Next Gen

Duo Hutagalung Penerus Arion

Duo Hutagalung Penerus Arion

Tak ingin menjadi bayang-bayang nama besar ayahnya sebagai penerus bisnis Arion Paramita Holding Company, Manola dan Marion Hutagalung memilih mengibarkan bendera sendiri. Lewat PT Mano Marion Transportation, duo bersaudara ini memang memilih ranah bisnis yang menjadi cikal-bakal bisnis keluarganya. “Kakek saya mendirikan Arion dimulai dari transportasi. Papa saya di umur 27 tahun juga fokus di transportasi. Ibaratnya, transportasi sudah menjadi DNA bagi kami,” ungkap Manola. Ditambah lagi, dari kecil dia menyukai otomotif. “Kami suka memodifikasi mobil. Bidang transportasi itu menantang. Ada banyak elemen yang harus dipersiapkan seperti perizinan sampai mencari sopir yang berkualitas,” ungkapnya.

Manola dan Marion Hutagalung

Manola Hutagalung dan Marion Hutagalung

Cikal-bakal Arion Paramita memang dimulai dari jasa transportasi. Meskipun, awal datang ke Jakarta dari Medan, Mangaradja Haolanan Hutagalung sempat mendirikan toko sandang pangan pada 1957. Lima tahun kemudian, saat pelaksanaan Asian Games di Jakarta, Mangaradja dipercaya oleh Presiden Soekarno untuk mempersiapkan angkutan umum. Pada 1969, Gubernur DKI Ali Sadikin, memercayakan pengelolaan transportasi umum pertama di Jakarta kepada Mangaradja. Inilah yang menjadi fondasi kerajaan bisnis Arion. Kemudian, di tangan generasi kedua, U.T. Murphy Hutagalung, lini bisnis menggurita ke berbagai sektor. Saat ini, Arion Holding membawahkan 18 perusahaan, meliputi transportasi, pariwisata, properti, keuangan, servis dan industri.

Sebagai generasi ketiga, anak pertama dan kedua Murphy Hutagalung ini mengaku ingin membuktikan diri mereka mampu mandiri sebelum didapuk menjadi penerus Arion. Mereka ingin mematahkan mitos bahwa generasi pertama membangun, generasi kedua mengembangkan, dan generasi tiga menghancurkan. “Saat ini, Arion sedang dijalankan oleh generasi kedua, yaitu papa saya dan juga adik-adiknya,” kata Marion. Ia menambahkan, meski perusahaan keluarga, Arion tidak bisa begitu saja dilanjutkan oleh penerusnya. “Kami harus punya pengalaman yang cukup untuk bergabung dengan Arion. Kami ingin membuktikan diri sendiri di ranah kami dulu. Sebelum kami berhasil membuktikan diri, kami tidak mau ikut campur ke Arion,” ujar Marion, kelahiran Jakarta 25 April 1991.

Keinginan untuk menunjukkan jati diri memicu mereka segera menerjuni bisnis pada Mei 2010 meski kuliah mereka belum selesai. Saat itu, Manola masih duduk di semester V Jurusan Manajemen Bisnis Bina Nusantara Internasional dan Marion di semester III Jurusan Hukum Universitas Gadjah Mada. Dengan modal Rp 30 juta pinjaman dari orang tua, mereka membayar uang muka Kia Travelo. Perhitungan awal, mereka bisa kembalikan dalam waktu dua tahun di luar cicilan. Ternyata, pada bulan kelima mereka sudah bisa membayar uang muka satu unit mobil lagi. “Total, Papa memberikan modal usaha Rp 40 juta dan kami bisa kembalikan modal tersebut dalam waktu tiga tahun,” kata Manola, kelahiran 12 Mei 1989 yang bertindak sebagai Presiden Direktur PT Mano Marion Transportation.

Jasa transportasi yang mereka tawarkan: wisata, travel dan antar-jemput pegawai. Dalam waktu lima tahun, mereka mampu menggaet klien korporasi besar, mulai dari hotel yang rata-rata bintang 5, Kawasaki, LG, Toshiba, Angkasa Pura 2, KBN, Bay Walk, Marriot Hotel. dan maskapai penerbangan. Manola mengklaim, 80% maskapai penerbangan yang masuk Indonesia adalah klien mereka. “Kami yang meng-handle untuk penjemputan kru,” katanya. Saat ini, total klien sekitar 100. Selain B2B, mereka juga menggarap pasar B2C. Pasar B2C biasanya travel dan wisata. Jika musim liburan, 80% B2C. Tetapi, jika bukan musim liburan, 70% B2B. Manola menyebut, setiap bulan omsetnya bisa tembus Rp 200 juta. Per tahun, omsetnya bisa tumbuh 50%.

Saat ini, mereka memiliki 50 unit mobil, mulai dari kapasitas 16, 20, sampai 23 penumpang. Jumlah sopir 55 orang karena lima orang untuk cadangan. Sementara staf di kantor ada 10 orang. Company value saat ini, diakui Manola, sekitar Rp 15 miliar hanya untuk unit kendaraan yang beroperasi. Rentang harga penyewaan mulai dari Rp 1.200.000 per hari untuk Jabodetabek dan Rp 1.520.000 per hari untuk tujuan Bali. Setiap tahun, mereka menambah minimum lima unit mobil.

