Business Research

Ini Penyebab Industri Properti Lesu Sekarang

Ini Penyebab Industri Properti Lesu Sekarang

Suasana Property review and outlook 2015 oleh Markplus Center for Economy and Business

Suasana Property review and outlook 2015 oleh Markplus Center for Economy and Business

Sampai dengan kuartal 1 2015 kondisi industri properti masih mengalami kelesuan. Sebagaimana hasil riset dari Cushman and Wakefield yang dipaparkan oleh Hari Raharta, Sekjen Asosiasi Pengusaha Properti, Realestat Indonesia (REI), dari jumlah apartemen strata title di Jabodetabek sebanyak 185.181 unit , hanya mampu menyerap penjualan sebanyak 64,4%.

Kondisi tersebut menurut Hari disebabkan oleh banyak faktor. Salah satunya adalah adanya suku bunga (BI Rate) yang cukup tinggi sebesar 7,5%.

“Mungkin niat BI itu baik, agar investasi yang dikeluarkan oleh masyarakat tidak melulu di sektor properti. Sebab, sampai saat ini investasi di sektor properti masih paling banyak, yaitu sebesar 42,2% dibanding jenis investasi lainnya,” terang Hari saat menjadi panelis di acara Discussion Forum Mark Plus Center for Economy and Business di Jakarta (25/6).

Namun yang paling dirasa pelemahannya, menurut Hari adalah adanya sentiman pasar. Guna menstimulus industri properti terutama penjualan aparteman yang lebih baik lagi, REI mengusulkan pada pemerintah dua hal. Pertama, menjual unit kepada WNA minimal Rp 5 miliar. Kedua, pembatasan unit yang boleh dimiliki oleh WNA dalam satu apartemen maksimal sebesar 49% dari total unit yang tersedia.

Sementara itu, Alexander Stefanus Ridwan , Direktur PT Pakuwon Jati Tbk, menjelaskan bahwa industri properti merupakan industri lokomotif bagi industri lainnya. “Kurang lebih sebanyak 174 industri lain yang akan terlibat dalam proses industri properti. Seperti industri olahan kayu, besi, batu, hingga furniture,” Ujar Ridwan yang juga menyinggung soal pelebaran jalan di wilayah Kota Kasablanka Jakarta merupakan biaya dari Pakuwon Group.

Kemudian, Ridwan menyampaikan hambatan dan tantangan industri properti di tahun 2015-2018. Diantaranya: terjadi supply yang banyak, sementara ekonomi indonesia yang menurun sangat berpebgaruh pada pengurangan kebutuhan ruang kantor. “Kalau ekonominya lemah, orang tidak ingin bangun perusahaan, tidak ada perusahaan berarti tidak perlu ada ruang kantor,” ucap Ridwan.

Penghambat lainnya dinilai Ridwan juga bersumber pada pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Hal tersebut yang menaikan harga dasar bangunan dan peralatan industri properti. Selain itu, kekurangan infrastruktur dan sarana penunjang properti juga Ridwan anggap sebagai pengambat industri properti, seperti aliran air dan listrik.

Namun, bersamaan dengan hambatan tadi, peluang industri properti aparteman masih behembus segar. Di antaranya harga tanah di Jakarta yang sudah sangat mahal, sehingga meningkatkan harga landed office. Bertambahnya warga negara asing yang lebih suka tinggal di apartemen dan mencari lokasi yang sepaket dengan mall juga jadi peluang tersendiri bagi industri aparteman. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved