kredit di bank, lebih selektif prosesnya. Namun, menurutnya, lebih murah bunganya. Lagi pula, premi di leasing lebih tinggi, selisih rate bisa 1%. Selain itu, tambahnya, juga harus diperhatikan, membeli mobil baru atau bekas. Menurutnya, jika untuk disewakan jangka pendek, sebaiknya membeli mobil seken. Di sisi lain, bila tujuannya untuk disewakan jangka panjang, lebih baik membeli mobil baru.

Menitipkan mobil di satu rental bukan jaminan akan bertahan lama. Bagaimana mereka mengantisipasi pemutusan kerja sama secara sepihak? “Apa boleh buat. Kalau kontrak tidak diperpanjang, saya akan cari rental lain,”? tandas Prasetyanto. Investasi rental mobil akan terus ditekuninya dengan catatan tidak dijalankan sendiri. Sebab, ia yakin prospeknya masih menjanjikan.

Hal senada dituturkan Rahardjo. “Saya akan jual saja mobil itu atau cari rental lain,” ujarnya. Ia belum tahu apakah cukup menitipkan di rental atau fokus menggarap sendiri rental mobil saat pensiun nanti. Ia berpikir jika untuk iseng atau usaha sambilan, sebaiknya tetap bersifat titip saja. Sebaliknya bila ingin serius melakoni usaha rental, seharusnya skala besar dengan armada minimal 50 unit mobil.

Sukarno lebih terpincut mengalihkan ke alternatif investasi lain. “Saya tunggu sampai masa kontrak habis, setelah itu mobil saya jual, mumpung harga mobil masih bagus. Soalnya jika harga sewanya turun terus, pemasukan saya tidak seimbang. Lebih baik duitnya saya pindahkan ke instrumen investasi lain seperti reksa dana,”? ia memaparkan.

# Tag


    © 2023-2024 SWA Media Inc.

    All Right Reserved