Menurut Manola, strategi pemasaran yang mereka jalankan seperti umumnya perusahaan. Selain model tradisional seperti brosur dan spanduk, mereka juga menggunakan pemasaran digital: melalui situs web dan media sosial Facebook. “Kami selalu memberikan mobil baru kepada klien kami. Strategi yang juga penting adalah diferensiasi,” katanya.

Ia menambahkan, kelebihan mereka adalah mengutamakan kualitas. Dari sisi pengemudi, rutin diikutkan pelatihan. Dari sisi perawatan, mereka selalu menggunakan bengkel resmi. Jika selesai kontrak, mobilnya dilelang. “Kami selalu memberikan mobil baru kepada klien kami,” ungkap Manola. Jika ada kontrak baru, mereka memberikan unit mobil yang baru. Dari sisi pemasaran, tim pemasaran siaga 24 jam. Jika ada kerusakan pada mobil, akan langsung diganti. “Yang paling penting di bisnis ini adalah kualitas untuk menjaga loyalitas konsumen,” tambah Marion, Direktur Mano Marion Transportation.

Marion menuturkan, salah satu inovasi mereka adalah membuat shuttle. “Kami menyediakan shuttle dari hotel ke bandara 24 jam untuk klien kami seperti Sheraton, Shangri-La, Sahid, dan hotel bintang 5 lainnya,” ungkapnya. Sistem shuttle ini, imbuhnya, kini diikuti pengembang perumahan. Saat ini, mereka sedang mengajukan proposal ke Gubernur DKI Jakarta untuk penyediaan shuttle di kawasan Central Business District.

Diakui Manola, transportasi adalah bisnis yang kompleks. Selama bisnisnya berjalan, ada tiga masalah yang dihadapi: pengemudi, pemasaran dan teknik. “Pengemudi tidak bagus, tetapi marketing dan teknik bagus, tidak ada yang mau naik. Begitu juga sebaliknya. Jika salah satunya tidak bagus, tidak akan jalan. Tiga fondasi inilah yang saya bangun,” katanya. Selama ini yang menjadi mentor bisnis adalah ayah mereka. “Papa di dalam perusahaan ini sebagai komisaris. Orang tua mendukung sekali usaha kami dan berkomitmen terus bersama-sama untuk mencapai kesatuan.”

Menurut Manola, meski Arion memiliki bisnis transportasi juga, tidak boleh saling senggol. “Orang tua mengajarkan satu kesatuan. Kami sifatnya sebagai komplemen bisnis Arion,” ungkapnya. Menurutnya, di Arion mereka memiliki konsep kekeluargaan. “Kami berikrar harta tidak boleh memecah belah kami karena harta tidak dibawa mati. Yang paling penting adalah satu kesatuan dengan keluarga,” katanya tandas.

Saat ini, boleh dibilang Manola dan Marion telah sukses mengibarkan usaha sendiri. Akankah kemudian mereka bergabung dengan Arion? “Soal itu masih terlalu dini. Papa sendiri masih termasuk pebisnis muda, usianya masih 50 tahun. Untuk sementara ini, jujur kami sedang berambisi dengan perusahaan kami sendiri,” ujar Marion. Bahkan, ia menandaskan bisnis yang mereka bangun ditargetkan menjadi lebih besar dibandingkan perusahaan orang tua. “Tahun ini kami akan expand ke properti dan teknologi seperti e-commerce,” imbuhnya.

Murphy Hutagalung sendiri pernah mengatakan kepada media bahwa pihaknya tengah mempersiapkan Arion untuk go public. “Perusahaan ini harus mulai dikelola oleh profesional. Anak-anak tidak boleh turut campur. Ada istilah generasi pertama membangun, generasi kedua meneruskan, ketiga menghabiskan. Nah, saya tidak ingin itu terjadi di sini,” katanya. Karena itu, ia tidak mempersiapkan putra mahkota. “Anak harus berbisnis di luar Arion. Kami sekeluarga sepakat. Kenapa tidak kita libatkan, kalau anak saya sekian, saudara saya anaknya sekian. Jumlahnya banyak, bicaranya masing-masing sudah kebutuhan sendiri. Itu prinsip, anak-anak bekerja di luar Arion, meski mereka tetap sebagai pemegang saham terbesar perusahaan ini,” ujarnya menjelaskan.

Bagi Manola, prinsip ayahnya itu sejalan dengan didikan yang diterimanya selama ini. Diakuinya, orang tuanya selalu mendidik untuk selalu melihat ke bawah. “Kesombongan adalah hal yang paling tabu di keluarga kami,” katanya. Ayahnya selalu mengajarkan untuk setiap hari bersyukur dan melakukan yang terbaik bagi diri sendiri dan orang lain. “Orang tua kami juga mengajarkan bahwa mencari uang itu untuk membahagiakan orang lain. Dengan menjadi pebisnis, kami bisa membahagiakan keluarga dan karyawan. Saya dan Marion berbisnis bukan hanya mencari uang tetapi juga menyalurkan berkat dari Tuhan untuk orang lain,” ungkap Manola.

Dalam hal bisnis, menurut Manola, ayahnya memberikan wejangan semata. “Ilmu bisnis saya pelajari di universitas,” katanya. Namun, dikuinya, sejak SMA mereka sudah berbisnis dengan menjual sandwich sehat yang dibuat sendiri. “Setiap hari saya bangun pukul 5 pagi untuk membuat sandwich dan selalu ludes terjual,” tutur Manola.(*)

Henni T. Soelaeman dan Maria Hudaibyah Azzahra


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved