Profile Editor's Choice

Daliana Suryawinata, Gali Potensi Arsitektur Urban

Daliana Suryawinata, Gali Potensi Arsitektur Urban

Dunia arsitektur tak bisa lepas dari Daliana Suryawinata, Direktur Suryawinata Heinzelmann Architecture and Urbanism (SHAU). Ketika kuliah di luar negeri, tepatnya di Berlage Institute, Rotterdam, Belanda, ia sadar kalau arsitektur tak hanya sekadar merancang villa, resort, dan hotel, tapi harus bisa terintegrasi dengan kehidupan masyarakat setempat. Semua orang, tua-muda, kaya-miskin, punya kesempatan yang sama untuk menikmati karya seni arsitektur yang indah. Pikirannya kian terbuka setelah dia bertemu dengan Florian Heinzelmann. Keduanya berkolaborasi menghasilkan karya-karya arsitektur hebat.

“Setelah menyelesaikan S-2, saya bekerja di beberapa kantor ternama di Belanda, seperti Office for Metropolitan Authorities (OMA), MVRDV, dan USH. Saya memilih bekerja di kantor ternama untuk mempelajari hal-hal penting yang tak bisa saya temukan di kantor biasa,” ujarnya.

Di Negeri Kincir Angin, Daliana melihat arsitekturnya terintegrasi antara landscape dengan perkembangan kotanya. Sehingga segala sesuatu yang dibuat harus lebih dulu berkomunikasi dengan masyarakat sekitar. Lain halnya dengan di Indonesia, dimana arsitektur itu baru sebatas dimiliki secara eksklusif oleh sebagian kecil pengembang perumahan. Inilah yang menarik perhatiannya untuk mengembangkan potensi arsitektur di wilayah urban di Eropa dan juga Indonesia.

Daliana Suryawinata co-founder konsultan arsitek SHAU-Rotterdam dan Florian Heinzelmann Director SHAU.

Daliana Suryawinata co-founder konsultan arsitek SHAU-Rotterdam (kiri) dan Florian Heinzelmann Director SHAU.

Di sela-sela aktivitasnya yang padat seperti mengajar dan riset, duo Daliana dan Heinzelmann mendirikan SHAU pada tahun 2009 silam. Mereka beruntung mendapat pengalaman dan kesempatan belajar saat masih menjadi karyawan di tiga perusahaan Belanda tersebut. “Proyek yang kami kerjakan beragam dan multiskala. Itulah pilar yang kami miliki saat mendirikan SHAU. Kami tidak spesialis membangun rumah atau kantor saja. Tapi, lebih ke visi dan misi yang kami bawa,” ujarnya.

Punya usaha sendiri, Daliana lebih bebas menggali potensi dan ide-ide kreatif membangun Kampung-kampung di seluruh penjuru dunia. Misalnya, ada klien yang meminta kami mendesain rumah dengan pemakaian energi yang tak berlebihan. Kemampuan keduanya yang relatif berbeda, satu dari sisi ekologis dan arsitektektur yang organik dan lainnya lebih fokus ke sosial dan desain urban, mampu menghasilkan karya arsitektur yang menawan. “SHAU itu perpaduan antara peduli masalah ekologis dan masalah sosial. Itu yang ingin bawakan dalam setiap kami mendesain,” katanya.

Salah satu konsep arsitektur urban yang kelak menjadi hasil karya mereka adalah Kampung Vertikal di Muara Angke, yang juga diinisiasi Joko Widodo semasa menjabat Gubernur DKI Jakarta. Selanjutnya, ada Perpustakaan Mikro (Micro Library) yang akan mulai dibangun di Bandung. Konsep arsitektur menarik lainnya adalah Social Mall, dimana mal nantinya juga memuat fasilitas umum yang minim di Jakarta seperti tempat bermain, mushola, klinik, yang nantinya juga bisa menghubungkan antara mal yang satu dengan lainnya.

“Kami sudah membuat konsep urban untuk Jakarta. Saya melihat Ibukota Negara ini punya banyak potensi. Seperti kampung-kampung yang sudah lama terbina dengan baik oleh masyarakat, cara hidup penduduknya juga menarik. Sektor informal seperti PKL yang sekarang diusir-usir dari jalanan, sebenarnya aset untuk perkembangan kota. Jika ditata dengan rapi, sesungguhnya bisa menjadi daya tarik tersendiri,” ujarnya. (Reportase: Destiwati Sitanggang)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved