Listed Articles

Sinar Sari: Juragan Mebel Kawakan yang Tetap Bersinar

Oleh Admin
Sinar Sari: Juragan Mebel Kawakan yang Tetap Bersinar

Yang menarik, dari deretan toko mebel tersebut, ada satu nama yang begitu dominan, yakni Sinar Sari. Setidaknya ada lima toko mebel yang memakai nama Sinar Sari. Selain itu, ukuran tokonya pun umumnya dua kali lebih besar ketimbang toko mebel lain.

Sinar Sari memang bukan pemain kemarin sore. Toko yang dikembangkan warga keturunan Tionghoa asli Bogor, Liem Toen Tjie, ini sudah ada sejak 1960-an. Sebenarnya, toko Sinar Sari yang pertama berada di Jl. M.A. Salmun 13, tepat di ujung jalan masuk Jl. Mayor Oking Jaya Atmaja.

Menurut Antoni Susanto, putra bungsu yang meneruskan bisnis yang dirintis ayahnya tersebut, ketika itu tidak banyak penjual mebel di Bogor. “Pak Tjie yang merintis,” Antoni menandaskan.

Di toko berukuran sekitar 1.000 m2 itu Tjie memulai usahanya. Mengingat masih sepinya pemain mebel kala itu, tak mengherankan bisnis furnitur Tjie berkembang pesat. Apalagi, Tjie cukup rajin memperbanyak koleksi mebelnya. Mulai dari meja, kursi sampai tempat tidur.

Awalnya, Tjie mengambil dari sejumlah perajin di Bogor dan sekitarnya. Sebab, ketika itu belum banyak mebel bermerek yang masuk ke Indonesia. Lambat laun, usahanya makin membesar. Koleksi mebelnya pun semakin bertambah. Bahkan, seiring dengan maraknya industri mebel, Sinar Sari tak pernah absen dari tawaran kerja sama. Ada yang menawarkan kontrak penjualan terikat dengan salah satu merek, ada pula yang menawarkan pola titip-jual (konsinyasi). Pola terakhirlah yang dipilih Sinar Sari. Pasalnya, dengan konsinyasi, Tjie merasa tidak ada keterikatan. Dan lagi, dengan konsinyasi, dirinya bisa menjual merek apa saja tanpa beban.

Sekitar tahun 1970, Tjie membuka toko baru di Jl. Mayor Oking Jaya Atmaja. “Mungkin, daripada memperbesar ukuran toko, lebih baik buka yang baru,” kata Antoni menduga. Sayangnya, ia tidak banyak tahu perihal perjalanan sukses ayahnya ini. Ia mengaku tidak punya banyak informasi mengenai tumbuh-kembangnya Sinar Sari. “Ketika saya bergabung, bisnisnya sudah besar,” katanya beralasan.

Antoni bergabung dengan Sinar Sari sejak 1974, setamat SMA. Ketika itu ia tidak punya pilihan lain selain turut mengembangkan bisnis ayahnya. Di samping itu, sebagai anak laki-laki Tjie, dirinya merasa berkewajiban melanjutkan bisnis sang ayah, mengikuti dua kakak lelakinya — Edi Susanto dan Budi Susanto — yang telah bergabung lebih dulu. “Anak perempuan tidak bisa ikut mengurus, karena mereka ikut suami masing-masing,” katanya menjelaskan.

Tahun-tahun berikutnya, Sinar Sari semakin getol membuka toko baru, meski lokasinya masih di kawasan Jl. Mayor Oking. Toko Sinar Sari yang lebih baru dan berukuran lebih luas (ukurannya lebih dari 3.500 m2) diberi nama Grand Sinar Sari.

Sayangnya, sepeninggal Tjie pada 1980-an terjadi perpecahan. Sinar Sari tidak lagi di bawah satu manajemen. Berdasarkan keputusan pembagian di antara mereka, Antoni yang anak bungsu mendapat tiga toko (dua toko Grand Sinar Sari dan satu toko perintis di Jl. M.A. Salmun). Adapun kedua kakaknya masing-masing memperoleh satu toko. Soal penyebab perpecahan, Antoni tidak mau berterus terang. Dia lebih melihat pertimbangan karena mulai masuknya anak-anak mereka ke bisnis mebel ini. “Biasanya mereka memiliki pemikiran yang berbeda-beda. Bila tidak dipisahkan dari sekarang, yang dikhawatirkan malah ribut di belakang hari,” ungkapnya.

Yang pasti, meski terpisah-pisah, mereka tidak berani mengganti brand Sinar Sari. Maklumlah, di Bogor nama Sinar Sari sudah kondang. “Buat orang Bogor, kalau cari mebel, ya di Sinar Sari. Kalau ganti nama, nanti malah susah lagi,” ujar Antoni.

Selain mereknya yang sudah cukup kuat, Sinar Sari juga memiliki posisi tawar cukup tinggi di kalangan produsen dan distributor furnitur. Bahkan, tak jarang para produsen mengajaknya supaya menjual satu merek miliknya saja (eksklusif). “Tapi sesuai tradisi, saya menolaknya karena bisa tidak bebas,” kata Antoni.

Hebatnya, penolakan tersebut tak membuat para pemasok produk furnitur — yang punya nama besar sekalipun — menjauh. Kini, merek besar yang berkonsinyasi dengan Sinar Sari antara lain Dreamline, King Koil, Airland, Dunlopillo, Romance, Ligna dan Olympic.

Menariknya lagi, selain furnitur bermerek, Sinar Sari juga mendapat pasokan dari perajin mebel tanpa merek, baik dari Bogor maupun kota lain seperti Jepara dan Tangerang. “Namun, kami seleksi ketat barangnya sebelum masuk ke sini,” kata lelaki kelahiran Bogor, 8 Desember 1955 ini, menjamin.

Untuk memudahkan pelanggan, Sinar Sari memberikan pilihan cara pembelian dengan kredit. Beberapa perusahaan pembiayaan telah menggandengnya. Saat ini ada Adira Finance, Kreditplus, AEON dan Indohome yang siap mengurus pembiayaan untuk pelanggan kreditnya.

Tak hanya itu, kegiatan promosi pun rutin dilakukannya. Hampir setiap bulan Sinar Sari beriklan, baik di koran maupun radio lokal Bogor. Bahkan, atas inisiatif anaknya, Tifan Susanto, ia telah membuka website (beralamat di www.grandsinarsari.com) untuk melayani pembelian secara online.

Popularitas Sinar Sari diakui Arman Surahman, pelanggan tetap yang berasal dari Ciomas. “Kalau orang Bogor, pasti tahu nama Sinar Sari,” ucap Arman yang mengaku hampir seluruh furnitur di rumahnya dibeli di Grand Sinar Sari.

A. Mohammad B.S. & Sigit A. Nugroho

# Tag


    © 2023-2024 SWA Media Inc.

    All Right Reserved