Menurut pihak Lippo Karawaci, oversubscribe itu didasari oleh beberapa faktor. Pertama, kepercayaan pasar dan investor terhadap prospek dan kinerja perseroan yang semakin menunjukkan hasil yang optimum. Kedua, rencana penggunaan dana hasil rights issue itu sendiri. Seperti telah diberitakan sebelumnya, perusahaan ini berencana menggunakan 70% untuk pembangunan beberapa pusat perbelanjaan di Jakarta dan Medan dan sisanya (30%) akan digunakan untuk modal kerja. Rencana ini dipandang sangat tepat karena diprediksikan bakal meningkkatkan laba Lippo Kawaraci, baik untuk tahun ini dan masa-masa yang akan datang.

Ketiga, faktor harga yang ditawarkan pada Rights Issue itu sendiri, yakni Rp 1.050. Harga sebesar itu adalah 8,7 kali PER (Price Earning Ratio) berdasarkan target laba bersih perusahaan tahun 2005. Ini merupakan PER yang dipandang cukup atraktif dibanding rata-rata pasar maupun rata-rata saham sektor properti yang tercatat di bursa.

Dalam Rights Issue ini, Lippo Karawaci menargetkan bisa memperoleh dana sekitar Rp 900 miliar lebih. Untuk mencapai tujuan itu, perseroan pada akhir tahun 2004 lalu telah mengadakan pertemuan dengan beberapa investor/pemegang saham di dalam negeri dan mengadakan road show ke Singapura dan Hongkong untuk mencari investor strategis.

Kini, setelah melakukan Rights Issue ini, permodalan Lippo Karawaci meningkat cukup signifikan dari Rp 1,3 triliun menjadi sekitar Rp 2,2 trilliun. Dengan begitu, Ratio Hutang terhadap Modal (Debt to Equity Ratio) akan menjadi lebih baik. Terlebih, pada akhir tahun lalu perseroan telah membayar hutang MTN sebesar US$ 16,1 juta. Perusahaan berencana untuk menjaga ratio hutang terhadap modalnya dalam kisaran maksimal 1 kali. “Dengan kekuatan permodalan itu, membuat Lippo Karawaci akan semakin lincah dan terencana dalam melakukan pengembangan usaha di masa yang akan datang dengan tujuan untuk senantiasa memperbaiki kinerjanya,” ucap Danang Kemayan Jati, Head of Public Relations Lippo Karawaci.