My Article

Belajar dari Mbah Maridjan

Belajar dari Mbah Maridjan

Nama aslinya adalah Mas Penewu Soeraksohargo. Tak banyak yang tahu memang. Sangat asing dan tidak merakyat. Namanya yang dikenal luas adalah Mbah Maridjan. Sederhana, mudah diingat, dan sangat dekat dengan wong cilik. Mbah Maridjan adalah sosok manusia yang ROSA (kuat), seperti iklan yang dibintanginya. Tak heran, semasa hidupnya ia dinobatkan menjadi orang yang kuat sehingga disandingkan sebagai duo perkasa dengan juara tinju Chris John.

Bukan hanya secara mental, tetapi juga fisik. Dengan usia 83 tahun masih mampu berkarya maksimal, tidak tinggal duduk santai menikmati masa tuanya. Ia memang kuat dan perkasa, walaupun tidak menikmati asupan gizi dan penjagaan kesehatan layaknya eksekutif di Ibu Kota. Ditambah dengan kekuatan mentalnya, ia adalah sosok sederhana yang kuat luar dan dalam.

Ke-rosa-annya semakin nyata, ketika ia memilih tetap bertahan di rumahnya walaupun datang gelegar magma panas dan hujan abu vulkanik. Mbah Maridjan dan Merapi sudah menjadi serangkai, dwi tunggal yang lekat. Saking dekatnya, sehingga sampai akhir hayatnya, ia menyatu dengan debu Merapi. Tak ada ketakutan terhadap panas 600 derajat Celcius dengan kecepatan 200 km per jam. Wedus gembel, awan panas yang ditakuti banyak orang buat Mbah Maridjan adalah sahabat.

Bahwa akhirnya ia harus menyerah pada alam, bagi Mbah Maridjan adalah jalan hidup yang dipilihnya. Ia sangat sadar akan pilihannya. Ia lakukan untuk Merapi yang ia cintai. Karenanya, walaupun jasadnya sudah membumi di Dusun Srunen, Desa Glagaharjo, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta, kenangan pada tokoh yang sederhana ini akan selalu timbul kembali ketika orang menyebut Merapi.

Ketokohan Mbah Maridjan bukan hanya soal kebenaran prediksinya tak terjadi letusan Gunung Merapi di tahun 2006, bagi saya Mbah Maridjan adalah sosok yang pantas dijadikan panutan sebagai manusia biasa yang memiliki keteguhan hati luar biasa. Ia memiliki kekuatan yang tak terlihat, tetapi seperti magma Merapi yang sangat dahsyat dan kuat. Ia adalah manusia yang rosa, yang patut diteladani.

Mbah Maridjan telah mewariskan empat karakteristik dari akronim ROSA, yang sangat relevan dipraktikkan oleh seorang yang ingin menjadi pribadi yang memberi pengaruh. Tidak selalu harus menjadi orang yang di atas, punya kuasa dan posisi, untuk mampu memberi pengaruh bagi sekitar. Yang dibutuhkan adalah pribadi yang passionate terhadap pekerjaannya. Mbah Maridjan telah memberi contoh sebuah hidup yang berarti. A meaningful life not just a longer life.

Keempat karakteristik dasar tersebut, yang pertama: reliabilitas. Dapat diandalkan, tangguh dan tuntas. Memiliki kompetensi dan komitmen tinggi untuk menyelesaikan tugas yang dibebankan padanya. Dapat dipercaya bahwa tugas yang dibebankan akan dilaksanakan dengan tuntas. Done. Sense of closure. Tidak perlu diawasi secara ketat. Ia akan mencuci sendiri, mencari jalan sendiri, sampai tugasnya selesai dengan hasil yang cemerlang. Atasan tidak perlu pusing, karena ia akan menyelesaikannya dengan cermat. Mbah Maridjan tidak pernah merepotkan Sinuhun Kanjeng Sultan, ia akan melaksanakan tugasnya sampai titik darah penghabisan.

Kedua, obediensi. Ia mewariskan definisi baru soal kepatuhan, ketaatan dan kesetiaan. Menjadi juru kunci artinya ia akan terkunci sampai akhir hayatnya di daerah sunyi, sepi dan tak ada glamor penghargaan. Taat, patuh dan setia pada tugas tanpa melihat berapa besar imbalan yang ia terima sebagai pemegang tanggung jawab ini. Ia setia, karena ia memiliki cinta yang tak terhingga pada Merapi dan Sinuhun Kanjeng Sultan. Kesetiaan itu baru terlihat ketika ada krisis dan kondisi yang sulit. Mbah Maridjan menunjukkannya dengan berpegang pada prinsip: “Sedumuk bathuk senyari bumi ditohi pati atau sejengkal tanah akan dibela sampai mati,” kata penulis Anwar Hudijono. Ia tidak colong playu atau tinggal gelanggang.

Ketiga, servis. Mbah Maridjan memberi teladan bagaimana melayani dengan sepenuh hati secara total. Ia adalah sosok pelayan yang memiliki sifat dan sikap sebagai hamba. Ketika dipercaya menjadi juru kunci Merapi, ia melakukannya bukan seperti orang yang memiliki daya linuwih, melainkan melakukannya dengan cara sebagai hamba. Hamba bagi Sinuhun Kanjeng Sultan Hamengkubuwono dan sang mbaurekso Merapi. Sikap yang tidak bossy dan tidak mentang-mentang ditunjukkan dalam kehidupan sehari hari. Ia melayani banyak orang yang ingin akrab dengan Merapi. Rumahnya dijadikan rumah singgah berbagai macam manusia. Mulai dari manusia yang sangat sederhana sampai ahli dari mancanegara yang kagum dengan Merapi. Siapa pun yang mencintai Merapi, akan dicintai Mbah Maridjan. Ia adalah simbol hamba yang baik.

Keempat, akuntabilitas. Ia melaksanakan tugasnya dengan penuh tanggung jawab dan tanggung gugat. Sampai-sampai melebihi panggilan tugas yang tertera dalam job deskripsinya bila ada. Ia sudah masuk ke daerah calling, tidak semata pemegang jabatan biasa. Sebuah komitmen pengabdian yang membentenginya dari sekadar cari ketenaran dan kekayaan. Padahal kalau ia mau, ia bisa jadi selebritas konsultan masa depan yang bakal mengalirkan uang ke dompetnya. Apalagi banyak artis, pejabat dan petinggi yang sangat menyukai konsultasi penerawangan, yang bahkan dilakukan oleh orang yang tak mampu menerawang tetapi sekadar memasarkan konsep penerawangan.

Kalau ROSA ini ada di setiap jajaran di perusahaan kita, niscaya perusahaan akan jadi prakosa. Tak takut terhadap gempuran pesaing, karena kekuatan yang terbesar bukanlah pada produk, proses, melainkan perilaku pribadi karyawan. Apalagi kalau karakter ini ada di pemimpin negara kita, maka gemah ripah loh jinawi tidak semata angan-angan. Negara adil dan makmur bukanlah sekadar mimpi. Dan saya yakin, kita bisa.

Selamat jalan Mbah Maridjan.

Paulus Bambang W.S.

Penulis buku laris Built to Bless dan Lead to Bless Leader.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved