CEO Interview

Ita Yuliati: Tidak Menempatkan Diri sebagai Owner atau CEO

Ita Yuliati: Tidak Menempatkan Diri sebagai Owner atau CEO

Tanpa gemar-gembor yang berlebihan, Ita Yuliati berhasil membangun kerajaan bisnisnya di bidang teknologi informasi dan telekomunikasi (ICT). Di bawah bendera Grup Alita, kini Ita menakhodai beberapa anak usaha. Antara lain, PT Alita Praya Mitra, yang pada awal berdiri bisnisnya sebagai kontraktor di bidang base transceiver station dan banyak membangun menara telekomunikasi BTS di dalam dan luar negeri.

Ita Yuliati, CEO dan Owner Grup Alita

Ita Yuliati, CEO dan Owner Grup Alita

Juga, ada PT Nasio Karya Pratama, perusahaan di bidang sistem integrasi; PT Buana Selaras Globalindo, yang fokus mengelola trading di industri telekomunikasi; dan PT Nutec, yang bekerja sama dengan Telkom mendukung PT KAI dalam membangun modernisasi ticketing.

Didukung 800 karyawan, pada 2012 Grup Alita mampu membukukan pendapatan Rp 1,5 triliun. Bagaimana Ita membangun kerajaan bisnisnya, dan apa kunci keberhasilannya dalam mengembangkan Grup tersebut?

Berikut ini petikan wawancara wartawan SWA Herning Banirestu dengan Ita Yuiati mengenai kiatnya mengelola perusahaan dan karyawan.

Bagaimana sih awalnya Anda mengembangkan Grup Alita hingga sekarang?

Awalnya, saya bekerja di PT INTI dan di PT Nasio Electric Co., perusahaan distributor resmi produk NEC di Indonesia.

Lalu, pada 1995 saya mendirikan PT Alita Praya Mitra (APM), yang pada awal berdiri bisnisnya sebagai kontraktor di bidang base transceiver station (BTS) dan banyak membangun menara telekomunikasi BTS di dalam dan luar negeri.

Baru setahun berdiri, pada 1996 Alita sudah mendapat kepercayaan dari Indosat untuk mengerjakan proyek infrastruktur telekomunikasi di Kamboja. Kami menangani proyek di Kamboja itu hingga 2001. Bisnis kontruksi yang kami kerjakan terutama untuk bangunan, infrastruktur publik, dan telekomunikasi fasilitas penunjang.

Pada tahun 2000, istri pemilik Nasio meminta saya kembali. Tetapi, saya tolak. Saya menawarkan untuk membeli Nasio. Awalnya 50%, kini sudah 80% sahamnya dimiliki Grup Alita. Nama perusahaannya PT Nasio Karya Pratama (NKP). Dengan begitu, gerak Alita bisa lebih leluasa dalam menawarkan jasa dengan mengusung NEC ke pelanggan.

Tahun 2002, NKP mendapat proyek mengerjakan pembangunan serat optik di seluruh Jawa Timur. Sejak 2002 Alita juga berhasil mendapat kepercayaan dari XL untuk membangun jaringannya. Kemudian, pada 2005 berhasil mendapat proyek pembangunan menara pemancar IM3 dan Satelindo. Tahun 2007, Alita berhasil mencapai revenue Rp 750 miliar.

Sekarang berapa revenue-nya?

Kini di bawah Grup Alita ada PT Buana Selaras Globalindo, yang fokus mengelola trading di industri telko. Juga, ada PT Nutec yang bekerja sama dengan Telkom mendukung PT KAI dalam membangun modernisasi ticketing. Semua ticketing KRL di Jabodetabek kami yang tangani pembangunan infrastrukturnya. Juga, ticketing kereta di Bandara Kuala Namu, Medan,

Bahkan, vending machine yang ada di berbagai stasiun KRL, pajak online, pajak retribusi untuk restoran, yang membangun adalah Nutec. Bisa dibilang Nutec adalah pionir di transaksi transportasi.

Puncak bisnis Grup Alita terjadi pada 2012. Ketika itu, revenue yang dibukukan mencapai Rp 1,5 triliun. Tahun 2013-14 mengalami sedikit penurunan, karena slowing down ekonomi sudah mulai terasa. Hingga pada 2015 revenue-nya hanya mencapai Rp 800 miliar. Tahun 2016, kami memang agak konservatif mematok target, setidaknya sama dengan tahun lalu.

Mengapa Anda memilih masuk ke bisnis teknologi informasi dan komunikasi?

Saya melihat bahwa masa depan bisnis adalah teknologi informasi (TI) dan Internet provider (IP). Saya pernah bilang ke karyawan, jika ingin mengembangkan usaha, lebih ke arah dua hal itu. Maka, pada 2005 Alita ikut tender pembangunan jaringan smart card dan system integrator TransJakarta.

Saya sudah merintis bisnis cloud computing, bahkan ketika di sini belum booming. Saya sudah rintis sejak 2006 bersama anak perusahaan AT&T, AS. Tetapi karena saya kecepatan, susah sekali kami dapat kepercayaan dari pelanggan untuk menyerahkan datanya di cloud. Padahal, saat itu Alita sudah investasi hingga puluhan miliar, tetapi sayang bisnis tidak berjalan.

Berarti Anda pernah gagal dalam mengembangkan bisnis?

Saya memang bukan sekali terlalu cepat memasukkan solusi TI ke Indonesia, karena (pasar) di sini belum siap. Contoh kasus lain, selain cloud, adalah pada 2007 rencananya akan menggandeng Net One, Afrika Selatan, menjual solusi uang elektronik di sini (Indonesia). Saya pernah berkunjung ke Libya dan Afrika Selatan, yang di sana tidak aman jika membawa uang elektronik, terutama transaksi di domestik. Di sana dana bantuan tunai buat yang miskin dimasukkan langsung ke kartu. Mereka bisa mengambil di mobile ATM bahkan ke channel lain yang ditunjuk, tidak harus di ATM, karena semua data nasabah ada di kartu, keamanannya dengan finger print, jadi sangat aman.

Namun, karena tidak sejalan dengan Net One, akhirnya Alita membangun sendiri infrastruktur dari 2007 selesai pada 2010. Proyeknya banyak menyasar micro finance. Jika sebelumnya micro finance itu tercatat secara manual, kemudian didorong dengan smart card. Kartu ini menyimpan data nasabah. Ini bedanya smart card dengan kartu ATM yang datanya ada di di back end. Asuransi juga ada di back end. Dibutuhkan data network untuk bertransaksi. Kalau smartcard bisa off line, dengan bantuan mesin EDC bisa melihat berapa saldo yang ada dan berapa installment (cicilan) yang harus dilakukan.

Apa lagi solusi atau pengembangan bisnis yang dilakukan Anda?

Pengembangan bisnis terus dilakukan, seperti saat ini Grup Alita memiliki bisnis baru, yaitu AiBAS (Alita Integrated Building Automation System). Unit bisnis baru ini fokus mengelola pembangunan smart office. Kami sudah menerapkannya di Alita Building ini (gedung kantor Grup Alita di T.B. Simatupang).

Termasuk, dalam proses tender, gedung baru Telkom Pusat. Beberapa gedung di Jakarta, juga kerja sama dengan beberapa developer, untuk membangun smart office.

Seperti apa sih gaya kepemimpinan Anda ini?

Saya tidak pernah menempatkan diri sebagai: I’m the owner atau I’m CEO. Tidak ada di pikiran saya. Kecuali, saat pembagian dividen, mana bagian saya, hahaha…

Bagaimana cara Anda mengelola perusahaan dan karyawan Grup Alita?

Sebenarnya, (peran) teknologi informati dan komunikasi (ICT) sangat penting dalam mengelola perusahaan, juga karyawannya. ICT juga telah memampukan dan sangat mendukung keleluasaan bekerja di perusahaan. Misalnya, kami menggunakan (sistem) flexitime. Sejak awal Alita berdiri tidak ada mesin absensi. Mesin absensi itu seperti tidak percaya pada karyawan.

Ketimbang menyoal absensi karyawan, lebih baik mengarahkan mereka mencapai hasil akhir maksimal. Ini merupakan salah satu cara yang diterapkan untuk memupuk kepercayaan perusahaan kepada karyawan.

Sejauh mana fleksibilitas yang Anda terapkan kepada karyawan itu?

Misalnya, saya membolehkan karyawan mengurus keluarga dulu, asal ada alasan jelas, kemudian dilihat hasil akhir pekerjaannya. Kami tidak terikat absensi. Sepanjang dia bisa berkomunikasi dengan kantor, bukan masalah, kerja di mana saja bisa dilakukan.

Sebenarnya, apa bedanya. Mereka datang ke kantor, duduk, mengerjakan pekerjaan. Lalu, mereka mau di rumah atau kafe, juga duduk, menyelesaikan pekerjaan mereka juga. Mereka yang membutuhkan fleksibitas kerja, seperti sales, justru aneh kalau dia ada di kantor. Kecuali, mereka yang harus ada di kantor seperti sekretaris atau bagian keuangan.

Apa dampak dan manfaat bagi perusahaan dengan menerapkan pola kerja seperti itu?

Kinerja karyawan, so far bagus. Lihat saja revenue kami. Kalau kemarin menurun, bisnis memang semua sedang turun, tetapi saat ini juga naik lagi. Fleksibilitas kerja juga mendukung efisiensi perusahaan. Jika dalam seminggu karyawan dua hari di rumah, tetapi result pekerjaan ada, buat dia ongkos bensin atau transportasi lebih irit. Nah, kalau buat kantor, ongkos listrik kami jadi lebih rendah.

Apa ambisi terbesar Anda di karier dan bisnis?

Saya ini orangnya easy going, tidak ada ambisi besar. Saya tidak pernah membesar-besarkan masalah. Contohnya ketika masuk ke bisnis cloud, justru rugi hingga puluhan miliar karena bisnis tidak jalan saat itu. Kalau orang lain, mungkin sudah kesal. Saya tidak kemudian tegang dan marah. Yang penting, kita sudah berusaha. Saya buat perusahaan bukan semata mengejar untung besar. Ketika bisnis menurun, apalagi terjadi kerugian, tidak kemudian memecat orang. Bahwa masuk ke bisnis lalu rugi, semua pasti ada hikmahnya.

Ita Yuliati, CEO dan Owner Grup Alita

Ita Yuliati, CEO dan Owner Grup Alita

Bagaimana Anda menyeimbangkan peran di kantor dan di rumah?

Saya bersyukur, sepanjang membangun bisnis tidak pernah merasa repot berbagi peran di kantor ataupun di rumah.

Saya punya tiga anak. Paling besar sudah kuliah, kedua SMA, dan terkecil masih lima tahun. Prinsip saya, kalau sudah sampai rumah, fokus pikirannya untuk anak dan suami. Tidak pernah membawa urusan pekerjaan ke dalam rumah. Bahkan, berupaya tidak membawa obrolan tentang kantor dengan suami. Paling-paling, sama suami saya bicara kantor kalau mau bertanya sesuatu. Jadi, kepusingan tentang kantor tidak dibawa pulang ke rumah.

Makin ke sini, teknologi informasi juga mendukung saya dalam menjaga hubungan dengan anak-anak ketika sibuk. Kalau saya ke luar negeri karena urusan bisnis, bisa menggunakan Skype atau Facetime untuk video calling dengan anak-anak.

Tetapi, meski ada teknologi informasi, saya sangat mengutamakan komunikasi langsung dengan anak-anak atau suami. Kami selalu ada waktu khusus bersama, liburan bareng dijadwalin rutin. Teknologi tidak bisa menggantikan kehadiran kita dalam keluarga.

Mengurus anak dan keluarga itu tidak bisa diwakilkan, bahkan oleh kecanggihan teknologi informasi. Kehadiran dan peran ibu tidak bisa digantikan, terutama untuk anak-anaknya. Kehadiran kita ada saat tidak bisa digantikan dengan teknologi. Tetapi, pekerjaan kantor bisa dikerjakan di mana saja dengan dukungan teknologi informasi dan telekomunikasi.

Saya selalu berupaya ada quality time dengan keluarga. Selalu dekat dengan anak-anak. Meski anak pertama sudah indekos di luar kota, saya tetap menjaga kedekatan hubungan.

Apakah Anda pernah menghadapi dilema antara memilih pekerjaan atau keluarga?

Saya pernah dalam kondisi harus menangani proyek penting, tetapi di saat yang sama harus bersama anak. Namun, saya tidak membuatnya sebagai hal yang ribet. Kebetulan saya pernah ikut Asia Works pada tahun 2000, yang mengajarkan kepada saya cara mengelola emosi ketika berada pada posisi pelik. Bagaimana saya harus memilih ketika ada beberapa consider, ketika ada hal yang pelik, saya tidak pernah meladeni kepanikan. Saya yakin semua bisa di-manage dan ditangani sepelik apa pun kondisinya. Kuncinya, berbagi peran dengan suami, terutama dalam mengelola keluarga.

Apakah Anda masih menjalankan bisnis secara penuh setiap hari? KapanAnda merencanakan pensiun?

Sebagai CEO, sekarang saya lebih santai. Saya lebih fokus ke strategic think. Operasional sehari-hari sudah diserahkan ke profesional. Saat ini saya bisa lebih fleksibel ke kantor.

Akhir tahun ini saya mau pensiun. Ke depan generasinya bukan saya, harus diserahkan ke yang muda. Saya sedang mempersiapkan pengganti.

Apa rencana Anda setelah pensiun?

Saya akan aktif di kegiatan sosial, di beberapa yayasan yang sudah dibangun. Saya sudah memiliki dua yayasan, yaitu YAKIN (yayasan inkubator di Yogyakarta—memberikan bantuan pinjaman ke pedagang kecil tanpa bunga) dan Yayasan Pesantren di Kranggan.

Saat ini saya sedang membangun yayasan untuk mengurus para manusia usia lanjut (manula). Saya baru kembali dari Jepang belajar bagaimana mereka mengelola manula dengan baik. Ujungnya, ICT juga. Karenanya, kami mau menerapkan smart housing atau smart hospital. Saat ini terutama mempersiapkan SDM yang bisa mendukung ini.

Saya sedang merintis rumah khusus yang merawat manula, tetapi bukan rumah jompo. Jadi, para orang tua ini lebih happy kumpul dengan yang sepantar. Selain itu, ada rehabilitasi medis yang tepat buat manula.

Selain mengurusi bisnis dan keluarga, apa aktivitas Anda lainnya?

Saya suka kumpul dan melakukan hobi fotografi dengan komunitas penggemar kamera, Leika. Salah satunya bersama Tompi. Saya ingin sekali membuat buku yang menampilkan foto-foto hasil jepretan saya. Selain fotografi, saya juga suka senam. Saat ini, saya sebagai pengurus Persatuan Senam Nasional Indonesia. *AMBS


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved