Personal Finance Editor's Choice

Giring “Nidji” Ganesha: Berkarya, Berbisnis & Berinvestasi

Oleh Admin
giring nidji (1)

Kristiana Anissa

Riset: Sarah Ratna Herni

Saat itu, tahun 2008, grup band Nidji baru saja menyelesaikan tur ke 18 kota di Indonesia. Dengan segala kesibukan dan pekerjaannya itu, Giring nyaris tidak pernah pulang ke rumah. “Kalau pun bisa pulang ke rumah, paling kegiatan saya hanya jalan ke mal dan belanja. Melihat saya yang dengan mudahnya membelanjakan uang saat itu mungkin ibu saya berpikir ‘wah bahaya banget kalau anak ini dibiarkan begini terus’,” cerita bungsu dari tiga bersaudara ini sambil tertawa.

Akhirnya sang ibu berinisiatif memperkenalkannya kepada Ligwina Hananto, perencana keuangan independen yang juga pendiri dan CEO QM Financial. Dari Wina – demikian Ligwina akrab disapa – Giring pun memperoleh pengetahuan dan informasi yang detail mengenai investasi. Maka dengan bantuan Wina, Giring mulai merencanakan keuangan keluarganya. ”Jadi saya bersama istri saya telah merencanakan keuangan keluarga kami sejak sebelum menikah,” ayah dua anak ini menjelaskan.

Momentum memulai investasinya itu terbilang tepat bagi Giring. Di 2008, pasar modal Indonesia tengah mengalami koreksi yang cukup dalam akibat pengaruh dari krisis ekonomi global. Dengan demikian, para investor yang mengambil peluang untuk masuk pasar di kala itu pun berhasil meraup keuntungan di tahun-tahun berikutnya, seiring semakin membaiknya kondisi pasar modal, terutama jika mereka berhasil memilih produk investasi yang tepat. Demikian pula Giring. Ia memperkirakan asetnya telah berkembang hingga 10 kali lipat sejak ia mengikuti program perencanaan keuangan dari Ligwina.

Giring mengalokasikan dananya ke berbagai instrumen investasi, seperti reksa dana, saham, emas dan properti. Menurutnya, saat ini porsi terbesar portofolionya memang di properti. Namun, jika berbicara investasi, ia lebih suka mengulas instrumen yang lebih likuid seperti reksa dana, saham dan emas. “Saya percaya bahwa properti itu investasi yang bagus, tapi saya kira itu tidak likuid. Kalau saya butuh dana, properti tidak bisa dijual dengan cepat. Jadi saya beli properti lalu saya biarkan, toh nantinya itu juga untuk anak-anak saya. Yang cepat ya emas, saham dan reksa dana,” Giring memaparkan.

giring nidji (2)

Karena telah mengetahui berbagai risikonya, Giring memilih instrumen investasi yang terbilang agresif, terutama untuk jangka panjang. Ia tidak terlalu peduli kondisi pasar yang berfluktuasi karena ia juga bukan tipe investor yang kerap mengejar gain jangka pendek. “Sejak awal saya selalu bilang sama Wina, saya sudah tahu medannya seperti apa, jadi lebih baik semuanya dialokasikan di instrumen yang agresif saja. Lagi pula, pasar kan memang selalu berfluktuasi, kalau pun pasar jatuh kan juga tidak jatuh banget. Jadi, ya sudahlah lebih baik pilih yang agresif untuk jangka panjang,” ungkapnya.

Selama ini ia membeli saham, lalu dibiarkan saja untuk jangka panjang. Ia tidak melakukan trading ataupun menjual sahamnya setelah beberapa waktu dan mengalami kenaikan harga. Demikian pula dengan saham yang dibelinya ketika initial public offering, ia tidak mengejar kenaikan harga di beberapa hari pertama setelah saham itu listing di bursa sebagaimana yang dilakukan beberapa investor. ”Dulu saya pernah ingin begitu, tapi saya pikir lagi, sepertinya kok tidak enak, karena berarti saya harus selalu memantau pasar, dan itu akan sangat melelahkan bagi saya yang punya pekerjaan lain sehari-hari. Jadi saya biarkan saja saham itu untuk jangka panjang. Saya tidak pernah mikirin pasar lagi jatuh atau naik, pokoknya saya menabung saja terus,” tutur Giring.

Karena itu, untuk menjaga kinerja investasinya, meskipun tidak selalu membeli saham yang tergolong blue chip, ia kerap memilih saham dari perusahaan dengan kredibilitas manajerial yang baik dan produk yang dinilainya bakal terus dibutuhkan oleh masyarakat.

Selain semua alokasi dana di berbagai instrumen tersebut, Giring juga menyiapkan dana darurat dengan jumlah 12 kali pengeluaran bulanannya. Dan ia pun telah memiliki asuransi jiwa dan asuransi kesehatan.

Menurut Wina, hal terpenting dari perencanaan keuangan Giring adalah kekompakan dengan istrinya, Cynthia, dalam mengelola keuangan mereka. “Sejak sebelum mereka menikah, saya sudah berkenalan dengan Mbak Cynthia. Bahkan Mas Giring meminta saya menyediakan waktu khusus untuk duduk bareng dengan Mbak Cynthia membahas cara mengatur pengeluaran rumah tangga,” kata Wina.

Idealnya, orang yang memiliki gaji bulanan seperti karyawan perusahaan, dapat menyisihkan 10%-30% dari penghasilan tetapnya per bulan untuk investasi. Namun, mengingat profesi Giring sebagai pekerja seni yang tidak memiliki gaji bulanan, maka daripada menunggu-nunggu berapa yang dapat disiapkan per bulan, Wina pun memberikan perhitungan investasi per bulan yang jumlahnya disetahunkan. Dengan begitu, Giring tinggal menyiapkan dana untuk investasi, misalnya untuk jangka waktu beberapa bulan ke depan. Dengan cara ini, Giring tinggal berkonsentrasi pada berkarya dan pekerjaannya tanpa harus stres memikirkan berapa yang harus disetor setiap bulan buat investasi.

Strategi semacam ini juga cocok digunakan oleh orang yang bekerja freelance, seperti desainer dan presenter atau self-employed seperti dokter dan pengacara. Caranya dengan melakukan pooling dana di beberapa rekening. Misalnya ada rekening Dana +1 (Dana Plus One) yang nilainya sebesar biaya hidup bulanan. Orang yang tidak bekerja sebagai karyawan sangat direkomendasikan untuk memiliki dana ini. Lebih banyak jumlahnya lebih baik. “Berapa pun dana yang diterima harus ada yang disisihkan agar Dana +1 selalu tersedia. Dana +1 ini vital sekali untuk mereka yang bekerja freelance atau self-employed. Sehingga jika order sedang ‘sepi’ pun mereka tetap punya uang untuk hidup bulan itu,” Wina menjelaskan.

Rekening lain adalah khusus rekening cicilan kredit pemilikan rumah (KPR) dan rekening untuk investasi. “Jadi saat menerima penghasilan, Mas Giring tahu berapa yang disisihkan ke dalam tiga rekening khusus ini, berapa untuk biaya hidup bulanan, dan berapa yang boleh dipakai bersenang-senang,” tambahnya.

Selain soal merencanakan keuangan, Wina juga kerap mengajak Giring berdiskusi mengenai kepemilikan aset aktif, seperti bisnis, properti dan surat berharga. Sejak tiga tahun lalu, Giring memang tengah sibuk menangani bisnisnya yang bernama Kincir.com. Situs online yang didirikan bersama Merah Putih Incubator ini merupakan sebuah alat bagi para musisi dan artis agar mereka dapat me-maintain komunitas mereka masing-masing dengan baik.

“Kincir.com ini semacam online fans club, karena saya percaya bahwa di masa depan, musisi itu akan survive dengan adanya pengelompokan komunitas. Dulu artis besar itu bisa booming dengan cepat dan bisa tahan lama di industri musik. Tapi sekarang susah sekali untuk bisa seperti itu. Nah musisi itu akan bisa bertahan dari sebuah komunitas. Daripada kami datang ke sebuah acara promosi dan ditonton oleh jutaan orang yang bukan potensial buyer, lebih baik kami kumpulkan semua orang yang merupakan target pasar kami, karena kemungkinan mereka membeli tentu lebih besar,” papar Giring lagi.

Kini ada 122 artis yang telah bergabung dalam Kincir.com, dan ada 30 ribu anggotanya. Kincir.com gratis baik bagi artis maupun anggota komunitasnya. Pemasukannya dari sharing revenue iklan antara artis dengan Kincir.com.

Kenyataan ini pula yang membuat Giring merasa bahwa semakin cepat ia berinvestasi akan semakin baik. “Sebenarnya tak hanya untuk yang berprofesi seperti musisi atau freelancer. Namun, siapa pun saya kira the sooner the better untuk berinvestasi. Karena nanti ketika sudah stuck dan tidak punya uang lagi, itu akan jadi hal yang disesali. Saya tidak mau itu terjadi pada saya atau keluarga saya,” Giring menegaskan.

Menurutnya, banyak musisi atau artis senior yang sudah tua dan mengalami kesulitan dalam biaya hidup. “Mungkin saat muda mereka kurang tahu cara investasi atau tidak bertemu orang yang pas untuk mengajari mereka berinvestasi,” tambah Giring.

Prinsip menabung untuk masa depan dan hari tua ini pun sangat memengaruhi gaya hidup Giring. Misalnya saja, ia tidak mau membeli mobil yang harganya terlalu mahal. “Karena saya tahu, mobil itu begitu sudah dipakai dengan gigi satu saja harganya turun. Lebih baik saya membeli sesuatu yang nilainya naik,” ujarnya. Giring pun tak keberatan jika harus naik taksi atau ojek jika diperlukan saat bepergian. “Karena saya tidak mau punya mobil banyak. Satu saja cukup. Mobil yang saya beli adalah mobil keluarga dan itu pun digunakan oleh anak dan istri saya,” ia menegaskan lagi.

Giring sendiri sebenarnya merasa dirinya memang bukan orang yang hemat. Ia bahkan merasa cenderung boros. Misalnya, ia terbiasa spontan saat ingin liburan. Ia tidak pernah merencanakan liburannya dari jauh hari. Namun, karena telah mengenali dirinya sendiri dan telah merencanakan keuangannya itulah Giring merasa tenang saat membelanjakan uangnya. “Untungnya saya merencanakan keuangan, dan saya tahu produk mana yang harus saya beli, kalau tidak, wah wassalam deh,” ujarnya seraya terbahak.

Ke depan, ia berharap dapat pensiun di usia muda, tepatnya di usia 40 tahun, terutama jika bisnisnya sudah bisa berjalan sendiri. Ia ingin bisa jalan-jalan keliling dunia dengan anak dan istrinya, atau menemani anak-anaknya bersekolah di luar negeri. “Dan kini tinggal 10 tahun lagi buat saya mengejar mimpi itu,” ungkap kelahiran Jakarta 14 juli 1983 ini.

BOKS:

Alokasi dana Giring:

Reksa dana

Emas

Saham

Properti

Dana +1 untuk biaya hidup sebulan ke depan

Dana darurat 12 x pengeluaran per bulan

Asuransi jiwa

Asuransi kesehatan untuk diri sendiri dan keluarga

Total perkembangan aset investasi

sejak 2008 – sekarang: 10 x dari nilai awal

Strategi:

= Memilih instrumen investasi yang agresif untuk jangka panjang seperti saham dan reksa dana saham.

= Melakukan pooling dana di beberapa rekening, yaitu rekening Dana +1, rekening cicilan KPR dan rekening untuk investasi.

= Menetapkan target pencapaian investasi sejak awal sesuai dengan tujuannya. Misalnya, untuk investasi kurang dari lima tahun target hasil invstasinya rata-rata 5% per tahun; untuk 5-10 tahun targetnya 8% per tahun; 10-15 tahun 15% per tahun; dan yang lebih dari 15 tahun sebesar 20% per tahun.

= Mengkaji asumsi tersebut setiap tahun sesuai dengan kondisi pasar.

= Berusaha efektif dalam melakukan pengeluaran dengan tidak banyak membeli aset yang nilainya turun.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved